tag:blogger.com,1999:blog-37639333209979147422024-02-21T05:00:29.936-08:00Cerita WayangUnknownnoreply@blogger.comBlogger28125tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-6864068627113510312012-10-05T22:02:00.002-07:002012-10-05T23:56:55.150-07:00Wahyu Makuta Rama<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Prabu Suyudana mengutus Adipati Karna, Patih Sengkuni dan para Kurawa pergi ke Gunung Kutarunggu atau Pertapaan Swelagiri, karena dewa memberikan penjelasan bahwa barang siapa memiliki makuta Sri Batararama akan menjadi sakti, serta akan menurunkan raja-raja di Tanah Jawa.<br />
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Dalam perjalanannya Adipati Karna pergi ke Pertapaan Duryapura Dimana Anoman, saudaranya Kesaswasidi bertempat di situ yang ditemani raksasa Gajah. Wreksa, Garuda Mahambira, Naga Kuwara dan Liman Situbanda. Karma mengutarakan maksudnya tetapi di tolak Anoman sehingga terjadi peperangan. Karena terdesak Karna melepaskan panah Wijayadanu tetapi dapat ditangkap Anoman dan dibawa ke Swelagiri.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<span id="more-29"></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Pihak Pandawa sang Arjuna juga mencari Makutarama, ia dating di Gunung Swelagiri bertemu dengan Kesaswidi menerangkan maksudnya dan oleh sang Begawan dijelaskan bahwa Makutarama itu sebenarnya bukan barang kebendaan, tetapi merupakan pengetahuan budi pekerti bagi raja yang sempurna atau ajaran yang disebut Astabrata. Lebih jauh Begawan Kesaswidi menjelaskan bahwa kelak cucunya yang bernama Parikesit akan berkuasa sebagai raja besar di Jawa dan ia akan menjelma kepadanya. Sedangkan Anoman diperintah untuk meneruskan bertapa di Kendalisada dan kelak pada pemerintahan Prabu Jaya Purusa dari kediri ia akan naik surga.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Arjuna kembali dengan membawa panah Wijayadanu untuk diserahkan Adipati Karna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Dewi Subadra yang sangat khawatir kepergian suaminya lalu mengembara mencari Arjuna, dan diperjalanan bertemu Batara Narada yang memberikan busana pria, maka Dewi Subadra berubah ujud pria bernama Bambang Sintawaka kemudian ia pergi ke pesanggrahan Kurawa dan sanggup membantu melawan Ajuna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Bima dan Gatotkaca juga mencari Ajuna di perjalanan mereka dihadang Kumbakarna. Menurut nasihat Wibisana Kumbakarna harus menjelma pada Bima maka terjadi perkelahian yang seharusnya Kumbakarna merasuk pada paha kiri Bima.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Kurawa yang dibantu Sintawaka menentang Arjuna dan peperangan terjadi. Arjuna dapat mengenali musuhnya itu adalah istrinya dan akhirnya kembali ke ujud semula, Dewi Subadra. Para Kurawa menyerang tetapi dapat dihalau Gatotkaca.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sumber : <a href="http://jagadwayang.wordpress.com/" style="background-color: transparent;">http://jagadwayang.wordpress.com</a></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-90377022455754221762012-10-05T22:00:00.002-07:002012-10-05T23:57:22.113-07:00Wahyu Cakraningrat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;">Siapa yang tidak tergiur mendapatkan wahyu atau berkat khusus untuk bisa menjadi raja bagi seluruh umat manusia di bumi? Banyak orang mungkin akan berlomba-lomba mencari dan merebut berkat itu. Tetapi, sayangnya berkat atau wahyu tidak bisa diperoleh sembarangan. Hanya orang tertentu yang mampu mendapatkan wahyu itu. Biasanya, Tuhan memberi wahyu pada orang yang memiliki hati bersih dan berbudi luhur. Cobaan, godaan, dan tantangan hidup harus bisa dilalui oleh setiap orang yang ingin mendapatkan wahyu. Jadi, tidak mudah untuk mendapatkannya.</span><br />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;"></span><br />
<a name='more'></a><br /><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Perebutan mendapatkan wahyu disajikan dalam pementasan wayang orang berjudul Wahyu Cakraningrat di Gedung Kesenian Jakarta, pada Kamis (24/2) malam. Cerita ini mengisahkan upaya tiga pemuda yang berambisi menjadi raja atau pemimpin negara. Tetapi untuk bisa menjadi raja, tiga pemuda tersebut harus mendapatkan wahyu keraton atau wahyu kerajaan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<span id="more-28"></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Dalam cerita perwayangan ini, wahyu keraton atau wahyu kerajaan ada di negeri khayangan. Wahyu berwujud seorang pria bernama Batara Cakraningrat. Sang wahyu akan turun ke bumi mencari sosok pemuda atau “Kurungan Kencana” yang pantas dijadikan raja untuk negeri di masa datang.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Berbekal tekad bulat, Batara Cakraningrat ditemani Dewi Maninten turun ke bumi. Kedatangan mereka sudah ditunggu-tunggu oleh tiga pemuda yang berambisi menyandang gelar raja. Tiga pemuda itu, yakni Raden Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana dan Ratu Banowati, Raden Samba putra dari raja Dwarawati dan Sri Kresna, serta Raden Abimanyu putera Arjuna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Karakter ketiga pemuda tersebut disajikan berbeda oleh sutradara D Supono. Seperti Raden Lesmana, yang memiliki karakter manja dan mudah tergoda dengan hal-hal duniawi. Ketika Lesmana bertapa di hutan Ganggowirayang, wahyu Cakraningrat masuk ke dalam dirinya. Sayangnya, Lesmana tidak bisa mengontrol diri ketika digoda putri cantik Pamilutsih yang merupakan jelmaan Dewi Maninten. Alhasil wahyu itu pergi meninggalkannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Tidak jauh berbeda dengan karakter Lesmana, Raden Samba juga tidak memiliki pengendalian diri yang kuat. Samba dikenal sebagai putera raja yang arogan. Seperti halnya Lesmana, Samba pun bertapa di hutan untuk mendapatkan wahyu. Ketika sang wahyu datang menghampirinya, Samba lengah mengontrol hawa nafsunya. Lagi-lagi kehadiran puteri Pamilutsih menggoda Samba, sampai akhirnya sang wahyu pergi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sampai di sini cerita sudah bisa ditebak. Dari tiga pemuda itu, hanya satu yang berhasil mendapatkan wahyu, yakni Raden Abimanyu. Ia berhasil mengontrol diri, bahkan tidak tergoda dengan godaan wanita cantik. Bahkan Abimanyu beberapa kali menolak tawaran Dewi Maninten untuk menikahinya. Ia konsisten mempertahankan wahyu yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu, ia terpilih dan dinobatkan menjadi raja bagi alam semesta.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sumber : <a href="http://jagadwayang.wordpress.com/" style="background-color: transparent;">http://jagadwayang.wordpress.com</a></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-7904542591404974052012-10-05T21:59:00.003-07:002012-10-05T23:57:48.088-07:00Rahasia Serat Sastrajendrahayuningrat Pangruwa Ting Diyu<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;">Dalam lakon wayang Purwa, kisah Ramayana bagian awal diceritakan asal muasal keberadaan Dasamuka atau Rahwana tokoh raksasa yang dikenal angkara murka, berwatak candala dan gemar menumpahkan darah. Dasamuka lahir dari ayah seorang Begawan sepuh sakti linuwih gentur tapanya serta luas pengetahuannya yang bernama Wisrawa dan ibu Dewi Sukesi yang berparas jelita tiada bandingannya dan cerdas haus ilmu kesejatian hidup. Bagaimana mungkin dua manusia sempurna melahirkan raksasa buruk rupa dan angkara murka ? Bagaimana mungkin kelahiran “ sang angkara murka “ justru berangkat dari niat tulus mempelajari ilmu kebajikan yang disebut Serat Sastrajendra.</span><br />
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;"></span><br />
<a name='more'></a><br /><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<span id="more-21"></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<strong>Ilmu untuk Meraih Sifat Luhur Manusia</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Salah satu ilmu rahasia para dewata mengenai kehidupan di dunia adalah Serat Sastrajendra. Secara lengkap disebut <strong>Serat Sastrajendrahayuningrat Pangruwatingdiyu</strong>. <em>Serat</em> = ajaran, <em>Sastrajendra</em> = Ilmu mengenai raja. <em>Hayuningrat</em> = Kedamaian. <em>Pangruwating</em> = Memuliakan atau merubah menjadi baik. <em>Diyu</em> = raksasa atau keburukan. Raja disini bukan harfiah raja melainkan sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu dan pancainderanya dari kejahatan. Seorang raja harus mampu menolak atau merubah keburukan menjadi kebaikan. Pengertiannya bahwa Serat Sastrajendra adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki manusia untuk merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat. Ilmu Sastrajendra adalah ilmu makrifat yang menekankan sifat amar ma’ruf nahi munkar, sifat memimpin dengan amanah dan mau berkorban demi kepentingan rakyat.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Gambaran ilmu ini adalah mampu merubah raksasa menjadi manusia. Dalam pewayangan, raksasa digambarkan sebagai mahluk yang tidak sesempurna manusia. Misal kisah prabu Salya yang malu karena memiliki ayah mertua seorang raksasa. Raden Sumantri atau dikenal dengan nama Patih Suwanda memiliki adik raksasa bajang bernama Sukrasana. Dewi Arimbi, istri Werkudara harus dirias sedemikian rupa oleh Dewi Kunti agar Werkudara mau menerima menjadi isterinya. Betari Uma disumpah menjadi raksesi oleh Betara Guru saat menolak melakukan perbuatan kurang sopan dengan Dewi Uma pada waktu yang tidak tepat. Anak hasil hubungan Betari Uma dengan Betara Guru lahir sebagai raksasa sakti mandra guna dengan nama “ Betara Kala “ (kala berarti keburukan atau kejahatan). Sedangkan Betari Uma kemudian bergelar Betari Durga menjadi pengayom kejahatan dan kenistaan di muka bumi memiliki tempat tersendiri yang disebut “ Kayangan Setragandamayit “. Wujud Betari Durga adalah raseksi yang memiliki taring dan gemar membantu terwujudnya kejahatan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Melalui ilmu Sastrajendra maka simbol sifat sifat keburukan raksasa yang masih dimiliki manusia akan menjadi dirubah menjadi sifat sifat manusia yang berbudi luhur. Karena melalui sifat manusia ini kesempurnaan akal budi dan daya keruhanian mahluk ciptaan Tuhan diwujudkan. Dalam kitab suci disebutkan bahwa manusia adalah ciptaan paling sempurna. Bahkan ada disebutkan, Tuhan menciptakan manusia berdasar gambaran dzat-Nya. Filosof Timur Tengah Al Ghazali menyebutkan bahwa manusia seperti Tuhan kecil sehingga Tuhan sendiri memerintahkan para malaikat untuk bersujud. Sekalipun manusia terbuat dari dzat hara berbeda dengan jin atau malaikat yang diciptakan dari unsur api dan cahaya. Namun manusia memiliki sifat sifat yang mampu menjadi “ khalifah “ (wakil Tuhan di dunia).</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Namun ilmu ini oleh para dewata hanya dipercayakan kepada Wisrawa seorang satria berwatak wiku yang tergolong kaum cerdik pandai dan sakti mandraguna untuk mendapat anugerah rahasia Serat Sastrajendrahayuningrat Diyu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Ketekunan, ketulusan dan kesabaran Begawan Wisrawa menarik perhatian dewata sehingga memberikan amanah untuk menyebarkan manfaat ajaran tersebut. Sifat ketekunan Wisrawa, keihlasan, kemampuan membaca makna di balik sesuatu yang lahir dan kegemaran berbagi ilmu. Sebelum “ madeg pandita “ ( menjadi wiku ) Wisrawa telah lengser keprabon menyerahkan tahta kerajaaan kepada sang putra Prabu Danaraja. Sejak itu sang wiku gemar bertapa mengurai kebijaksanaan dan memperbanyak ibadah menahan nafsu duniawi untuk memperoleh kelezatan ukhrawi nantinya. Kebiasaan ini membuat sang wiku tidak saja dicintai sesama namun juga para dewata.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<strong>Sifat Manusia Terpilih</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sebelum memutuskan siapa manusia yang berhak menerima anugerah Sastra Jendra, para dewata bertanya pada sang Betara Guru. “ Duh, sang Betara agung, siapa yang akan menerima Sastra Jendra, kalau boleh kami mengetahuinya. “</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Bethara guru menjawab “ Pilihanku adalah anak kita Wisrawa “. Serentak para dewata bertanya “ Apakah paduka tidak mengetahui akan terjadi bencana bila diserahkan pada manusia yang tidak mampu mengendalikannya. Bukankah sudah banyak kejadian yang bisa menjadi pelajaran bagi kita semua”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Kemudian sebagian dewata berkata “ Kenapa tidak diturunkan kepada kita saja yang lebih mulia dibanding manusia “.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Seolah menegur para dewata sang Betara Guru menjawab “Hee para dewata, akupun mengetahui hal itu, namun sudah menjadi takdir Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa ilmu rahasia hidup justru diserahkan pada manusia. Bukankah tertulis dalam kitab suci, bahwa malaikat mempertanyakan pada Tuhan mengapa manusia yang dijadikan khalifah padahal mereka ini suka menumpahkan darah“. Serentak para dewata menunduk malu “ Paduka lebih mengetahui apa yang tidak kami ketahui”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Kemudian, Betara Guru turun ke mayapada didampingi Betara Narada memberikan Serat Sastra Jendra kepada Begawan Wisrawa.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“ Duh anak Begawan Wisrawa, ketahuilah bahwa para dewata memutuskan memberi amanah Serat Sastra Jendra kepadamu untuk diajarkan kepada umat manusia”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Mendengar hal itu, menangislah Sang Begawan “ Ampun, sang Betara agung, bagaimana mungkin saya yang hina dan lemah ini mampu menerima anugerah ini “.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Betara Narada mengatakan “ Anak Begawan Wisrawa, sifat ilmu ada 2 (dua). Pertama, harus diamalkan dengan niat tulus. Kedua, ilmu memiliki sifat menjaga dan menjunjung martabat manusia. Ketiga, jangan melihat baik buruk penampilan semata karena terkadang yang baik nampak buruk dan yang buruk kelihatan sebagai sesuatu yang baik. “ Selesai menurunkan ilmu tersebut, kedua dewata kembali ke kayangan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Setelah menerima anugerah Sastrajendra maka sejak saat itu berbondong bondong seluruh satria, pendeta, cerdik pandai mendatangi beliau untuk minta diberi wejangan ajaran tersebut. Mereka berebut mendatangi pertapaan Begawan Wisrawa melamar menjadi cantrik untuk mendapat sedikit ilmu Sastra Jendra. Tidak sedikit yang pulang dengan kecewa karena tidak mampu memperoleh ajaran yang tidak sembarang orang mampu menerimanya. Para wiku, sarjana, satria harus menerima kenyataan bahwa hanya orang orang yang siap dan terpilih mampu menerima ajarannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Nun jauh, negeri Ngalengka yang separuh rakyatnya terdiri manusia dan separuh lainnya berwujud raksasa. Negeri ini dipimpin Prabu Sumali yang berwujud raksasa dibantu iparnya seorang raksasa yang bernama Jambumangli. Sang Prabu yang beranjak sepuh, bermuram durja karena belum mendapatkan calon pendamping bagi anaknya, Dewi Sukesi. Sang Dewi hanya mau menikah dengan orang yang mampu menguraikan teka teki kehidupan yang diajukan kepada siapa saja yang mau melamarnya. Sebelumnya harus mampu mengalahkan pamannya yaitu Jambumangli. Beribu ribu raja, wiku dan satria menuju Ngalengka untuk mengadu nasib melamar sang jelita namun mereka pulang tanpa hasil. Tidak satupun mampu menjawab pertanyaan sang dewi. Berita inipun sampailah ke negeri Lokapala, sang Prabu Danaraja sedang masgul hatinya karena hingga kini belum menemukan pendamping hati. Hingga akhirnya sang Ayahanda, Begawan Wisrawa berkenan menjadi jago untuk memenuhi tantangan puteri Ngalengka.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<strong>Pertemuan Dua Anak Manusia</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Berangkatlah Begawan Wisrawa ke Ngalengka, hingga kemudian bertemu dengan dewi Suksesi. Senapati Jambumangli bukan lawan sebanding Begawan Wisrawa, dalam beberapa waktu raksasa yang menjadi jago Ngalengka dapat dikalahkan. Tapi hal ini tidak berarti kemenanmgan berada di tangan. Kemudian tibalah sang Begawan harus menjawab pertanyaan sang Dewi. Dengan mudah sang Begawan menjawab pertanyaan demi pertanyaan hingga akhirnya, sampailah sang dewi menanyakan rahasia Serat Sastrajendra. Sang Begawan pada mulanya tidak bersedia karena ilmu ini harus dengan laku tanpa “ perbuatan “ sia sialah pemahaman yang ada. Namun sang Dewi tetap bersikeras untuk mempelajari ilmu tersebut, toh nantinya akan menjadi menantunya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Luluh hati sang Begawan, beliau mensyaratkan bahwa ilmu ini harus dijiwai dengan niat luhur. Keduanya kemudian menjadi guru dan murid, antara yangf mengajar dan yang diajar. Hari demi hari berlalu keduanya saling berinteraksi memahamkan hakikat ilmu. Sementara di kayangan, para dewata melihat peristiwa di mayapada. “ Hee, para dewata, bukankah Wisrawa sudah pernah diberitahu untuk tidak mengajarkan ilmu tersebut pada sembarang orang “.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Para dewata melaporkan hal tersebut kepada sang Betara Guru. “ Bila apa yang dilakukan Wisrawa, bisa nanti kayangan akan terbalik, manusia akan menguasai kita, karena telah sempurna ilmunya, sedangkan kita belum sempat dan mampu mempelajarinya “.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sang Betara Guru merenungkan kebenaran peringatan para dewata tersebut. “ tidak cukup untuk mempelajari ilmu tanpa laku, Serat Sastrajendra dipagari sifat sifat kemanusiaan, kalau mampu mengatasi sifat sifat kemanusiaan baru dapat mencapai derajat para dewa. “ Tidak lama sang Betara menitahkan untuk memanggil Dewi Uma.untuk bersama menguji ketangguhan sang Begawan dan muridnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Hingga sesuatu ketika, sang Dewi merasakan bahwa pria yang dihadapannya adalah calon pendamping yang ditunggu tunggu. Biar beda usia namun cinta telah merasuk dalam jiwa sang Dewi hingga kemudian terjadi peristiwa yang biasa terjadi layaknya pertemuan pria dengan wanita. Keduanya bersatu dalam lautan asmara dimabukkan rasa sejiwa melupakan hakikat ilmu, guru, murid dan adab susila. Hamillah sang Dewi dari hasil perbuatan asmara dengan sang Begawan. Mengetahui Dewi Sukesi hamil, murkalah sang Prabu Sumali namun tiada daya. Takdir telah terjadi, tidak dapat dirubah maka jadilah sang Prabu menerima menantu yang tidak jauh berbeda usianya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<strong>Tergelincir Dalam Kesesatan</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Musibah pertama, terjadi ketika sang senapati Jambumangli yang malu akan kejadian tersebut mengamuk menantang sang Begawan. Raksasa jambumangli tidak rela tahta Ngalengka harus diteruskan oleh keturunan sang Begawan dengan cara yang nista. Bukan raksasa dimuliakan atau diruwat menjadi manusia. Namun Senapati Jambumangli bukan tandingan, akhirnya tewas ditangan Wisrawa. Sebelum meninggal, sang senapati sempat berujar bahwa besok anaknya akan ada yang mengalami nasib sepertinya ditewaskan seorang kesatria.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Musibah kedua, Prabu Danaraja menggelar pasukan ke Ngalengka untuk menghukum perbuatan nista ayahnya. Perang besar terjadi, empat puluh hari empat puluh malam berlangsung sebelum keduanya berhadapan. Keduanya berurai air mata, harus bertarung menegakkan harga diri masing masing. Namun kemudian Betara Narada turun melerai dan menasehati sang Danaraja. Kelak Danaraja yang tidak dapat menahan diri, harus menerima akibatnya ketika Dasamuka saudara tirinya menyerang Lokapala.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Musibah ketiga, sang Dewi Sukesi melahirkan darah segunung keluar dari rahimnya kemudian dinamakan Rahwana (darah segunung). Menyertai kelahiran pertama maka keluarlah wujud kuku yang menjadi raksasi yang dikenal dengan nama Sarpakenaka. Sarpakenaka adalah lambang wanita yang tidak puas dan berjiwa angkara, mampu berubah wujud menjadi wanita rupawan tapi sebenarnya raksesi yang bertaring. Kedua pasangan ini terus bermuram durja menghadapi musibah yang tiada henti, sehingga setiap hari keduanya melakukan tapa brata dengan menebus kesalahan. Kemudian sang Dewi hamil kembali melahirkan raksasa kembali. Sekalipun masih berwujud raksasa namun berbudi luhur yaitu Kumbakarna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<strong>Akhir Yang Tercerahkan</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Musibah demi musibah terus berlalu, keduanya tidak putus putus memanjatkan puaj dan puji ke hadlirat Tuhan yang Maha Kuasa. Kesabaran dan ketulusan telah menjiwa dalam hati kedua insan ini. Serat Sastrajendra sedikit demi sedikit mulai terkuak dalam hati hati yang telah disinari kebenaran ilahi. Hingga kemudian sang Dewi melahirkan terkahir kalinya bayi berwujud manusia yang kemudian diberi nama Gunawan Wibisana. Satria inilah yang akhirnya mampu menegakkan kebenaran di bumi Ngalengka sekalipun harus disingkirkan oleh saudaranya sendiri, dicela sebagai penghianat negeri, tetapi sesungguhnya sang Gunawan Wibisana yang sesungguhnya yang menyelamatkan negeri Ngalengka. Gunawan Wibisana menjadi simbol kebenaran mutiara yang tersimpan dalam Lumpur namun tetap bersinar kemuliaannya. Tanda kebenaran yang tidak larut dalam lautan keangkaramurkaan serta mampu mengalahkan keragu raguan seprti terjadi pada Kumbakarna. Dalam cerita pewayangan, Kumbakarna dianggap tidak bisa langsung masuk suargaloka karena dianggap ragu ragu membela kebenaran.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Melalui Gunawan Wibisana, bumi Ngalengka tersinari cahaya ilahi yang dibawa Ramawijaya dengan balatentara jelatanya yaitu pasukan wanara (kera). Peperangan dalam Ramayana bukan perebutan wanita berwujud cinta namun pertempuran demi pertempuran menegakkan kesetiaan pada kebenaran yang sejati.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sumber : <a href="http://jagadwayang.wordpress.com/" style="background-color: transparent;">http://jagadwayang.wordpress.com</a></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-39964803743584602702012-10-05T21:55:00.002-07:002012-10-05T23:58:28.387-07:00Petruk Mencari Jati Diri 5 (Bukti Genetis Bahwa Kita Memang Jagoan)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;">“Kamu ini kenapa sih Gar? Nggak jelas kamu bicara apa,” suara Bagong makin terdengar aneh karena berbicara sambil mengunyah gumpalan gumpalan singkong</span><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Dasar anak nggak tahu adat, silahkan kamu panggil aku dengan sebutan Reng, atau Gar, atau Gareng, atau apa saja, tapi memanggil Romo dengan dengan lansung menyebut Semar tanpa embel-embel, sangat tidak sopan, tahu?” kemarahan Gareng semakin menjadi<br />
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Gareng ini ngawur, nama Semar kok dibilang nggak sopan.Untung aja Semar nggak ada di sini. Ck ck ck bathuk mu panas barangkali Reng, Truk carikan dhadap serep untuk obat demam Gareng.” Senyum Petruk semakin lebar mendengar jawaban Bagong yang terdengar asal-asalan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<span id="more-19"></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Lain dengan Gareng, dia semakin umup, semakin mendidih, “Tobat, tobat Gusti. Hei yang tidak sopan itu caramu memanggil Romo. Tidak boleh njangkar begitu, segala sesuatu itu ada adab sopan santunnya, ada tata caranya, tidak boleh telanjang begitu”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Apa? Aku telanjang di hadapan Semar? Lha kok enak dia bisa lihat auratku.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Duh, Jagat Dewa Bathara…” Gareng kesulitan menemukan kosa kata untuk menjawab kalimat makhluk yang terlahir dari bayangan Ki Semar Bodronoyo ini, dia merasa akan lebih mudah kalau diminta berdialog dengan dinosaurus yang dihidupkan kembali.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Meskipun Semar itu goblok, tapi tidak segoblok Gareng ini. Aku setuju dengan pendapat Semar yang tadi dibicarakan Gareng,” suara sengau Bagong seperti suara dari balik kubur,”Aku setuju kalau Semar bilang bahwa semua penduduk Karang Kedempel ini bisa menjadi pemimpin tidak hanya di Karang Kedempel tetapi di dunia. Referensi dan dasarnya sangat jelas, nggak percaya? Coba dengar ya.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Kita tilik saja terlebih dahulu dari dunia musik. Soal cengkok. Memang aku ini tidak bisa menyanyi, tapi yang namanya anak-anak Karang Kedempel Idol itu dahsyat karena mampu bercengkok apa saja. Cengkok Negro-nya Whitney Houston tidak bisa dinyanyikan oleh penyanyi bule, tetapi Bertha yang orang Karang Kedempel bisa melagukan semua cengkok, ya Arab ya Negro. Orang Karang kedempel bisa semua cengkok. Orang Arab hanya bisa cengkok Arab. Orang kulit putih cuma bercengkok kulit putih yang lurus-lurus dan kaku-kaku. Orang Negro bisa mengeluarkan suara yang melilit-lilit tetapi derajat dan sudutnya berbeda dengan Jawa dan Arab. Orang Arab tidak akan bisa membawakan lagu Negro dan begitu sebaliknya. Tetapi, orang Karang Kedempel bisa melantunkan lagu-lagu Arab, Negro, Barat, Cina dan lain-lain. Blues oke, Rock juga oke. Dangdut apalagi.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Suatu hari mudah-mudahan ada festival musik intemasional di mana setiap grup harus membawakan satu lagu Jawa, satu lagu Sunda, satu lagu jazz, satu lagu Arab klasik, satu lagu Arab modem, dan satu lagu Afrika Utara, dan aku kira orang Karang Kedempel yang bakal menang. Sebab orang Karang Kedempel bisa menyanyikan lagu apa saja. Jumlah qari di Karang Kedempel mungkin seratus kali lipat dari jumlah qari di negara negara Arab. Jadi kalau kita mau mencari orang Karang Kedempel yang mumpuni membawakan lagu-lagu Arab sampai yang paling canggih sekalipun itu bertebaran di mana-mana, tetapi kalau mencari orang Arab yang sanggup menyanyi Jawa itu sulitnya setengah mati.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Itulah sebabnya orang Karang Kedempel berbakat menjadi pemimpin dunia. Kalau dalam bahasa sepakbola, bangsa Karang Kedempel berpotensi menjadi kapten kesebelasan dunia. Kapten adalah pemain yang memiliki determinasi dan penguasaan terhadap seluruh sisi lapangan dan pemain. Ia bisa berdiri pada posisi manapun. Sekiranya kiper terkena kartu merah, si kapten bisa menggantikannya. Bila back-nya cedera, dia bisa menggantikan perannya. Kalau gelandangnya kurang oke, dia bisa menopang peran si gelandang. Begitu pula jika ada masalah dengan ketajaman striker, kapten bisa mengambil peran ujung tombak itu. ltulah kapten yang sebenamya. Maka bangsa yang paling berbakat untuk menempati segala posisi adalah bangsa Karang Kedempel. Orang-orang Karang Kedempel memiliki potensi dan kecakapan berkelas dunia.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Gareng seperti tersihir mendengar kalimat kalimat Bagong. Petruk memutuskan duduk mendekat, mengabaikan bau penguk adiknya yang mandinya belum tentu setahun sekali.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Dari sudut gen, gen bangsa Karang Kedempel adalah campuran dari semua gen yang ada di muka bumi. Misalnya, kamu inggat nggak mantan Pak Kades kita yang pernah mengaku memiliki gen dan darah Cina, Arab, Persi, dan Ajisaka. Ajisaka itu bukan orang Jawa melainkan Asoka yang tak lain adalah India. Jadi orang Karang Kedempel tidak sepenuhnya keturunan Homo Sapiens sebagaimana orang Arab, Amerika, atau Latin. la adalah campuran dari Homo Sapiens dan sisi-sisa Homo Erectus. Sehingga, antropologi, sosiologi, dan psikologi orang Karang Kedempel sangat berbeda dari mereka yang keturunan homo sapiens. Maka, gen warga Karang Kedempel adalah gen campuran dan karena itu berpotensi menjadi manusia kaliber dunia. Orang-orang seluruh dunia tidak paham siapa sesungguhnya warga Karang Kedempel itu. Mereka akan kaget bahwa temyata warga kita tidak bisa dikalahkan. Orang miskin saja masih bisa sombong dan dengan penuh percaya diri akan bilang -Lho, sudah miskin kok ndak boleh sombong. Rugi dua kali dong!- Orang tidak punya saja masih bisa nraktir. ltu hanya terjadi di Karang Kedempel. Seratus bangkai motor diserahkan kepada orang Karang Kedempel dan dalam waktu satu minggu semua motor itu berfungsi kembali atau menjadi sesuatu yang baru.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Bukan cuma itu. Orang Karang Kedempel memiliki term atau konsep wibawa. Wibawa itu tidak ada di tempat tempat lain di seluruh dunia. Malaysia pun sudah mulai kehilangan wibawa. Coba temukan orang Malaysia yang punya wibawa! Datanglah ke sana dan kamu berdiri tegap tangan bersedekap sambil memandang tajam ke orang-orang, pasti tidak ada orang yang berani balik memandang kamu. Coba kalau kamu lakukan di sini, misalnya di pasar TanahAbang, ooo.. ya kujamin jadi pertengkaran. Aku punya teman-teman Chinese dari Jakarta atau Surabaya. Kalau mereka pergi ke Hong Kong, mereka sangat unggul dibanding orang Cina asli. Mereka methenteng teriak-teriak ala Jakarta, Siapa lu! atau ala Surabaya dengan suara keras, Yo opo, rek! Mereka unggul secara kewibawaan karena sudah terlatih di Indonesia. Sebab di Cina asli sana orangnya baik-baik, tertib, lugu, tetapi di sini siapa yang menjamin hidupmu. Kanu harus liar di sini. Dirampok atau tidak, kamu mesti bertanggungjawab sendiri karena tidak ada perlindungan.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Maka tidak ada pilihan lain bahwa di Karang Kedempel ini kamu harus menjadi pendekar. Kondisi inilah yang menumbuhkan sesuatu yang dalam bahasa dan konsep Jawa disebut awu. Awu itu bukan aura. Aura baru sebatas indikatif terhadap awu. Kalau krentek itu dhoq dalam bahasa Arabnya. Krentek adalah titik akurasi dari daya intuisi terhadap suatu hal. Awu tidak sama dengan aura dan krentek. Awu itu sernacam kekuatan elektromagnetik dari dalam jiwamu yang memancar kepada orang lain. Awu itu kekuatan batin yang keluarnya sedikit fisik sedikit nonfisik tapi dia bisa menguasai orang lain. Dan ini tidak ada di mana mana di seluruh dunia. Hanya orang Karang Kedempel yang kenal wibawa atau awu.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Di luar negeri dikenal istilah kharisma, tetapi itu tidak bisa melawan dimensi wibawa dan awu. Maka di Jawa, orang yang tidak bisa dikalahkan atau dilawan disebut ngawu-ngawu. Ini serius lho Reng, Truk dan hanya kamu kamu ini yang punya wibawa di seluruh dunia. Biarpun profesor di London atau di manapun, mereka pintar tapi tidak punya wibawa. Pintar secara akademis, tetapi ndlahom. Lain halnya dengan orang Karang Kedempel: tidak punya pekerjaaan dan tidak pemah sekolah tapi kereng (galak) setengah mampus. Tidak punya uang tetapi berani kawin, seperti Gareng ini, rokoknya Dji Sam Soe lagi! Nah, sayangnya, justru karena kita punya wibawa maka kita malas melakukan apa saja. Muncullah bonek-bonek. Bonek tidak hanya di Surabaya melainkan di seluruh Karang Kedempel. Semua orang ber-bondo nekat. Apakah bukan bonek jika orang berani-beraninya menjadi Kades, padahal tidak punya kemampuan untuk mengatasi masalah. Kalau bonek di Surabaya ngamuk, tentu aku tidak setuju kriminalitasnya, tetapi mari kita pelajari kenapa sampai timbul bonek seperti itu. Harus kita temukan apa keistimewaan dan keburukan bonek. Sebagai potensi, bonek tidak bisa dilawan dan karena itulah Surabaya digelari sebagai kota pahlawan. Masak berani perang, jika bukan bonek. Kalau dibaca secara positif, sesungguhnya bonek adalah bahasa Jawanya tawakkal. Padahal kita tahu bahwa tawakkal, beserta jihad dan syahid, adalah tiga senjata yang sangat ditakuti di mana-mana.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Sesungguhnya pemerintah Karang Kedempel ini adalah pemerintah yang paling enak, sebab masyarakatnya adalah masyarakat yang paling mandiri. Bencana begitu rupa dahsyatnya bisa dihadapi dengan tenang dan serba bersyukur. Sementara Badai Katerina yang melanda California membuat orang-orang di sana panik dan marah-marah kepada pemerintah Amerika. Mereka mendemo pemerintahnya yang tidak antisipatif dan tidak becus mengurusi masalah bencana alam itu. Badai di New Orleans yang tidak ada sekukunya Tsunami di Aceh menyebabkan terjadinya dehumanisasi total dan pemerintahnya dimarahin habis-habisan. Di Karang Kedempel mana ada rakyat sampai seperti itu? Harga BBM dinaikkan, bergejolak sejenak, setelah itu rakyat tenang-tenang saja, jalan jalan tetap macet penuh mobil seolah kenaikan harga BBM tidak mempengaruhi konsumsi bensin mereka. Pemerintah silih berganti dan naik turun, tetapi rakyat tetap stabil.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Orang orang di luar negeri serba serius dan mentelheng. Aku pernah ke Arab lho Truk, Reng, dan berteriak di keramaian mengucapkan salam, Asslamualaikum…. Tidak seorang pun menjawab. Ketemu polisi di sana dan saya tanya di mana makam Siti Khadijah, jawabnya cuma Wallahu a’lam……! Gila nggak sih? Orang-orang Karang Kedempel sangat mudah tersenyum, ceria, tidak tegang, dan punya banyak cara untuk menertawakan keadaan, dan itu di satu sisi sangat menyehatkan jiwa mereka.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Semua sifat dan potensi orang Karang Kedempel bisa sangat positif dalam menyongsong masa depan. Lebih-lebih ketika saat ini kita sedang memasuki tahap lingsir wengi alias kegelapan total di berbagai bidang. Musibah di darat, udara, dan lautan bertubi-tubi menampar bangsa Karang Kedempel. Belum lagi krisis internasional yang sudah mengintai, di antaranya krisis biji-bijian, padi, kedelai dan lain-lain, pada skala internasional, sehingga akan terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan tingkat konsumsi yang pasti berdampak pada munculnya gejolak dan konflik vertikal maupun horisontal.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Kalimat-kalimat Bagong mengalir lacar, membuat kedua kakaknya tak sempat untuk berkedip sekalipun</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Potensi bangsa Karang Kedempel sangat besar untuk bisa tampil dalam panggung kepemimpinan dunia, asal saja kita mau dan serius. Formulasinya bisa dicari. Pada tingkat nasional, Jakarta sudah melakukan eksperimentasinya dan hampir gagal. Sehingga, misalnya, harus ada pemecahan ibukota. Ibukota ekonomi tetap di Jakarta, tetapi ibukota politik kita pindah entah ke Bandung atau Surabaya. Pemisahan ini dimaksudkan untuk mengurangi KKN dan menormalkan restrukturisasi dan deregulasi atas apa yang selama ini menciptakan madharat bagi rakyat. Tetapi tawaran ini lebih luas dan berskala internasional. Bukan curna soal kepemimpinan politik nasional atau pada level kabinet melainkan menyangkut krisis internasional, menyangkut konstelasi internasional.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Kita juga harus mulai menggali dan mengeksplorasi kekuatan lokal serta melengkapinya dengan ilmu. Maka kegiatan yang kita lakukan di berbagai tempat adalah majelis ilmu. Orang Karang Kedempel budayanya kuat, imannya kuat, tawakkalnya kuat, namun ilmunya kurang serius, tetapi bukan berarti bodoh. Ilmu yang serius bisa berarti mau mempelajari bahwa sesungguhnya bangsa Karang Kedempel itu hebat dan saking hebatnya sampai-sampai menjadi malaikat pun pintar dan jadi setan pun juga jagoan. Sehingga yang namanya Karang Kedempel itu kontraversial. Di lain pihak kelihatannya miskin dan dilanda krisis, tetapi aku tidak bisa menemukan tingkat kemewahan hidup melebihi orang-orang Karang Kedempel ini. Ilmu yang serius bisa juga berarti menyadari bahwa hanya bangsa yang besar yang diberi ujian beruntun dan mau mengolah kejadiankejadian itu menjadi kekuatan untuk bersiap menyambut masa depan: menjadi kapten kesebelasan dunia. Menjadi pemimpin jagad raya”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Mengerti tidak kalian ini? Truk…, Reng…” Gareng mengakhiri khotbahnya. “Oooo dasar orang gila! Lha wong diajak ngomong malah melongo, ya sudah aku pergi…” Dan Bagong pun berlalu</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk dan Gareng tidak bisa memberikan reaksi apa-apa. Seharusnya mereka tidak perlu heran dan kaget atas apa yang baru saja mereka dengar, yang keluar dari mulut Bagong. Mereka juga sadar bahawa sesakti apapun mereka, Bagong hanya perlu menjentikkan telunjuknya untuk membuat mereka terpental hingga ke seberang Galaxy</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Mereka hanya pangling akan bentuk utuh dari Bagong yang sesungguhnya. Bagong terlahir dari bayangan Semar, tentu saja kebijaksanaan Semar juga menurun ke dalam jiwa Bagong. Dan kalau selama ini Bagong kelihatan liar dan bertingkah laku serta bicara sesukanya, hal itu dikarenakan peran yang harus dijalani Bagong memang harus seperti itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk seratus persen sadar bahwa yang baru saja diucapkan Bagong melalui pidatonya yang panjang lebar hanyalah sebuah satire. Sebuah sindiran bagi warga Karang Kedempel untuk berfikir dan berindak lebih produktif dan konstruktif.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Gareng pucat, jiwanya terguncang. Dia seakan tertampar dan diingatkan bahwa sopan santun yang palsu seringkali membuat manusia menjadi tumpul nalar dan batinnya. Dan dia pun ngeloyor pergi meninggalan rumah Petruk tanpa pamit, dan tanpa memperdulikan guyuran hujan yang mulai deras.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sepergi Bagong dan Gareng, Petruk baru tersadar dan segera tersenyum lebar melihat bahwa dua bakul yang sebelum nya penuh berisi singkong rebus telah tandas. Pastinya sudah pindah ke dalam perut si Bagong.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Tiba-tiba Petruk dikagetkan suara isterinya yang keluar dari bilik sambil menenteng payung,”Kang, saya mau antri elpiji dulu ya. Katanya di kelurahan ada pembagian elpiji gratis.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sumber : <a href="http://jagadwayang.wordpress.com/" style="background-color: transparent;">http://jagadwayang.wordpress.com</a></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-56482553994602267882012-10-05T21:53:00.001-07:002012-10-05T23:59:02.412-07:00Petruk Mencari Jati Diri 4 (Kita Adalah Bangsa Bibit Unggul)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;">Truk, Bapak hilang, Bapak hilang!!!” suara cempreng yang sangat dikenal Petruk, suara Gareng. Yang tergopoh-gopoh datang dengan nafas terengah. “Romo Semar hilang, Romo Semar hilang!!!”</span><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk tersenyum-senyum saja sambil menikmati hisapan terakhir rokok siongnya. Kemudian berdiri dan mengikat kayu bakar yang telah dibelahnya<br />
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Hei… Romo Semar hilang! Romo Semar hilang! RomoSemar hilang!” Gareng mengulang lagi dengan nada lebih sengit. “Apa sih yang dimaui si tua udel bodong itu? Pakai acara ngilang segala. Apa dia memang nggak tahu atau pura-pura nggak tahu kalau desa kita ini masih membutuhkan keberadaannya? Desa kita yang semakin rusak ini membutuhkan keprigelannya!”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<span id="more-18"></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Tapi Petruk memang selalu lebih cool dalam menanggapi permasalahan. Dia hanya tersenyum sambil melirik kakaknya. Kemudian malah masuk ke dalam rumah.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Dasar Petruk Kanthong Bolong! Kamu ini memang nggak punya telinga! Nggak punya perasaan! Nggak punya keprihatinan! Romo Semar hilang! Bapak kita hilang! Dengar nggak sih kamu ini?” Atas nama segala kejengkelan, kalimat Gareng jadi berbelok memaki adiknya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Namun ketika sesaat kemudian Petruk keluar membawa sebakul singkong rebus, Gareng mengembalikan kata-kata ke jalur awal, “Bapak itu manja dan jual mahal. Sudah tua bangka masih pakai acara ngambeg segala. Desa kita ini membutuhkan kepiawaian RomoSemar. Kalau dia menghilang begini, seluruh penduduk desa menjadi yatim piatu sejarah. Bahkan bukan hanya penduduk Karang Kedempel saja, tapi seluruh alam semesta akan meratap. Menagisi nasibnya. Apakah dia jengkel kepada Pak Kades, sehingga tidak mau lagi jadi Punakawan?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Gareng mengambil sinkong, sekaligus dua biji, menggigit dan mengunyahnya sambil meneruskan pidatonya, “Apakah Bapak menganggap Pak Kades demikian tak pantasnya uantuk ditemani karena sudah sedemikian tak tahu diri. Salahnya orang-orang juga sih, memanggil Bapak dengan sebutan Ki Lurah Semar. Pak Lurah yang asli jadi jengkel, sehingga sebutan Lurah diganti menjadi Kades!”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sampai disini Petruk sadar keadaan, dia langsung mengambil singkong rebus sekaligus tiga biji. Kalau keadaan tetap seperti ini, dia nggak bakalan kebagian singkong. Karena Petruk sangat faham, sebentar lagi Kang Gareng akan melanjutkan pidato kenegaraannya yang tentu akan sangat panjang, serta diikuti dengan mengunyah semua singkong-singkong rebus itu sampai habis.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Apakah Bapak sudah memuntahkan kembali bumi dari perutnya? Apakah dia sudah masuk kembali menyelusup ke dalam rahim Dewi Wirandi ibundanya? Ataukah Semar sudah pupus di cahaya mata Sang Hyang Tunggal ayahandanya yang memang sudah lama sekali dirindukannya?” Gareng meneruskan bait-bait sajaknya sambil memasukkan gumpalan-gumpalan singkong ke dalam mulutnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Hidup Kang Gareng! Hidup Gareng! suiit.. suit” Petruk berteriak, bertepuk tangan, dan bersiul panjang.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk merasa perlu memotong orasi Gareng. Karena kalau tidak, pidato Gareng akan jadi berkepanjangan. Bahkan mungkin samapai berhari-hari tanpa henti. Yang lebih dikhawatirkan oleh Petruk adalah bahwa hilangnya Semar hanyalah refleksi khayalan kakaknya yang berhidung extra large ini</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sekali lagi Petruk dibuat terheran-heran. Bagaimana mungkin di sebuah dusun seperti Karang Kedempel ini ada orang seperti Gareng, yang mempunyai wawasan mengagumkan melebihi punggawa-punggawa desa. Bahkan pengetahuan Gareng lebih hebat ketimbang kemampuan Pak Kades sendiri. Padahal Gareng ini tidak pernah makan bangku sekolahan</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Berapa sih cicilan utang yang harus Kang Gareng bayar hari ini? Debt colectornya sudah datang toh? ” tanya Petruk.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Mata Gareng semakin juling, “Kurang ajar kamu Truk, apa kamu kira aku ini pura-pura gila?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Atau barangkali Kang Gareng habis berantem sama Mbakyu?” tanya Petruk lagi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Sialan kamu, apa kamu anggap aku main-main? Heh, dengar ya! Buka telingamu lebar…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Dari dulu telingaku ya sebesar ini mana mungkin dibuat jadi lebih lebar. Kang Gareng ini nganeh anehi lho,” Petruk memotong, sebelum sumpah serapah kakaknya ini keluar. Dia ingin sedikit membuat kepala Gareng lebih dingin. Dan berhasil!</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Nada suara Gareng merendah, “Truk, apa jadinya dusun kita ini kalau Bapak menghilang tanpa pesan seperti ini?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Kang, Bapak tidak pernah dan tidak akan pernah hilang. Bapak tidak akan kemana-kemana kok. Tapi memang dia ada dimana mana”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Lho, kamu mau adu filsafat dengan aku?” nada suara Gareng meninggi lagi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Adu filsafat bagaimana toh Kang?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Lha itu tadi, bicaramu seperti ahli filsafat saja, mungkin kamu sudah mulai ketularan romo Semar, atau barangkali Bapak sudah merasuk dalam ragamu ya Truk…”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Hus…, Kang Gareng ini lho ada-ada saja, tubuhku yang kurus ini apa ya muat dimasuki Bapak yang gedenya hampir sama dengan satu kontainer peti kemas itu,” Petruk mencoba melumerkan ketegangan Gareng, tapi tidak berhasil.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Kita harus segera menemukan Bapak, Truk. Romo Semar harus bertanggung jawab akan keadaan Dusun Kareng Kedempel saat ini. Ini semua juga gara-gara ajarannya.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Ajaran Romo yang mana, Kang?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Romo Semar mengajarkan bahwa kita harus berjiwa besar dan rendah hati. Saking merasuknya ajaran ini ke dalam jiwa setiap penduduk Karang Kedempel, sampai-sampai mereka sulit membedakan mana kerendahan hati dan mana yang namanya kesombongan,” Gareng duduk di atas lincak sembari menaikkan satu kakinya. Tak lupa sambil mengunyah singkong rebus.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Kali ini Petruk memutuskan untuk membiarkan saja Si Gareng yang mulai berancang-ancang berkhotbah. Bahasa tubuh kakaknya sudah sangat dikenal oleh Petruk.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Semar bilang bahwa penduduk Karang Kedempel adalah bangsa bibit unggul, lebih dari itu: dalam konteks evolusi pemikiran, kebudayaan dan peradaban- kita adalah bangsa garda depan, avant garde nation, yang derap sejarahnya selalu berada beberapa langkah di depan bangsa-bangsa lain di muka bumi.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Bapak juga bilang, bahwa pakar dunia di bidang ilmu sosial, ilmu ekonomi, politik dan kebudayaan, sudah terbukti “terjebak” dalam mempersepsikan apa yang sesungguhnya terjadi pada bangsa kita. Penduduk seluruh dunia membayangkan Karang Kedempel adalah kampung-kampung kumuh, banyak orang terduduk di tepi jalan karena busung lapar, mayat-mayat bergeletakan, perampok di sana sini, orang berbunuhan karena berbagai macam sebab. Negeri yang penuh duka dan kegelepan.” Sekali tarikan nafas, dan Gareng melanjutkan orasinya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Padahal di muka buni ini mana ada orang yang bersuka ria melebihi warga Karang Kedempel. Tak ada orang bersuka ria melebihi orang Karang Kedempel. Tak ada masyarakat berpesta, tertawa-tawa, jagongan, kenduri, serta segala macam bentuk kehangatan hidup melebihi kebiasaan masyarakat kita. Tak ada anggaran biaya pakaian dinas pejabat melebihi yang ada di Karang Kedempel. Tak ada hamparan mobil-mobil mewah melebihi yang terdapat di dusun kita ini. Import sepeda motor apa saja dijamin laku, berapa juta pun yang kau datangkan kenegeri ini.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Kata Romo Semar lagi, bahwa penduduk dunia menyangka kita sedang mengalami krisis, padahal berita tentang krisis dudun kita adalah suatu ungkapan kerendahan hati. Penduduk dunia sering tidak mengerti retorika budaya masyarakat kita. kalau kita bilang “silahkan mampir ke gubug saya” -mereka menyangka yang kita punya adalah gubug beneren, padahal rumah kita adalah Istana, yang Gubernur di Argentina dan Menteri di Mesir pun tak punya macam kita punya”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Kalau kita bilang kalau dusun kita sedang krisis, itu adalah semacamp tawadlu’ sosial, suatu sikap yang menghindarkan diri dari sikap sombong. Kalau pemerintah kita terus berhutang trilyunan dolar, itu strategi agar kita disangaka miskin. Itu taktik agar dunia meremehkan kita. Karena kita punya prinsip religius bahwa semakin kita direndahkan oleh manusia, smakin tinggi derajat kita dihadapan Allah. Semakin kita diperhinakan oleh manusia di muka bumi, semakin mulia posisi kita di langit.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Dulu ketika Kades kita seorang yang buta, sejumlah orang di luar dusun mengejek kita: Apa dari 210 juta penduduk dusunmu tidak ada lagi seorang pun yang punya kemampuan menjadi Kades sehingga harus mengangkat seorang pimpinan pesantren yang buta? Ketika kemudian kita mempunya seorang Ibu Kades sebagai pemimpin dusun ini, mereka juga bertanya dengan sinis: Apa penduduk dusunmu itu 99% wanita sehingga tidak ada satu lelakipun yang mungkin menjadi Kades?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Aneh memang bahwa bangsa-bangsa di luar Karang Kedempel yang katanya lebih terpelajar dan lebih beradap ternyata hanya memiliki pemikiran linier dan tingkat kecerdasannya tidak bisa diandalkan. Mereka tidak punya fenomena budaya sanepo, misalnya. Juga tak punya pekewuh. Kita sebagai bangsa yang berkebudayaan tinggi dan berperadaban unggul – tidaklah akan pernah memilih suatu sikap sosial yang gemedhe atau adigang adigung adiguna. Kita tak akan pernah pamer keunggulan kepada bangsa lain, dan itulah justru tanda keunggulan budaya kita. Kita tidak akan mencari kepuasan hidup dengan melalui sikap ngendas-sendasi bangsa lain. Kita adalah bangsa yang memiliki kemuliaan batin karena sanggup memprakekkan budaya andap asor, budaya rendah hati.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Jangankan soal Kepala Desa. Tim nasional sepakbola kita pun dirancang sedemikian rupa sehingga jangan sampai menangan atas kesebelasan bangsa bangsa lain. Sudah berpuluh tahun kita mempraktekkan filosofi ngalah kuwi dhuwur wekasanane, mengalah itu luhur derajatnya. Olah raga bulutangkis yang dulu dusun kita pernah membuktikan sebagai bangsa yang tidak bisa dikalahkan oleh tim dari bangsa manapun termasuk Cina yang berpenduduk 1,2 milyar. Sekarang kita menyesal kenapa mempermalukan Cina, sehingga bulutangkis kita sekarang kita bikin bagus, tapi sering mengalah…” Terengah-engah Gareng menyelesaikan kalimat-kalimatnya</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Coba bayangkan Truk, ajaran Romo Semar yang macam itu apa tidak terlalu tinggi untuk dicerna warga Karang Kedempel? Bukannya mereka jadi rendah hati, bahkan sebaliknya, mereka semakin sombong”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Wah, jadi Kang Gareng menganggap tingat kecerdasan warga Karang Kedempel masih dibawah standart untuk bisa menyerap ilmu Romo Semar, begitu?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Lha wong Gareng itu memang goblog kok, sama goblognya dengan Semar, kamu jangan ikut-ikutan goblog Truk!!!” Tiba-tiba Gareng dan Petruk dikejutkan oleh suara parau, sengau dan kalimatnya sangat tidak sopan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Suara dan gaya bahasa yang sudah sangat mereka kenal. Dan mereka segera sadar bahwa sudah ada sosok ketiga berada diantara mereka. Makhluk berbadan bulat tak berbentuk, seakan hanya onggokan daging. Bermata sebesar baskom, hidung pesek, mulut lebar sampai ke telinga. Siluetnya sekilas mirip Semar. Dia adalah Bagong, anak bungsu Semar.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Dan yang membuat Gareng dan Petruk lebih terkejut adalah singkong yang masih tersisa kira-kira sepuluh biji langsung habis sekali tenggak kedalam mulut Si Bagong.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk hanya tersenyum, lain halnya dengan Gareng, “Kampret! Anak nggak kenal sopan santun! Manggil orang tua yang sopan! Panggil dengan sebutan Bapak atau Romo, jangan asal panggil Semar Semar! Romo Semar itu bapak kita, tahu nggak?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Lha wong namanya Semar kok minta dipanggil Romo, Semar ya Semar,” Bagong memang selalu apa adanya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Duh Gusti nyuwun ngapuro, tunjukkanlah bagaimana caranya menyadarkan dan mengajarkan kebudayaan kepada seekor munyuk ini…” juling mata Gareng semakin menjadi-jadi.</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-25206728820617772062012-10-05T21:52:00.002-07:002012-10-05T23:59:31.549-07:00Petruk Mencari Jati Diri 3 (Samrat Rajasuya, Tragedi Kematian Supala)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;">Memang benar bahwa Semar bukan bapak kandung Petruk. Juga benar bahwa Jelmaan Sang Hyang Ismoyo ini yang menyeret Petruk ke Mayapada. Tapi tak ada sedikitpun perasaan menyalahkan bapaknya atas semua kejadian yang telah terjadi padanya. Tak ada secuil pun fikiran bahwa dirinya di fitakompli oleh Kiai Semar Bodronoyo.</span><br />
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<br />
<a name='more'></a></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk tak pernah menyesali ujudnya yang tidak proporsional, jauh dari postur ideal seorang manusia. Hidung kelewat panjang, lengan yang menjulur kebawah melampaui lutut, badan kurus tapi perutnya buncit, wajah tirus mulut lebar hampir menyentuh telinga. Padahal dulunya, sebelum menjadi Petruk, dia ini bernama Prabu Mercukilan, raja jin yang tampan dan gagah perkasa. Kesaktian Prabu Mercukilan tidak ada yang menyangsikan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<span id="more-17"></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Suatu saat Prabu Mercukilan memasuki kahyangan Junggring Saloko, minta salah seorang dewi kahyangan bernama Utari untuk dijadikan isteri. Permintaannya ditolak, raja jin ini mengamuk mengobrak-abrik kerajaan dewa-dewa tersebut. Tak ada satu dewa pun yang mampu mengimbangi kesaktian raja yang kasmaran ini. Batara Guru Sang Hyang Otipati si Maha Dewa pun tak luput dibuat babak belur.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Keributan di kahyangan ini akhirnya dapat diredam setelah Kiai Semar bersedia turun tangan. Meskipun tidak mudah, akhirnya Prabu Mercukilan dapat ditaklukkan Kiai Semar setelah menjalani pertempuran seabad lamanya. Pertempuran yang tak urung menyisakan cacat fisik menetap pada diri raja jin biang onar, hilang sudah wajah tampan, tubuh gagah perkasa. Berubah menjadi wujud Petruk yang sekarang ini. Selanjutnya Petruk diangkat anak oleh Semar menjadi adik Gareng yang sejatinya juga raja taklukan kiai Semar.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Tak ada setitikpun perasaan dendam di hati Petruk terhadap bapaknya ini. Yang ada justeru rasa hormat yang teramat dalam. Tapi meskipun sudah berabad-abad dia mengikuti langkah bapaknya, sungguh tidak mudah untuk memahami semua keputusan yang diambil oleh Ki Lurah Semar Bodronoyo ini. Bahkan acap kali menyisakan rasa gemas di hati Petruk. Pengalaman menyaksikan terbunuhnya Ekalaya, adalah satu dari ribuan kejadian yang mau tidak mau memaksa Petruk berfikir keras untuk menemukan alasan apa yang mendasari sikap bapaknya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sikap Bagong, adiknya, yang terkesan cuek dan selalu mengabaikan sopan santun. Serta sikap Kang Gareng yang ekspresif sehingga terkesan mendramatisir masalah. Keduanya merupakan hal yang juga selalu menimbulkan sedikit kekhawatiaran di hati Petruk.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Mudah-mudahan Kang Gareng belum cukup dianggap sekaliber dengan Ekalaya, sehingga harus dilenyapkan. Meskipun tindakan melenyapkan Gareng bukan pekerjaan mudah, kesaktian anak sulung Semar ini tak bisa ditandingi oleh dewa dan ksatria manapun juga. Yang dikhawatirkan Petruk adalah tipu daya, muslihat, kelicikan atau keculasan yang sering kali terbukti bisa mengalahkan kesaktian yang mahambara sekalipun.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Masih segar di ingatannya, kejadian terbunuhnya Supala, yang juga menyisakan penasaran dihati Petruk. Supala adalah Patih Kerajaan Magada, bukan raja, tidak punya pengaruh apa-apa. Juga tidak sesakti Ekalaya. Toh mati juga digilas oleh Sri Kresna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Apakah perlu Sri Kresna pamer kesaktian? Apakah perlu memberangus seseorang yang tidak berpengaruh? Apakah kritikan selalu dianggap sebagai ancaman? Apakah perbedaan harus ditiadakan?</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Dan yang lebih membuat bingung: mengapa Kiai Semar membiarkan ketidakadilan terjadi? Semar adalah Mbah Biangnya kesaktian, apa sulitnya menghalangi kesewenang-wenangan?</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Peristiwa bermula di negeri Indraprastha yang dirajai oleh Prabu Puntadewa atau Yudisthira si Darah putih bermaksud mengadakan samrat, semacam perjanjian persekutuan politik dan ekonomi dengan beberapa negara tetangga. Kerajaan Hindustan, Pracicu, Mandaraka, Malawa, Sindu dan yang lainnya menerima itikad baik usul persahabatan itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Pada saat upacara Rajasuya, yakni penobatan persekutuan itu, kurang jelas bagaimana proses mekanisme lobinya, Sri Kresna diangkat sebagai ketua sidang.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Apakah semua sepakat demikian? Ternyata tidak, ada kaum separatis, sempalan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Ada sebuah instrumen musik yang berjalan dan berbunyi tidak sesuai dengan kerangka aransemen telah dirancang susah payah oleh Kresna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Orang tolol dari mana yang berani-beraninya menabrak tatanan baku? Siapa yang mengajari dia bertindak bodoh untuk menjebol aturan, keluar dari pakem?</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Ya itu tadi. Supala namanya. Patih Kerajaan Magada. Apakah ia seorang idealis? Seorang independen? Seorang pemegang teguh ideologi yang bersedia membelah gunung dan merobek langit untuk memperjuangkannya? Ataukah hanya sekedar satria yang menghargai kemerdekaan berpendapat lebih mahal dari nyawanya sendiri?</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Benar bahwa Prabu Jarasanda Raja Magada junjungannya, baru saja diremukkan kepalanya oleh Bima, saat berlangsungnya penaklukan Indraprastha atas Magada. Penaklukan. Perhatikan baik-baik: Penakluklan!</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Tentu saja Supala adalah orang yang paling memiliki hak sejarah untuk bertanya di forum yang mengangkat Prabu Kresna: “Hai titisan Wisnu yang merasa dirimu paling bijaksana!Ini Samrat atau kolonialisasi? Persekutuan ataukah penaklukan? Ini kesepakatan atau titah?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Forum menjadi senyap saat Supala tiba-tiba mengangkat tangan dan mengeluarkan protes keras, langsung menohok kepada Sri Kresna. ” Semua ini hanyalah sandiwara! Semua ini hanya bersumber pada muslihat Paduka Yang Mulia Bathara Kresna, saat ini kita dihimpun untuk melakukan upacara palsu seolah-olah kita sedang merundingkan persahabatan. Saya akan mencabut kata-kata saya, kalau sidang ini tidak dipimpin oleh Kresna!”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sidang samrat gempar. Semua raja dan utusan yang hadir tahu persis apa yang selanjutnya akan terjadi. Sang Kresna mengankat leher dan mendongkakkan kepala.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Apa maksudmu, Supala?” terdengar suara Kresna datar, mengerikan semua hadirin.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Saya mengajukan keberatan atas dasar dua hal,” jawab Supala</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Kamu merasa dendam atas kematian rajamu?”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Itu adalah hal terakhir. Tapi yang penting adalah, pertama, kita yang ada di sini semua tahu betapa saktu Paduka Kresna. Tak seorangpun dalam pertemuan ini sanggup mengalahkan Paduka. Hali ini bisa menjadi sumber bias dalam perundiangan samrat ini. Perundingan ini seharusnya tak ada hubungannya dengan kesaktian. Kesaktian hanya bertempat tinggal di peperangan. Perundingan adalah tempat bertemunya semangat kerja sama dan itikad untuk saling membantu, serta kesediaan untuk saling memelihara kesejahteraan. Kalau kesaktian dianggap sebagai ukuran, maka perundingan hanya mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang kesaktiannya berimbang”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Teruskan,” sahut Kresna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Semua yang hadir merasa aneh Kresna tidak membantah argumentasi Supala. seharusnya ia bisa mengemukakan bahwa yang memimpin sidang bukan kesaktian, tapi Sri Kresna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk yang melihat kejadian ini, meskipun dia tidak berhak mengeluarkan meskipun hanya sekedar satu suku kata dari mulutnya, langsung merasa gelisah. Dia sangat mengerti, betapa mengerikannya paham kekuasaan Bathara Kresna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Saat dia hendak bertanya kepada bapaknya, dia sudah mendapati Kiai Semar mendengkur di bawah pohon beringin di luar ruang perundingan. Petruk tahu bapaknya hanya pura-pura tidur.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Aku usul agar sidang ini dipimpin oleh orang yang paling rendah tingkat kesaktiannya,” lanjut Supala.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Forum mendengung. “Aku yakin tak seorangpun mau maju untuk menjadi pimpinan yang direndahkan,” kata Kresna.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Paduka jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan sendiri. Ini pertemuan runding, bukan pertemuan titah!”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Baiklah teruskan,” nampak sekali Kresna menahan diri.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Hal yang kedua,” lanjut Supala, “Nalar perundingan Samrat ini akan absurd jika diketuai oleh seorang yang bisa seenaknya mengatasnamakan kehendak Dewa-Dewa. Pendapatnya akan dipaksakan atas nama dewa, atas nama kerja sama, tapi dalam penafsiran sepihak. Saya sama sekali tidak mengatakan bahwa Paduka tidak memiliki keabsahan mengaku atau dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu. Tapi konsep semacam itu selalu cenderung mengurangi daya nalar kita atas persoalan-persoalan serta menurunkan kesehatan proses perundingan!”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Forum Samrat menjadi benar-benar mencekam. Semua yang hadir berdegup kencang jantungnya dan hampir tak bernafas.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Sudah, Supala?” suara Kresna bergetar.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Sudah, Paduka!” jawab Supala</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk yang sudah sangat hafal pola pikir titisan Wisnu, tahu persis apa yang selanjutnya akan terjadi.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“Aku hargai semua pendapatmu tanpa harus kusebut bahwa kamu adalah anak kemarin sore yang berakal ngawur dan berilmu dangkal,” suara Kresna memeacha kesunyian, “Di Mayapada ini setiap manusia boleh mengemukanan apa saja, tapi harus mengerti dalam situasi apa dan bagaimana ia kemukakan pendapatnya. Siapa saja boleh mengkritik, tapi harus dengan garis ketenteraman Mayapada. Semua boleh ngomong apa saja, tapi tidak dengan melanggar keselarasan, kesatuan dan persatuan. Adapun yang kamu lakukan Supala.”—Waktu bagaikan berhenti oleh kalimat Kresna— “Adalah penghinaan atasku didepan umum! Masalahnya sekarang ini bukanlah soal perbedaan pendapat, melainkan tindakan pidana penghinaan. Bukan sekedar penghinaan Satria kepada sesepuhnya, tapi juga penghinaan seorang lelaki kepada lelaki yang lain.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Daun-daun gugur dari tangkainya. Mendung tiba-tiba merapat dan angin menyisih menjauh.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sri Kresna bermaksud menyelesaikan persoalan itu secara lelaki. Ia meloncat ke pintu gedung Samrat, keluar ke halaman, “Keluarlah, Supala! Hadapi aku secara jantan.”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Seluruh hadirin beranjak dan keluar gedung dalam kesenyapan. Suasana menjadi beku. Tidak akan terjadi duel. Tak kan ada perkelahian. Ini adalah pembantaian. Supala hanyalah seseorang, sedangkan Kresna adalah segala-galanya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk bingung, hanya bisa mengurut dada. Ingin bertanya ke bapaknya, tapi Kiai Semar ngorok semakin keras. Gareng dan Bagong entah pergi kemana. Petruk hanya mencoba untuk bersikap rasional dan proporsional, mengesampingkan segala perasaan dan opininya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sesungguhnya ini sangat memalukan. Tidak satu sel pun dari tubuh Kresna yang perlu ber-tiwikrama untuk sanggup menumpas Patih Supala. Bahkan gerak kegagahan yang ditampilkan oleh Raja Dwarawati pelindung Pandawa itu tak menghasilkan apapun kecuali mengerdilkan derajad Sri Kresna Sendiri. Ini adalah opini Petruk.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Demikianlah, Kresna hanya perlu menjentikkan jari kelingking, musnahlah kehidupan Supala!</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Namun toh Kresna merasa perlu mendemonstrasikan keperkasaannya di depan Raja-Raja yang hadir. Sesudah ribuan anak panah Supala hangus menjadi debu sebelum mencapai tubuh Kresna, Titisan Wisnu yang maha bijaksana itu memuntir kepala Supala!</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Seluruh hadirin terdiam. Suasana teramat kaku. tapi itu tak berlangsung lama. Saat terdengar salah seorang bertepuk tangan, maka semua yang hadir pun riuh bertepuk tangan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Kegembiraan muncul dengan anehnya. Mereka seolah-olah, tahu bersungguh-sungguh, mensukuri mampusnya seorang yang mengancam keselarasan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Persoalannya gamblang. Itu semua bukan hanya sekedar pertunjukan tentang paham kekuasaan. Tapi juga pameran perikebinatangan. Atau semacam gangguan kejiwaan amat serius yang terjadi pada manusia yang karib bergaul dengan kekuasaan.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Wajah Petruk pucat pasi, badan serta kaki dan tangannya menjadi dingin tak ubahnya sebongkah es. Tak ada lagi keinginan bertanya kepada bapaknya. Hatinya teriris-iris untuk kesekian ribu kalinya.</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
“… Duh Gusti, apakah Engkau akan mengangkat sebagai utusanMu, makhluk yang justeru gemar melakukan kerusakan di muka bumi, makhluk yang gemar menumpahkan darah diantara sesamanya? Padahal..”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Petruk melamunkan semua peristiwa itu sambil menghabiskan rokok siongnya yang tinggal segelintir dan bersandar pada tumpukan kayu bakar yang baru selesai di belah-belahnya. Lamunannya buyar karena teriakan Gareng “Truk!!!… Semar hilang! Semar Hilang”</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
Sumber : <a href="http://jagadwayang.wordpress.com/" style="background-color: transparent;">http://jagadwayang.wordpress.com</a></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-36866040263535300892012-10-05T21:50:00.002-07:002012-10-06T00:00:09.491-07:00Petruk Mencari Jati Diri 2 (Tumpasnya Ekalaya)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;">Meskipun selalu berusaha memahami keadaan sebagaimana apa adanya, Petruk tidak sepenuhnya bisa menerima jalan fikiran tuan-tuanya yang seringkali melanggar “paugeran” (aturan), bahkan tak jarang mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.</span></div>
<div style="background-color: white; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; text-align: justify;">
Bendoro-bendoronya yang selalu diasumsikan sebagai pihak yang benar, ternyata pada kenyataannya seringkali melakukan tindakan yang cenderung keji. Kenyataan yang mau tidak mau menimbulkan perang di batin Petruk, perang batin yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya.</div>
<br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;"><br /></span></div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“… midero sak jagat royo, kalingono wukir lan samudro, nora ilang memanise, dadi ati selawase…”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<span id="more-16"></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Sayup-sayup tendengar tembang mendayu-dayu, membuat Petruk menghentikan ayunan kapaknya. Dia teringat kejadian yang menyedihkan sekaligus memalukan, kisah tumpasnya Ekalaya</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Awal peristiwa terjadi di suatu siang yang gerah di tepi hutan yang nampak sejuk. Petruk tak mampu menyembunyikan kegelisahan, dia menangkap gejala alam, sesuatu akan terjadi, sesuatu yang tidak menyenangkan.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Semar memejamkan pura-pura tidur, Gareng sibuk menulis puisi tentang kegelisahan hati. sedangkan Bagong mondar mandir dengan wajah seperti arca tanpa ekspresi. Semua gelisah.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Mereka sedang menemani momongan sekaligus tuan mereka, Raden Arjuna yang juga bernama Janaka, Permadi atau Parto, satria lelananging jagat panengahing pandawa. Mereka sadar sepenuhnya bahwa masalah yang akan timbul bersumber pada momongan mereka ini.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Sangat jelas dimata batin Petruk, aura yang nampak dari pancaran wajah ndoronya ini. Aura yang memalukan, aura yang bersifat “rendah”. Dan Petruk pun sudah sangat hafal dengan tabiat tuannya yang satu ini.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Kegelisahan para punakawan ini segera terjawab. Tiba-tiba dihadapan mereka mucul seorang kesatria tampan (meskipun tak serupawan Arjuna), berkacak pinggang dengan wajah marah. “Hai Arjuna, kalau kamu memang merasa laki-laki hadapi aku, Ekalaya”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Laki-laki ini adalah Bambang Ekalaya, raja kerajaan Nisada. Apa pasalnya sehingga lelaki gagah ini sedemikian murkanya?</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Beberapa saat yang lalu saat matahari baru saja memancarkan sinarnya ke bumi, ditepi hutan ini, ada seorang wanita cantik yang sedang dikejar-kejar oleh segerombolan raksasa. Setelah terkejar wanita ini dekepung rapat. Raksasa-raksasa ini berhaha-hihi, bagai segerombolan kucing yang berebut seekor tikus.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Dewi Angraeni nama wanita cantik ini. Apa daya seorang wanita dihadapan segerombolan raksasa? Dia hanya bisa berteriak meminta tolong.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Teriakannya terdengar oleh Raden Arjuna. Bagi Arjuna yang sakti mandraguna, bukanlah hal yang sulit untuk bertindak. Dengan sekali sentakan, hilang sudah nyawa semua raksasa.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Arjuna memandang Anggraeni dengan tatapan mata aneh, tatapan mata yang muncul karena bangkitnya dorongan yang bersifat rendah. Senyum Arjuna juga senyum kurang ajar. Anggraeni bukannya tidak merasakan hal ini.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Sang dewi mengucapkan terimakasih atas pertolongan yang diterimanya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Tapi ternyata ucapan terimakasih saja, tidak cukup bagi Raja Madukara ini. Den Bagus Casanova Raden Janaka, playboy kelas internasional yang jumlah isterinya sudah tak terbilang ini menginginkan yang lebih dari itu!!! Dia menginginkan dilayani bercinta sebagai imbalan jasanya!!! Duh Gusti…</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Saya sudah bersuami, Raden”, tampik Anggraeni</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Apa masalahnya kalau kamu sudah bersuami? aku bisa membunuh suamimu”, jawab Arjuna enteng. “Dan lagi pula apakah suamimu setampan aku? Apakah dia sekaya aku? Aku ini Raja agung”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Anggraeni juga tahu Arjuna gagah perkasa tampan tiada banding, dia juga tidak memungkiri sesungguhnya dia juga tertarik. Namun bagi Anggraeni, cinta terlalu agung untuk diperjualbelikan. Dia bercinta karena memang mencintai. Baginya tidak ada cinta bagi laki-laki macam Arjuna. Anggraeni adalah pribadi yang bahagia dengan bersetia kepada cintanya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Dia menolak keras!!!</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Sebelumnya, Arjuna tak pernah menerima penolakan dari wanita. Ratusan wanita dan dewi-dewi dari kahyangan pun berebut untuk jatuh dalam pelukan Don Juan titisan Batara Indra ini.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Penolakan ini semakin menyulut birahi Arjuna. Kobaran nafsu membuat buta hatinya. Dia hendak memaksakan kehendaknya. Anggraeni terancam menjadi korban perkosaan. Apalah daya Anggraeni berhadapan dengan kesaktian Arjuna? Dia berlari…. sampailah ke tepi jurang!!! Dead end!!! Jalan buntu!!!</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Dalam putus asa nya, Anggraeni melompat ke jurang. Luncuran tubuhnya ke jurang yang sangat dalam membuatnya pingsan. Untunglah seseorang menyambar tubuhnya sebelum terbentur dasar jurang, orang itu adalah Dewi Ipri, ibunya sendiri.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Dewi Anggraeni adalah isteri Bambang Ekalaya yang sedang berhadapan dengan Arjuna. Dia menuntut pertanggungjawaban atas perlakuan yang diterima isterinya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Sangat wajar kalau Ekalaya jadi berang. Jangankan seorang raja, Petruk pun akan mengangkat pecoknya kalau isterinya diganggu orang.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Tantangan Ekalaya dilayani oleh Arjuna. Duel berlangsung singkat. Hanya satu jurus, Arjuna terkapar tak bernyawa!!!</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Bagaimana bisa jagoan andalan Pandawa yang sakti mandraguna, murid terkasih Pendeta Durna, kalah oleh seorang yang tidak terkenal?</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Sepuluh tahun sebelumnya, Ekalaya pernah datang menghadap Durna untuk diterima sebagai murid. Durna menolak, karena Ekalaya hanyalah raja sebuah kerajaan kecil. Durna hanya menerima murid dari kalangan kerajaan-kerajaan besar dan elit macam Astina, Nisada tidak masuk itungannya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Penolakan Durna tidak membuat Ekalaya patah semangat. Dia menyepi dan mendirikan sebuah tenda di sebuah tempat rahasia. Di dalam tenda itu dia mengukir sebongkah kayu menjadi patung Durna. Setiap hendak mengasah ilmu kanuragan, dia selalu bersemedi di depan patung Durna, memohon bimbingan dari “guru”nya. Dia bukan sekedar murid yang hanya “menerima” tapi dia adalah murid yang “mencari”, murid yang “mencari” akan selalu lebih hebat daripada seorang murid yang hanya “menerima”. Oleh karena itu Ekalaya jauh lebih sakti ketimbang Arjuna.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Ekalaya menginjak dada Arjuna dan berkata “Kalau ada yang tidak menerimakan kematian keparat ini, silahkan datang padaku”. Dan kemudia dia berlalu.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Wajah Petruk pucat pasi, tidak tahu harus berbuat apa. Dia faham betul siapa yang bersalah. Gareng meratap dan bersiap dengan bait-bait sajak duka nya. Bagong menangis menjerit-jerit.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Menangis memang adalah salah satu tugas punakawan, mereka menangis bukan karena menangisi kepergian tuannya. Mereka menangis menyesali alasan kematian Arjuna. Mereka malu mengetahui kelakuan tidak bermartabat tuannya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Semar tetap mendengkur. Petruk tahu persis bahwa bapaknya itu hanya pura-pura tidur…</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Gareng sudah mulai dengan sajaknya, “Bumi akan berduka, langit akan menangis bertahun-tahun, mengiringi kepergian Raden Arjuna. Seluruh rakyat akan berkabung dan meratapi pemakaman raja yang agung…”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Tidak ada pemakaman dan tidak ada perkabungan!!!”, tiba-tiba saja Sri Kresna sudah berdiri dihadapan Gareng dan membentak.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Gimana toh Ndoro Kresna ini, apa jasad Den Rejuno dibiarkan dimakan anjing hutan, kok nggak dimakamkan, pripun toh, nganeh-anehi?” Bagong nimbrung.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Arjuna belum waktunya mati, ” Kresna berujar.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Oooo… jadi Yamadipati si Dewa Maut salah administrasi ya?” Bagong memang tidak sopan.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Perang Baratayudha memerlukan keberadaan Arjuna. Adik iparku ini harus hidup lagi” Kresna semakin tegas, sembari mengeluarkan pusaka Kembang Wijayakusuma untuk menghidupkan lagi Raden Arjuna</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Biyuh… orang mau mati kok nggak boleh. Apa hanya gara-gara Baratayudha trus Den Rejuno harus hidup terus? Lha kok enak” Bagong makin tak terkendali, “Lha apa para dewa di kahyangan sudah terlanjur mengeluarkan biaya yang besar untuk skenario perang Baratayudha? Sehingga perang nggak boleh batal?”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Kamu bisa diam atau tidak???” Kresna membentak, wajah Bagong tetap datar dan dingin seperti dinding candi.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Apa yang terjadi Kanda Prabu?” Yudistira datang dan bertanya, diikuti oleh Bima, Nakula dan Sadewa. Lengkaplah Pandawa!!!</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Ah… Dimas Yudistira sudah datang, aku akan menghidupkan lagi Dimas Permadi yang baru saja dibunuh oleh penjahat Ekalaya, lalu…”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Yang penjahat bukan Ekalaya!!!” Petruk memotong kalimat Kresna yang belum selesai.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Jaga mulutmu Petruk!!!”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Justeru karena saya menjaga mulut, maka saya bicara yang sebenarnya!!!”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Dengkuran Semar yang mendadak makin keras menghentikan perdebatan Kresna-Petruk.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Suasana jadi kaku. Yudistira nampak bersedih. Bima menggeretakkan gigi tanpa mengeluarkan satu kata pun. Bima adalah orang yang jujur, dia marah bukan karena Arjuna terbunuh, tapi dia sangat malu mengetahui alasan mengapa adiknya menemui ajal.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Kresna menghampiri jasad Arjuna. Sekali usap hiduplah kembali Raden Arjuna!!!</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Terimakasih Kakang Kresna, sekarang saya akan pergi menuntut balas”, kalimat pertama yang keluar dari mulut Arjuna membuat Petruk mendadak mual hebat.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Kresna tersenyum, “Seribu Arjuna tak akan mampu menandingi kesaktian satu orang Ekalaya, Dimas harus faham hal ini”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Kalau begitu biarkan saya mati menebus malu, saya, Arjuna, tidak mau hidup satu atap langit dengan Ekalaya”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Baiklah kalau begitu, biarkan saya yang akan menyelesaikan masalah kecil ini. Dimas Yudistira, ajak adik-adikmu pulang ke Amarta. Gareng, Petruk, Bagong ikut aku. Eee lhadalah… Kakang Semar lha kok malah tidur terus?”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Hemmm….., Anakmas Prabu tahu persis apa yang saya lakan lakukan kalau saya tidak tidur, oaahmmmm” Semar menjawab pertanyaan Kresna, dan tidur lagi.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Petruk tahu persis bahwa Kresna adalah rajanya ahli tipu muslihat, dia berusaha menerka apa yang akan dilakukan titisan Wisnu ini.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Dan Petruk juga gemas melihat bapaknya tidak berkomentar apa-apa. Sambil menahan gejolak hati dia mengikuti langkah kedua saudaranya, dia bisa merasakan akan ada kejadian yang lebih memalukan.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Ternyata Kresna mengendap bagaikan maling, masuk kedalam tenda rahasia Ekalaya, kemudian bersembunyi dibelakang patung Resi Durna!!! Petruk semakin mual disertai dengan nyeri dada hebat melihat hal ini.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Ekalaya masuk ke dalam tenda beberapa saat kemudian. Dia berlutut didepan “guru”nya, semedi, menghaturkan terimakasih yang tak terhingga, karena atas restu gurunya, dia memiliki kesaktian melebihi Arjuna, murid terkasih Resi Durna, murid “guru”nya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Ekalaya! Apa yang telah kamu lakukan?” Patung Durna bersuara,”Kamu telah membunuh murid ku yang paling kusayangi!”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Ekalaya bersujud, “Maafkan saya Guru, saya membunuh Arjuna adalah sebuah kewajaran”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Kalau begitu, adalah sebuah kewajaran juga kalau aku sekarang marah kepadamu”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Baiklah Guru, jika demikian, ijinkan saya menerima kewajaran berikutnya. Kalau Guru menginginkan nyawaku, ambil saja, saya ikhlas”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Tidak Ekalaya, aku tidak menghendaki nyawamu. Tapi serahkan cincin di jari manismu itu”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Ekalaya seratus persen sadar, bahwa cincin ampal gading yang melingkar di jari manisnya adalah akumulasi daya kesaktian yang didapatkan selama ini. Tanpa cincin itu dia bukan lagi Ekalaya yang sakti, dia akan menjadi manusia biasa.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Namun Ekalaya beranggapan bahwa kesaktiannya selama ini dia dapatkan berkat bimbingan Resi Durna. Dan karena itu Durna sangat berhak memintanya kembali. Dengan hati yang tulus ikhlas, Ekalaya sujud semakin dalam, melepaskan dan menyerahkan cicin itu.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Pada saat yang bersamaan, sebilah keris melayang dari belakang patung Durna, menembus dada kiri Ekalaya!!! Inilah saat yang kritis, detik-detik yang merupakan batas, batas yang kabur antara duka dan bahagia seorang anak manusia.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Keparat kamu Durna…”, Ekalaya tersungkur !!! Dia sangat kecewa atas keculasan Durna!!! Gurunya!!! Nyawanya meninggalkan raga dengan sejuta dendam.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Dari kejauhan, para punakawan ribut berteriak melihat kejadian ini.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Petruk terduduk lemas dengan tatapan kosong.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Reng…, lihat itu… itu….!!! yang membunuh Ekalaya bukan Durna, tapi Kresna!!!” Bagong yang tak tahu tata krama memang seringkali memanggil orang tanpa embel-embel penghormatan</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Bagong menyun, Bagong druhun!!! Meskipun mataku tidak sebesar matamu, tapi aku, Gareng, Kakangmu ini tidak buta!!! Aku juga tahu kalau Prabu Kresna pelakunya!!! Aduh Gusti kang Moho Widhi, mengapa kau biarkan semua ini terjadi”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Semar mendengkur semakin keras. Ketiga anaknya hanya ribut tak berani melakukan apa-apa, karena bapakanya juga tak melakukan apa-apa, mereka hanya menunggu reaksi Semar.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Petruk semakin tidak mengerti sikap bapaknya yang membiarkan semua ini terjadi. Apa sulitnya bagi Semar untuk menghalangi keculasan Kresna?</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Kesaktian Semar tak tertandingi oleh siapapun juga. Seluruh dewa-dewa dikahyangan maju bersama ditambah dengan seribu Kresna pun tak akan mampu menandingi kesaktian Sang Hyang Ismoyo ini. Tapi ternyata Semar tak kunjung melakukan sesuatu.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Hati Petruk terguncang!!! Jiwanya terluka!!! Tanpa disadari, dia berjalan meninggalkan kakak dan adiknya yang masih ribut, meninggalkan bapaknya yang tetap tidur, meninggalkan tempat yang menjadi saksi bisu tragedi kehidupan.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Perasaan Petruk semakin teriris mengetahui Dewi Anggraeni yang bersedih dan berkabung sepanjang hidupnya. Dia ingin menghibur tapi tidak punya keberanian, dia malu bertatapan mata. Malu karena tak mampu berbuat apa-apa. Dia hanya memandang Dewi anggraeni dari kejauhan, setiap hari, setiap saat, hingga penghujung hayat Sang Dewi.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Duh… Gusti Kang Murbeng Dumadi yang kuinginkan hanyalah cintaMu</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Petruk menghela nafas panjang, mengenang semua peristiwa itu. Kemudian dia kembali mengayunkan kapaknya membelah kayu bakar. Sambil mengalunkan tembang asmorondhono, tembang kerinduan.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“…naliko niro ing dalu, atiku lam-lamen siro wong ayu, nganti mati ora bakal lali, lha kae lintange mlaku”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Sumber : <a href="http://jagadwayang.wordpress.com/" style="background-color: transparent;">http://jagadwayang.wordpress.com</a></div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-61864986012196114722012-10-05T21:49:00.002-07:002012-10-06T00:00:45.221-07:00Petruk Mencari Jati Diri 1<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;">Sudah berabad-abad Petruk menyaksikan perubahan jaman. Berjuta-juta tingkah-polah manusia dia saksikan. Ratusan generasi sudah dia lalui. Tetap saja dia tak bisa paham sepenuhnya bagaimana jalan fikiran makhluk yang bernama manusia.</span></div>
<div style="background-color: white; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; text-align: justify;">
Sebagai salah satu punakawan. Petruk sudah mengabdi kepada puluhan”ndoro” (tuan), sejak jaman Wisnu pertama kali menitis ke dunia. Hingga saat Wisnu menitis sebagai Arjuna Sasrabahu, menitis lagi sebagai Rama Wijaya, menitis lagi sebagai Sri Kresna.</div>
<br />
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px;"><br /></span></div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa geli, dan sesekali melancarkan nota protes akan kelakuan “ndoro-ndoro” (tuan-tuan)-nya yang sering kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya memang hanya itu peran Petruk di mayapada ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu. Meskipun sebenarnya kesaktian Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya yang manapun juga.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<span id="more-13"></span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Berbeda dengan Gareng yang meledak-ledak dalam menanggapi kegilaan mayapada, berbeda pula dengan Bagong yang sok cuek dan selalu mengabaikan tatakrama. Petruk berusaha lebih realistis dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi. Meskipun nyeri dadanya acapkali muncul saat melihat kejadian-kejadian hasil rekayasa ndoro-ndoro nya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Siang itu Petruk sedang membelah kayu bakar, guna keperluan memasak isterinya. Sudah seminggu lebih pasokan elpiji murah dan minyak tanah tak sampai ke desanya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Di desa Karang Kedempel jaman kontemporer seperti saat ini apapun bisa saja terjadi. Harga beras yang tiba-tiba melonjak melebihi harga anggur Amerika. Minyak goreng yang mendadak menguap di pasaran. Bahkan beberapa dekade yang lalu, orang-orang yang suka protes pun bisa saja mendadak lenyap tanpa bekas. Dan semua pasti akan ditanggapi oleh penguasa Karang Kedempel dengan mengeluarkan “press release”sebagai sebuah “dinamika pembangunan”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Kelangkaan bahan bakar di pasaran, melonjaknya harga sembako, mahalnya biaya pendidikan. Yang berujung pada melebarnya jurang perbedaan kaya-miskin. Adalah hal yang selalu saja terjadi dari jaman ke jaman. Keadaan masyarakat yang “gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto tur raharjo” hanyalah sebuah utopia. Yang sering dikatakan kyai-kyai di langgar-langgar dan surau negara yang “baldatun thoyyibatun wa robbun gofuur ” hanyalah sekedar lips service semata.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Seperti yang sudah diduga oleh Petruk, Kang Gareng pasti memberikan reaksi dengan caranya sendiri. Hari ini adalah hari ketiga Gareng berorasi di depan Poskamling, sejak pagi hingga matahari hampir tenggelam. Berusaha menarik perhatian semua warga desa.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Saudara-saudaraku, mengapa semua ini bisa terjadi?” dengan cengkok khas ala Kang Gareng. “Desa kita ini sedang mengalami degradasi moral dan dekadensi kepribadian. Kebijakan pamong desa kita tidak terarah dan miskin inovasi.”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Seharusnya kita mulai introspeksi, mengevaluasi situasi dan berani melakukan redifinisi. Sehingga kita bisa meberikan sebuah revitalisasi menuju suatu solusi definitif, guna mendapatkan outcome terbaik dari apa yang kita harapkan”, bagaikan orang kesurupan Gareng berorasi tanpa henti. Tak perduli apakah orang-orang yang berkumpul mengerti apa yang diomongkannya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Petruk tak habis pikir, dari mana Gareng mendapatkan perbendaharaan kata dan kalimat yang tak ubahnya anggota DPR. Padahal Gareng tidak pernah “makan” bangku sekolahan. Memang orang pintar tidak selalu terkenal dan orang terkenal tidak selalu pintar, tapi Petruk tahu persis bahwa Gareng tidak termasuk diantara keduanya.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Petruk sudah hafal betul dengan model paham kekuasaan di Karang Kedempel dari waktu ke waktu. Kalau mau, sebenarnya bisa saja Petruk mengamuk dan menghajar siapa saja yang dianggap bertanggung jawab atas kesemrawutan pemerintahan. Dengan kesaktiannya, apa yang tak bisa dilakukan Petruk, bahkan (dulu) pernah terjadi, Sri Kresna hampir saja musnah menjadi debu dihajar anak Kyai Semar ini.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Tapi Petruk sudah memutuskan untuk mengambil posisi sebagai punakawan yang resmi. Dia sudah bertekat tidak lagi mengambil tindakan konyol seperti yang dulu sering dia lakukan. Baginya, kemuliaan seseorang tidak terletak pada status sosial. Pengabdian tidak harus dengan menempati posisi tertentu.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<img alt="petruk-dadi-ratu" height="156" hspace="4" src="http://jagadwayang.files.wordpress.com/2009/11/petruk-dadi-ratu.jpg?w=225&h=156" style="text-align: right;" width="225" /><br />
<div style="text-align: justify;">
Seperti yang terjadi pada episode “<strong>Petruk Dadi Ratu</strong>” contohnya, sebagai Prabu Kanthong Bolong, Petruk dia melabrak semua tatanan yang sudah terlanjur menjadi “main stream” model kekuasaan di mayapada. Dia menjungkirbalikkan anggapan umum, bahwa penguasa boleh bertindak semaunya, bahwa raja punya hak penuh untuk berlaku adil atapun tidak.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Karuan saja, Ulah Prabu Kanthong Bolong membuat resah raja-raja lain. Bahkan, kahyangan Junggring Saloka pun ikut-ikutan gelisah. Kawah Candradimuka mendidih perlambang adanya “ontran-ontran” yang membahayakan kekuasaan para dewa.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Maka secara aklamasi disepakati, skenario “mengeliminir” raja biang keresahan. Persekutuan raja dan dewa dibentuk, guna melenyapkan suara sumbang yang mengganggu alunan irama yang sudah terlanjur dianggap indah.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Hasilnya? Ibarat jauh panggang dari api.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Bukannya Kanthong Bolong yang mati. Tapi raja jadi-jadian Petruk ini malah mengamuk. Siapapun yang mendekat dihajarnya habis-habisan. Kresna dan Baladewa dibuat babak belur. Batara Guru sang penguasa kahyangan lari terbirit-birit.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Kesaktian dan semua ajian milik dewa-dewa dan raja-raja, seperti tak ada artinya menghadapi Kanthong Bolong. Tahta Jungring Saloka pun dikuasai raja murka ini.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Keadaan semakin semrawut. Sampai akhirnya Semar Bodronoyo turun tangan.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Ngger, Petruk anakku!”, Semar berujar pelan, suaranya serak dan berat seperti biasanya. “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Apa yang sudah kau lakukan, thole? Apa yang kau inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawulo alit? Apakah kamu merasa lebih mulia bila menjadi raja? “</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“<strong><em>Sadarlah ngger, jadilah dirimu sendiri</em></strong>“.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Kanthong Bolong yang gagah dan tampan, berubah seketika menjadi Petruk (yang semua orang tahu, dia sangat jelek). Berlutut dihadapan Semar. Dan Episode “Petruk Dadi Ratu” pun berakhir anti klimaks.</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Petruk tersenyum mengingat peristiwa itu. “Ah… hanya Hyang Widi yang perlu tahu apa isi hatiku, selain Dia aku tak perduli”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Kembali dia mengayunkan “pecok”nya membelah kayu bakar. Sambil bersenandung tembang pangkur:</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
“Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo sinukarto….”</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Memang tidak mudah jadi seorang Petruk…</div>
</div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 13px; line-height: 22px; margin-bottom: 10px; padding: 0px;">
<div style="text-align: justify;">
Sumber : <a href="http://jagadwayang.wordpress.com/" style="background-color: transparent;">http://jagadwayang.wordpress.com</a></div>
</div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-6694645085789093312012-08-26T19:18:00.000-07:002012-10-06T00:01:21.023-07:00Wahyu Trimanggolo<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px auto; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/banowati.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3325" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/banowati.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="banowati" /></a></span></span><br />
<span style="background-color: #f3f3f3;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: #f3f3f3;"><br /></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">marcapada geger karena mendengar kabar dewata akan memberikan wahyu tri manggolo. di kerajaan hastina kegegeran ini dimulai dengan datangnya seorang pendeta berjuluk begawan dewa kumara, begawan berwujud raksasa. dia mengabarkan kepada sang prabu duryodana bahwa istrinya dewi banowati mendapatkan wahyu tri manggolo. wahyu ini konon berwujud 3 buah dan salah satunya masuk ke dalam tubuh banowati. maka gegerlah kurawa. pertama duryodana akan mengadakan pesta besar besaran, tapi karena diingatkan oleh prabu salya mertuanya dari mandaraka, maka hal ini dibatalkan. karena prabu salya tahu bahwa wahyu tak akan betah jika penerima wahyu justru bersenang senang. prabu salya juga memberikan petunjuk bahwa wahyu akan lestari masuk dalam tubuh sang penerima jika saratnya dipatuhi. apa itu?yaitu tidak srawung atau bergaul berhubungan badan atau memegang lain jenis dalam jangka waktu 40 hari.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;">
<span id="more-3324" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
saat itu dewa kumara sang begawan pembawa kabar gembira itu mengajukan suatu usul dan pembicaraan kepada prabu duryodana, yaitu bahwa hal itu tak mutlak, tetapi bisa diakali dengan menebus tumbal. apakah tumbalnya?kera putih, sipa kera putih?ya hanoman dari pertapaan kendali sadha.itulah tumbalnya, dengan tumbal itu maka diharapkan wahyu akan selamanya menjadi milik banowati. maka duryodana menyetujuinya, tapi prabu salya tiba tiba memberikan petuah kepada semua yang hadir, bahwa tak pantas wahyu dipertahankan dengan jalan menyakiti bahkan membunuh orang lain yang tidak berdosa. begawan dewa kumara menjawab ucapan salya dengan berkata “saya disini untuk menghadap duryodana raja hastina, bukan salya raja mandaraka”. salya naik pitam, demikian juga prabu karna raja ngawangga mantu salya. begawan dewa kumara ditarik oleh akrna untuk keluar ke alun alun untuk ditantang berantem. sementara prabu salya yang menahan amarah pamit kepada duryodana dan segera pulang ke mendaraka.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">perang tanding di alun alun terjadi. adipati karna yang merasa mertuanya dipermalukan oleh begawan dewa kumara mengamuk. tapi segala ilmunya tidak mempan di tubuh begawan sakti tersebut. dengan sekali gebuk, begawan dewa kumara mengeluarkan ajian saktinya gelap sayuta, dan adipati karna terlempar jauh ke angkasa entah kemana. patih sengkuni datang menghadap, tadinya mau melerai, tapi melihata dipati karna dikalahkan niyatnya batal. patih sengkuni meminta begawan menghadap raja duryodana kembali di paseban agung.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">di paseban duryodana memberikan wewenang kepada dewa kumara untuk memimpin wadya bala hastina. dewa kumara menghaturkan trimakasih dan segera bersiap bersama pasukan kurawa berangkat ke kendali sadha tempat pertapaan resi hanoman. sebelum berangkat sengkuni mengabsen para kurawa, dan diberi tahukan oleh dursasana bahwa pendeta dorna dan anaknya aswatama tidak hadir, demikian juga raja banakeling jayadrata juga tidak hadir.segera pasukan itu diberangkatkan ke pertapaan kendali sadha.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">di pertapaan kendali sadha anoman sedang menerima tamu para anak pandawa, abimanyu, antasena, gatotkaca hadir. mereka hadir untuk bertanya tentang hilangnya 2 pendawa yaitu harjuna dan para punakawan serta werkudara dari kesatrian madukara dan yodipati.perginya para kesatria tanpa pamit ini membuat anak anak mereka merasa kuwatir dan berusaha mencari infi keberadaan mereka dimana. dan ahirnya mereka sempat datang ke dwarawati, tapi ternyata kresna juga sedang tidak ada di tempat maka segera mereka mencoba mencari ke tempat begawan anoman.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">begawan anoman mengaku tidak mengetahui dimana ayah mereka berada, belum jauh mereka berbicara, pasukan kurawa datang dan terjadilah pertempuran di pertapaan kendali sadha. pertama para kurawa dapat dikalahkan, tapi ketika dewa kumara maju, maka para anak anak pendawa kewalahan dan mundur. ahirnya hanoman yang maju dan ternyata hanoman bisa dibunuh oleh begawan dewa kumara. jazad anoman dibawa oleh kurawa pulang ke hastina sementara anak anak pandawa kemudian bertekad membalas dan mengambil kembali jazad anoman mengikuti ke hastinapura.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">di tengah hutan arjuna dan para punakwan berjalan, naik turun bukit masuk keluar hutan prihatin, meminta atau nyenyuwun kelimpahan wahyu trimanggolo. sampai suatu ketika muncul macan yang besar dan berhasil menyambar tubuh harjuna, petruk bertekad sekuat tenaga merebut harjuna dari tangan macan dan berhasil. macan tadi ternyata bisa berbicara dan mengaku bernama singo jalmo dan bermaksud memakan punakawan, harjuna berkata sebaiknya macan tadi memakan dirinya sebelum makan punakawan. dan perang tanding pun terjadi. 3 panah harjuna menembus mulut macan. ketika akan dibuang bangkai macan tersebut, macan tersebut berubah menjadi bhatara kamajaya. dan memebrikan wangsit bahwa wahyu trimanggolo hak harjuna sekarang sudah diambil oleh ratu banowati, maka harjuna disuruh untuk mengambil wahyu tersebut.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sepeninggal bhatara kamajaya, arjuna menangis tersedu sedu dipangkuan semar. dia menangis karena merasa gagal emndapat wahyu dan bertekad bunuh diri karena dia tak mungkin merampas wahyu dari tangan banowati. semar dan punakawan berusaha membujuk harjuna tapi tak berhasil, dan arjuna mencabut kerisnya siap bunuh diri. semar mencegah dan ahirnya mau untuk memberikan jalan agar arjuna bisa mendapat wahyu tri manggolo tersebut. punakawan dirubah menjadi gajah raksasa oleh semar, petruk jadi kepala dan gading, gareng jadi belalai, dan bagong jadi perut dan buntut, mereka diberi nama gajah ijo dan disuruh ngamuk di keraton hastina, dengan permintaan dinikahkan dengan banowati. hitungan semar, wahyu akan keluar dari tubuh banowati jika banowati bisa dikeluarkan dari kaputren keraton hatina. karena memang wahyu itu bukan hak banowati. maka berangkatlah gajah semar dan harjuna ke hatsinapura.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sementara di khayangan arwah anoman bertemu dengan kresna, anoman menceritakan kejadian yang menimpanya, lalu kresna mengajak serta arwah anoman ke kayangan alang alang kumitir, tempatnya syang hyang wenang. karena kresna akan meminta wahyu trimanggolo, rupanya kresna meninggalkan dwarawati untuk bertapa dan hendak meminta wahyu trimanggolo jua.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sampai di hadapan syang hyang wenang, kresna dan anoman mengatukan salam. lalu karena syang hyang wenang mengetahui maksud kedatanagn mereka maka beliau langsung memebrikan jawaban tentang wahyu trimanggolo.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">wahyu ini ada 3 bagian, 2 bagian satria, dan satu bagian pamomong. yang satu bagian milik hanoman karena kesetiaanya sejak jaman prabu rama sampai sekarang untuk membela yang benar. dan yang 2 untuk werkudoro dan arjuna, sebagai manggolo atau pemimpin satria yang berbudi luhur. segera wahyu diebrikan kepada anoman. sementara kresna dinasehati bahwa dia adalah penjelmaan wisnu oleh karena itu tak boleh ikut ikutan meminta wahyu. kresna insyaf, lalu syang hyang wenang menitipkan wahyu untuk werkudoro kepada kresna. hanoman disuruh kembali ke hastina dan memebrantas angkara murka disana yang berwujud begawan dewa kumar. dan kresna disuruh untuk mencari sang werkudoro.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/kresna2.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3213" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/kresna2.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="kresna2" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
maka turunlah hanoman dan kresna, mereka lalu berpisah, hanoman menuju hastina. sementara kresna ke ngamarta. di alam ayang ayang kresna dihadang sukma lelana sukma raga sukma begawan drona. rupanya begawan drona hendak merebut wahyu itu untuk anaknya aswatama. terjadi eprtempuran di awang awang. dan wahyu yang dipegang kresna terlempar ke bumi. dalam hati kresna meminta supaya jatuh ke orang yang benar benar pantas menerimanya. sementara dorna dibohongi oleh kresna, dorna merampas bungkusan yang dikira wahyu dan cepat kembali ke bumi. kresna tertawa dalam hati melihat polah drona dan segera memburu dimana wahyu trimanggolo asli jatuh.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">di sungai suci yamuna werkudoro tampak tekun bertapa, dia sedang melakoni tapa kungkum di tengah kali dengan cara menenggelamkan badan sampai sedada dan terus memuji dan meninggalkan makan minum, sudah berhari hari werkudoro dalam posisi yang sama. dan hari itu sesuai kehendak dewata dari langit turun wahyu tri manggolo yang jatuh dan masuk ke dalam tubuh werkudoro.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">kresna segera turun dan tertegun melihat werkudoro di tengah kali, dan merasa senang karena wahyu sudah masuk dalam tubuhnya. kresna membangunkan werkudoro dan menyadarkannya bahwa permintaannya dikabulkan dewata dia akan menjadi manggolo senopati dalam perang bharata yudha nanti. werkudoro bersyukur atas terkabulnya permintaanya.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">werkudoro dan kresna berjalan menyusuri kali hendak menyusul saudaranya arjuna, tiba tiba bertemu begawan sempani dan anaknya jayadrata yang juga mencari wahyu. mengetahui wahyu diterima werkudoro begawan sempani dan jayadrata meminta dnegan paksa dari tangan werkudoro.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/jayadrata.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="alignright size-full wp-image-2238" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/jayadrata.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; float: right; margin: 0px 0px 0px 20px; padding: 5px; text-align: justify;" title="Jayadrata" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
werkudoro bukan tandingan mereka, dalam satu lemparan begawan sempani dan jayadrata dilemparkan dan terbang jatuh di banakeling. disana begawan sempani berkata “anaku jayadrata balaslah kekalahan kita hari ini, cari kelemahan bima, yaitu rasa sayangnya akan anaknya, terutama terhadap ponakanya abimanyu, maka dalam bharata yudha bunuhlah abimanyu untuk membalaskan dendam ini”.</div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
di hastinapura gajah mengamuk, kurawa diobrak abrik, jenazah anoman yang akan dibakar terpaksa ditinggal karena dewa kurawa begawan raksasa itu harus menghadapi gajah ijo jadi jadian. bahkan dewa kumara dikalahkan gajah, duryodana pun kalah dan lari ke kaputren. dia meminta banowati untuk lari karena ada gajah edan ngamuk minta nikah dengannya.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">tak dinyana banowati sangking takutnya lari ke luar istana, disana ketemu harjuna dan langsung berpelukan, saat itu ketentuan wahyu dilanggar dan arjuna menerima wahyu dari banowati. duryodana mengetahui hal ini ahirnya sadar dan minta arjuna mengusir gajah edan yang mengamuk.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">anak anak putra pandawa sampai, dan bersedia untuk menghadapi gajah. antaseno segera menyuruh punakawan untuk kembali ke wujud asal. dan kembalilah gajah ke wujud punakawan. sementara anoman hidup kembali setelah rohnya masuk ke dalam raganya. dan terjadilah pertarungan antara anoman dan begawan dewa kumara. kali ini dewa kumara berubah wujud asli arwah ganda yitma, warga alengka. maka anoman segera membawa kembali arwah ganda yitma ke penjara di gunung kendali sada.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">kresna, anoman, arjuna, werkudoro, semar, punakawan dan semua anak pandawa yang hadir mengucapkan syukur teramat sangat kepada tuhan yang maha kuasa. karena wahyu tri manggolo telah mereka dapatkan.</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-39590620536501274882012-08-26T19:09:00.001-07:002012-10-06T00:01:55.361-07:00Wejangan Dewa Ruci<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/werkudara-bertemu-dewaruci.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3312" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/werkudara-bertemu-dewaruci.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="Werkudara bertemu Dewaruci" /></a></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: #f3f3f3;"><br /></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Termangu sang bima di tepian samudera</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">tak ada lagi tempat bertanya</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sesirnanya sang naga nemburnawa</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span id="more-3346" style="margin: 0px; padding: 0px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span id="more-3346" style="margin: 0px; padding: 0px;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span id="more-3346" style="margin: 0px; padding: 0px;">
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
dewaruci, sang marbudyengrat, memandangnya iba dari kejauhan,</div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
tahu belaka bahwa tirta pawitra memang tak pernah ada</div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
dan mustahil akan pernah bisa ditemukan</div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
oleh manusia mana pun.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">menghampir sang dewa ruci sambil menyapa:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">‘apa yang kau cari, hai werkudara,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">di tempat sesunyi dan sekosong ini’</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">terkejut sang sena dan mencari ke kanan kiri</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">setelah melihat sang penanya ia bergumam:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">‘makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">serba sunyi di sini, lanjut sang marbudyengrat</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">mustahil akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sang sena semakin termangu menduga-duga,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">dan siapa sebenarnya diriku ini</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">ketahuilah anakku, akulah yang disebut dewaruci, atau sang marbudyengrat</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">yang tahu segalanya tentang dirimu</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">anakku yang keturunan hyang guru dari hyang brahma,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">anak kunti, keturunan wisnu yang hanya beranak tiga, yudistira, dirimu, dan janaka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">yang bersaudara dua lagi nakula dan sadewa dari ibunda madrim si putri mandraka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang durna</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">agar tidak mengalami kegelapan seperti ini</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">terasa bagai keris tanpa sarungnya</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">ingatlah pesanku ini senantiasa</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">jangan menyuap sebelum mencicipnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sesuatu terwujud hanya dari tindakan.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">janganlah bagai orang gunung membeli emas,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">duh pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">bertindak tanpa tahu asal tujuan</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">lanjut sang marbudyengrat</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sang sena tertegun tak percaya mendengarnya</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba sebesar bukit</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">kelingking pun tak akan mungkin muat.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">wahai werkudara si dungu anakku,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sebesar apa dirimu dibanding alam semesta?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">mendengar ucapan sang dewaruci sang bima merasa kecil seketika,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang dewaruci</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">yang telah terangsur ke arahnya</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">heh, werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">segala yang kau saksikan di sana</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">hanya tampak samudera luas tak bertepi, ucap sang sena</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">janganlah mudah cemas, ujar sang dewaruci</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">yakinilah bahwa di setiap kebimbangan</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">senantiasa akan ada pertolongan dewata</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">dalam seketika sang bima menemukan kiblat dan melihat surya</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">setelah hati kembali tenang tampaklah sang dewaruci di jagad walikan.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">heh, sena! ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan!</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">awalnya terlihat cahaya terang memancar, kata sang sena</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">apakah gerangan semua itu?</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">ketahuilah werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">penerang hati, yang disebut mukasipat (mukasyafah),</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">cahaya empat warna, itulah warna hati</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">hitam merah kuning adalah penghalang cipta yang kekal,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu memiliki.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">hanya si putih-lah yang bisa membawamu</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam,</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">hanya bisa menang dengan bantuan sang suksma.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang menyala berkobar.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sering disebut jagad agung jagad cilik</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">akan tampak bagai lebah muda kuning gading</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">semakin cerah rasa hati hamba.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">warna sejatikah yang hamba saksikan itu?</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">bukan, anakku yang dungu, bukan,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">berusahalah segera mampu membedakannya</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">zat sejati yang kamu cari itu tak tak berbentuk tak terlihat,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad ini.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di pepohonan</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">ia tidak ikut merasakan lapar kenyang haus lelah ngantuk dan sebagainya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">ialah yang merawat raga</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">pukulun, jelaslah sudah tentang pramana dalam kehidupan hamba</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">itu tidaklah mudah dijelaskan, ujar sang dewa ruci, gampang-gampang susah</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sebelum hal itu dijelaskan, kejar sang bima, hamba tak ingin keluar dari tempat ini</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya sendiri</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa bertahan dari segala goda,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">di saat itulah sang suksma akan menghampirimu,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">perbuatlah, jangan hanya mempercakapkannya belaka</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">tak perlu lagi segala aji kawijayan, semuanya sudah termuat di sini.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">maka habislah wejangan sang dewaruci,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sang guru merangkul sang bima dan membisikkan segala rahasia rasa</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">terang bercahaya seketika wajah sang sena menerima wahyu kebahagiaan</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">bagaikan kuntum bunga yang telah mekar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">dan blassss . . . !</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sudah keluarlah sang bima dari raga dewaruci sang marbudyengrat</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">kembali ke alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang dewaruci</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan</span></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-24322771027854709052012-08-26T18:54:00.001-07:002012-08-26T18:54:09.969-07:00Tiga Satria Pemanah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjuna-2.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3408" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjuna-2.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="arjuna 2" /></a></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
Arjuna merasa keberatan kalau harus bersaing dengan Suryaputra, karena Suryaputra juga seimbang kepandaiannya dengan Arjuna. Arjuna menolak bertanding dengan Suryaputra, dengan alasan karena ia bukan seorang satria, ia seorang rakyat biasa, ia anak Adirata, kusir Istana, yang mempunyai tingkatan hanya seorang pembantu. Alasan ini menjadikan Suryaputra dendam kepada Arjuna. Duryudana yang melihat Suryaputra berpotensi untuk menang dalam olah kanuragan, maka mengangkat derajat Suryaputra menjadi sauadara dari Kurawa. Duryudana memberikan pakaian seorang satria. Ia menganggap Suryaputra saudaranya, karena ia tinggal di Astina. Menjadi saudara Kurawa, berarti juga masih saudara Pandawa. Tetapi Arjuna tetap tidak mau bertanding, karena bagaimana juga ia, tetap seorang sudra.</div>
<span id="more-3473" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Arjuna melayangkan sebuah panah ke sebuah papan sasaran panah. Suryaputra diam diam melayangkan pula sebuah panah. Panah Arjuna dan Suryaputra melayang beriringan bersama. Panah Arjuna menancap lebih dahulu dilingkaran angka 100, sedangkan panah Suryaputra membelah panah Arjuna dan menancap di angka 100 pula. Melihat panahnya terbelah dua, Arjuna menjadi marah dan tidak mengakui panah Suryaputra. Suryaputra tidak layak berdiri di tempat pendadaran.</div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Pandita Durna yang lebih mencintai Arjuna, mempersilakan Suryaputra keluar. Karena pendadaran ini khusus untuk keluarga Pandawa dan Kurawa. Jadi walaupun Suryaputra sudah menjadi seorang satria tetap tidak diperbolehkan mengikuti pendadaran. Suryaputra amat kecewa dengan Arjuna.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Demikianlah, mulai saat itu Suryaputra tidak pernah mengikuti pendadaran lagi. Ia lebih baik belajar kanuragan ditempat sendiri, yaitu di Kadiratan.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Batara Surya sang ayahanda medatanginya. Batara Surya berubah menjadi seorang pendita dan mengajar kanuragan pada Suryaputra. Begawan memberitahukan riwayat Suryaputra yang sebenarnya. Suryaputra menangis dipangkuan sang Begawan. Begawan memberitahu, bahwa Suryaputra anak Batara Surya dan Dewi Kunti. Suryaputra dibuang oleh ayahanda Dewi Kunti, karena bayi Suryaputra merupakan aib keluarga Mandura. Tetapi jangan khawatir Batara Surya selalu menjaganya. Sejak dalam kandungan ibunya, Batara Surya telah memberikan pelindung, berupa baju tamsir yang menempel dan telah bersatu dengan kulit Suryaptra. Tidak ada satu pusaka pun yang akan melukai dirinya. Semua pusaka akan terpental kembali kepada pemiliknya. Begawan mem beritahu pula bahwa ibunya, Dewi Kunti memberi nama Karna. Sedangkan Batara Surya memberikan nama Suryaputra atau Suryatmaja.Dan sudah menjadi jangka dewa, bahwa nanti pada perang besar, Suryaputra akan berhadapan dengan Arjuna.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/karna_11.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2456" height="750" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/karna_11.jpg?w=535&h=750" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="karna_11" width="535" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Setelah Suryaputra menghilang dari tempat pendadaran. Arjuna merasa menjadi satria lanang jagad, tidak ada lagi pesaing yang akan mengganggunya.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Sebenarnya Arjuna masih mempunyai seorang pesaing lagi, yaitu Prabu Palgunadi, yang mahirdalam memanah. Walaupun ia tidak berguru pada Pandita Durna, namun cara memanahnya betul betul sangat akurat. Kini Arjuna merasa tersaingi. Arjuna ingin sekali bertemu Palgunadi, untuk mencoba kepandaian memanah Palgunadi.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Arjuna mendengan kabar, bahwa Prabu Palgunadi akan pergi ke Sokalima untuk berguru pada Pandita Durna. Arjuna merasa cemburu pada Palgunadi. Jangan jangan guru Durna lebih menyayangi Palgunadi.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjuna-anggraini.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3474" height="448" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjuna-anggraini.jpg?w=535&h=448" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="arjuna anggraini" width="535" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Dalam perjalanan Arjuna ke Sokalima, Arjuna bertemu dengan Rombongan Dewi Anggraini. Dewi Anggraeni bermaksud pergi ke Sokalima. Dewi Anggraeni berangkat dari negerinya Paranggelung dengan kereta kerajaan, dengan pengawalan beberapa perajurit, bermaksud menyusul suaminya, Prabu Palgunadi. Arjuna melihat kecantikan Dewi Anggraeni, menjadikan Arjuna jatuh cinta pada Dewi Anggraeni. Dewi Anggraeni tidak menanggapi cinta Arjuna. Melihat Arjuna seperti memaksakan kehendak pada Dewi Anggraeni, Aswatama, putera Pandita Durna, yang kebetulan lewat disitu, segera menyerang Arjuna. Arjuna menjadi marah dan terjedilah perkelahian antara keduanya. Dewi Anggraeni memerintahkan para pengawalnya mempercepat perjalanannya. Dewi Anggraeni sampai di Sokalima. Sementara itu Arjuna sampai pula di Sokalima.Dewi Anggraeni melaporkan kejadian yang baru dialami pada Prabu Palgunadi, suaminya. Prabu Palgunadi ketika itu sedang menghadap Pandita Durna untuk minta belajar memanah. Namun Pandita Durna. belum memberikan kesanggupannya.Mendengar laporan istrinya, Prabu Palgunadi menjadi marah. Arjuna berkilah, bahwa ia tidak setega itu untuk melakukan peerbuatan itu., Aswatama pun datang memberi kesaksian, bahwa apa yang dikatakan oleh Dewi Anggraeni itu benar adanya. Arjuna menyangkal kesaksian Aswatama. Ia tidak akan berbuat seperti yang dituduhkan Aswatama. Ia tidak berbuat seperti apa yang dituduhkan Aswatama. Ia hanya kangen dengan kawan lama.</div>
</span><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/ekalaya.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2282" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/ekalaya.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="EKALAYA" /></a><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Palgunadi tidak percaya dengan kata kata Arjuna, Palgunadi lebih percaya dengan laporan istrinya dan kesaksian Aswatama, Prabu Palgunadi menjadi sangat marah. Prabu Palgunadi menghajar Arjuna. Terjadilah perkelahian hebat antara Arjuna dan Palgunadi. Mereka saling memanah. Keduanya sangat mahir memanah. Serangan panah Arjuna dapat dipatahkan oleh Palgunadi. Arjuna semakin marah, Arjuna membabi buta dengan panah panahnya yang akurat. Namun semua panah Arjuna dapat dikembalikan oleh Palgunadi. Arjuna kelihatannya kewalahan menghadapi Palgunadi, maka Arjuna yang juga bernama Palguna menanggalkan panahnya. Arjuna menyerang dengan tangan kosong. Palgunadi pun melayani serangan Arjuna. Kini merka bertarung tanpa senjata.Mereka bertarung dengan tangan kosong.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Kekuatan mereka begitu seimbang. Tiba tiba Arjuna menangkap dan berusaha merebut cincin Mustika Ampal yang dipakai pada ibu jari tangan kanan Prabu Palgunadi.Namun cincin pada ibu jarinya telah menyatu menjadi satu, sehingga ketika cincin itu dicabut, maka Ibu jari Palgunadi ikut terlepas dari tangan kanan Palgunadi., dan tidak diduga sebelumnya, Prabu Palgunadi tewas seketika. Rupanya cincin Mustika Ampal ini, hidup matinya Prabu Palgunadi. Jari bercincin Mustika Ampal Prabu Palgunadi yang terambil oleh Arjuna, tiba tiba lengket dan menyatu dengan jari jari Arjuna . Sehingga Arjuna tangan kanannya memiliki 6 jari.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Melihat kematian suaminya, Anggraeni melarikan diri. Aswatama mencoba melindungi Dewi Anggraeni dari kejaran Arjuna. . Tetapi Aswatama dengan mudah dikalahkan Arjuna. Pandita Durna meminta Arjuna agar sadar atas perbuatannya, namun Arjuna seolah olah tidak mendengar kata kata Gurunya.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/aswatama.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2736" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/aswatama.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="aswatama" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Arjuna merasa mendapatkan kesempatan untuk mempersunting Dewi Anggraeni menjadi istrinya. Arjuna terus mengejar Dewi Anggraeni. Dewi Anggraeni terhenti, ketika jalan yang akan dilewati, berupa jurang dan tidak ada jalan lain. Akhirnya Dewi Anggraeni terjun kedalam jurang yang dalam. Dewi Anggraeni pun tewas.</div>
</span></span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Sukma Dewi Anggraeni pun sampai di Kahyangan Jonggringsaloka. Ia disambut sukma Prabu Palgunadi. Mereka berdua memasuki Swargaloka. Arjuna terus mengejar sukma Dewi Anggraeni yang akan memasuki Kahyangan Jonggringsaloka.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/kidung_malam25.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-1609" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/kidung_malam25.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="kidung_malam25" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Sementara itu Batara Narada merasa heran,ketika Arjuna datang menemuinya dan minta agar Dewi Anggraeni di kembalikan pada Arjuna. Arjuna ingin menikahinya, karena Arjuna sangat mencintainya.Batara Narada sebenarnya keberatan. tetapi untuk mengelabuhi Arjuna,maka diciptakannya Dewi Anggraeni dari daun Tunjung.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Arjuna merasa bahagia bisa bersanding dengan Dewi Anggraeni. Mereka berdua turun ke marcapada. Namun sesampai di Arcapada Dewi Anggraeni berubah menjadi daun tunjung. Arjuna menjadi marah,ia ingin kembali ke Kahyangan. Tiba tiba datang Prabu Kresna mencegah keinginan Arjuna,untuk kembali ke Kahyangan. Prabu Kresna mengingatkan kalau semua yang terjadi ini sudah kehendak dewa.</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-34948109397601183232012-08-26T18:43:00.002-07:002012-08-26T18:43:24.523-07:00Asal Usul Candrabirawa<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu0.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3488" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu0.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="arjunasasrabahu0" /></a></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
Bermula sejak jaman Arjuna Sasrabahu dari riwayat Sumantri / Patih Suwanda. Patih Suwanda sebenarnya adalah anak Resi Wisanggeni bernama Sumantri dan mempunyai seorang adik yang berbadan kontet dan bermuka seperti raksasa bernama Sukrasana. Resi Wisanggeni adalah kakak Resi Bhargawa yang melanglang buana mencari Ksatria untuk bertarung dengan dalih mencari kematian bagi dirinya sendiri — pada akhirnya Resi Bhargawalah yang membunuh Arjuna Sasrabahu dan dikemudian hari gugur ditangan Rama. Sumantri menjelma menjadi seorang ksatria yang sakti gagah perkasa berkat ajaran Resi Wisanggeni, sementara Sukrasana biarpun berbentuk seperti raksasa mempunyai budi pekerti yang sangat luhur.</div>
<span id="more-3487" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Suatu ketika, Sumantri dan Sukrasana sedang berjalan didalam hutan. Sukarsana yang bertubuh kecil merasa cape dan minta istirahat. Ketika beristirahat, Sukarsana tertidur pulas dan saat itu juga datanglah sebuah raksasa lapar yang ingin memakan Sumantri dan Sukarsana. Sumantri dengan sigap membopong adiknya yang tertidur lelap dan melarikan diri kedalam hutan. Setelah cukup jauh, Sukarsana dibaringkan di tempat yang aman sementara Sumantri berusaha menghadang raksasa tersebut. Walau bertarung sekuat tenaga, Sumantri tidak bisa mengalahkan raksasa tersebut. Sumantri hampir kehabisan tenaga ketika Betara Indra datang dan mempersembahkan panah Cakrabiswara kepadanya. Sumantri segera melepas panah itu kearah sang raksasa dan dalam sekejap raksasa tersebut mati. Setelah berhasil membunuh raksasa, Sumantri teringat pada adiknya dan segera mencari Sukarsana. Sumantri sangat terkejut melihat binatang2 buas di dalam hutan ternyata berkumpul disekililing Sukarsana demi menjaga keselamatannya. Sumantri bertanya kepada Sukarsana ajian apa yang dimiliki olehnya sehingga bisa menguasai binatang2 buas. Sukarsana menjawab bahwa ia tidak memiliki ajian apapun, hanya selama hidupnya dia tak pernah menganggu ataupun melukai binatang2 sekecil apapun. Kedua bersaudara kemudian pulang ke padepokan untuk menceritakan kejadian ini kepada Resi Wisanggeni. Oleh sang resi diceritakan bahwa orang yang memiliki Cakrabiswara merupakan kekasih Betara Wisnu, sementara yang dilindungi binatang2 liar artinya adalah orang yang berbudi luhur dan merupakan kekasih Betara Dharma.</div>
</span><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/sumantri_solo.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3329" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/sumantri_solo.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="sumantri_solo" /></a><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Tak lama setelah itu, Sumantri bertanya kepada Resi Wisanggeni mengenai kesaktian ilmunya. Sang resi berkata bahwa Sumantri telah menjadi ksatria yang gagah perkasa dan hanya beberapa orang yang bisa melawan kesaktiannya. Sumantri kemudian berkata bahwa ilmunya harus digunakan untuk melayani sesama umat manusia dan dia meminta ijin kepada Resi Wisanggeni untuk meninggalkan padepokannya. Dengan berat hati Resi Wisanggeni memberi ijin, tapi Sumantri diharuskan mengabdi kepada Raja Mayaspati/Maespati (*ngga yakin namanya*) – Prabu Arjuna Sasrabahu yang terkenal adil bijaksana. Karena kesian pada adiknya, Sumantri sengaja tidak mengajak Sukarsana karena takut dia akan dicemooh akibat bentuknya. Sumantripun berangkat menuju Mayaspati ketika Sukarsana sedang tidur.</div>
</span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Ketika bangun, Sukarsana bingung karena kakaknya telah menghilang. Sukarsana bertanya kepada Resi Wisanggeni kemana kakaknya menghilang. Ketika diberitahukan, Sukarsana tidak rela berpisah dengan kakaknya dan memutuskan untuk mencari kakaknya di Mayaspati. Dalam perjalanannya, Sukarsana merasa capai dan berisitrahat di sebuah pohon besar yang teduh. Tiba2 dia dikejutkan oleh suara besar dari dalam pohon itu. Suara itu berasal dari Candra Birawa yang sedang menunggu kedatangan kekasih Betara Dharma supaya dirinya bisa menitis kedalam tubuh Sukarsana. Sukarsana menjadi bingung dan bertanya mengenai asal usul Candra Birawa. Candra Birawa pun menjelaskan bahwa dirinya sebenarnya diciptakan dari gabungan raksasa2 yang menyerang Swargaloka. Raksasa2 itu punah dikalahkan oleh para dewata tapi oleh Betara Guru dihidupkan kembali menjadi satu badan dan diberi nama Candra Birawa. Tapi Candra Birawa tidak boleh sembarangan berkeliaran di mayapada, dia diharuskan bersatu dengan kekasih/keturunan Betara Dharma karena di tangan orang yang salah, Candra Birawa sangat berbahaya dan bisa menimbulkan kekacauan di mayapada. Setelah dijelaskan asal usulnya, Sukarasana masih sangsi untuk memperbolehkan Candra Birawa untuk masuk berdiam dalam tubuhnya. Candra Birawa kemudian menjelaskan bahwa jika tubuhnya menjadi satu, Sukarsana akan menjadi lebih sehat dan kuat, selain itu jika dalam kesulitan Sukarsana tinggal singkep memangil Candra Birawa dan dirinya akan segera muncul untuk membantu. Dalam pertarungan, Candra Birawa sangat sakti karena setiap tetes darahnya akan menjadi Candra Birawa baru. Sukarsana pun setuju dan memperbolehkan Candra Birawa untuk masuk ke dalam tubuhnya. Dalam hatinya, Sukarsana berpikir bahwa Candra Birawa ini lebih cocok jika diberikan kepada saudaranya Sumantri.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/c13-citrawati_solo.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-1478" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/c13-citrawati_solo.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="C13 citrawati_solo" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Sementara itu, Sumantri telah mengabdi kepada Arjuna Sasrabahu dan berhasil merebut Dewi Citrawati. Sumantri juga sempat bertarung dengan Arjuna Sasrabahu dan yakin bahwa Arjuna Sasrabahu merupakan raja yang gagah sakti tanpa tandingan (Sumantri sempat seri melawan Arjuna Sasrabahu tapi langsung ketakutan begitu sang prabu menjadi marah dan bertiwikrama, ini merupakan bukti bahwa Arjuna Sasrabahu merupakan titisan Betara Wisnu). Dewi Citrawati kemudian mempunyai permintaan kepada Arjuna Sasrabahu, yaitu untuk memindahkan taman Sri Wedari dari swargaloka ke dalam Mayaspati. Tanpa berpikir panjang, Sumantri mengiakan permintaan Dewi Citrawati. Kemudian Sumantri ditinggal oleh Arjuna Sasrabahu dan Dewi Citrawati kedalam istana. Sumantri menjadi bingung, karena jangankan memindahkan taman Sri Wedari, letaknya saja dia tak tahu. Dalam keadaan linglung, Sumantri bertemu dengan adiknya Sukarsana yang sedang mencari dirinya. Sumantri bahagia melihat adiknya tapi kaget bahwa adiknya bisa sampai ke Mayaspati dengan selamat karena perjalannya jauh dan juga berbahaya. Oleh Sukarsana diceritakan mengenai Candra Birawa yang bersemayam di dalam dirinya. Sumantripun bahagia mendegar cerita adiknya tapi ketika teringat janjinya untuk memindahkan taman Sri Wedari dia kembali muram. Sukarsana sangat mengerti kakaknya, dalam sekejap dia tahu bahwa kakaknya sedang kepikiran sesuatu. Ketika ditanyakan, Sumantri menceritakan janjinya untuk memindahkan taman Sri Wedari. Sukarsana berpikir bahwa Candra Birawa bisa membantu abangnya untuk menyanggupi permintaan itu. Dengan singkep sebentar, Candra Birawa segera tampil dihadapan Sukarsana dan Sumantri. Sukarsana memberitahukan kesusahan kakaknya kepada Candra Birawa. Candra Birawa segera tahu bahwa yang meminta taman Sri Wedari pastilah titisan istri Betara Wisnu. Candra Birawa berkata bahwa dia bisa melakukan tugas tersebut tanpa masalah, Sukarsana dan Sumantripun diminta singkep menutup seluruh panca indra sementara Candra Birawa memindahkan taman tersebut. Dalam sekejap Candra Birawa menjadi ribuan dan taman Sri Wedari pun dipindahkan dari swargaloka ke Mayaspati.</div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Setelah berhasil, Sukarsana berniat untuk ikut dengan kakaknya mengabdi di Mayaspati. Sumantri kembali tidak tega dan menyuruh Sukarsana kembali ke padepokan. Tapi Sukarsana tetap bersikeras, Sumantripun mengeluarkan Cakrabiswara untuk menakut nakuti adiknya. Tanpa disangka2, Sukarsana tersandung dan tubuhnya tertusuk Cakrabiswara. Sebelum meninggal Sukarsana berkata pada kakaknya bahwa dia tidak sempat memberikan Candra Birawa kepada Sumantri dan memohon kepada dewata agar di kehidupan selanjutnya Sukarsana bisa kembali dekat dengan kakaknya.</div>
</span><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/candrabirawa1.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3489" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/candrabirawa1.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="candrabirawa1" /></a><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Di kemudian hari, Sumantri menitis kepada Narasoma (Prabu Salya) sementara Sukarsana (+ Candra Birawa) menitis kepada Resi Bagaspati yang juga berbentuk seperti raksasa hanya tidak kontet.</div>
</span></span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Resi Bagaspati mempunyai seorang putri bernama Dewi Pujawati, suatu ketika Narasoma sedang berburu dan ketika melihat Dewi Pujawati langsung terkesima oleh kecantikannya. Narasomapun mengikuti Dewi Pujawati untuk bertemu Resi Bagaspati.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/bagaspati_ensik.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3490" height="781" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/bagaspati_ensik.jpg?w=535&h=781" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="bagaspati_ensik" width="535" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Ketika keduanya ditanya oleh Resi Bagaspati, mereka berkata bahwa telah mencintai satu sama lain. Narasoma dan Pujawati pun dinikahkan saat itu juga oleh Resi Bagaspati. Narasoma sangat sayang pada istrinya Pujawati, tetapi ketika ditanya seperti apa cintanya kepada Pujawati, Narasoma berkata bahwa cintanya seperti beras putih yang bersih. Kemudian Narasoma menambahkan bahwa sayang beras putih pun ada gabahnya. Pujawati sangat bingung oleh perkataan Narasoma dan dia bertanya kepada Resi Bagaspati. Sang resi yang bijaksana segera tahu bahwa yang dimaksud oleh Narasoma ialah dirinya, karena tidak mungkin seorang pangeran penerus tahta kerajaan mempunyai mertua seorang raksasa. Sang resi menenangkan Pujawati dan menyuruhnya untuk memanggil Narasoma. Ketika Narasoma menghadap Resi Bagaspati, dijelaskan bahwa dalam tubuh Resi Bagaspati bersemayam Candra Birawa sebuah mahkluk berbadan halus yang sangat sakti.</div>
</span><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/bagaspati.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2207" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/bagaspati.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="bagaspati" /></a><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Karena Narasoma kini bertanggung jawab akan keselamatan Pujawati, Resi Bagaspati akan memberikan Candra Birawa kepadanya. Mereka berdua kemudian bersemedi dan terlihat Candra Birawa pindah dari Resi Bagaspati ke tubuh Narasoma. Sang resi kemudian lanjut semedinya dengan menahan napas, tak lama kemudian tubuh Resi Bagaspati menghilang dari pandangan. Pujawati yang melihat kejadian ini menjadi kaget dan menangis. Sementara itu Narasoma mendegar suara sang resi yang menjelaskan bahwa dia sebenarnya adalah titisan Sukarsana yang ingin dekat pada kakanya Somantri yang menitis pada tubuh Narasoma. Resi Bagaspati bersemedi untuk mendapat anak perempuan yang bisa dijodohkan dengan dirinya dan juga supaya bisa mewariskan Candra Birawa tapi sayang pada akhirnya Narasomapun telah berbuat salah kepada Resi Bagaspati seperti Somantri bersalah kepada Sukarsana. Narasoma kemudian diwanti2 bahwa mulai saat itu dia harus berhati2 kepada titisan/kekasih betara Dharma yang berikutnya karena pada saat itu dia akan gugur. Narasoma kemudian perganti nama menjadi Prabu Salya setelah menjadi raja.</div>
</span></span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Dalam perang Bharatayuda, Prabu Salya diangkat menjadi panglima perang Hastina sebagai pengganti Karna (urutannya: Bisma,Dorna,Karna,Salya).</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
Begitu melihat Prabu Salya turun ke medan danalaga, Sri Kresna segera mawas bahwa dia akan menjadi lawan yang berbahaya. Seluruh pasukan Pandawa diwanti2 supaya jangan gegabah melawan ksatria yang satu ini. Bimapun dengan sombongnya berkata bahwa Prabu Salya sudah tua dan kesaktiannya berkurang bisa dikalahkan oleh dirinya. Sri Kresna segera menceritakan kepada Bima dan Arjuna bahwa Prabu Salya memiliki Candra Birawa yang sangat berbahaya dan tidak boleh dianggap remeh.</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
Ketika perang dimulai, Bima segera menggasak tentara Kurawa. Prabu Salya sebagai panglima perang memajukan dirinya untuk mencegah Bima. Prabu Salya kewalahan melawan kekuatan Bima dan memutuskan untuk memanggil Candra Birawa. Bimapun bertarung dengan Candra Birawa tapi semakin lama Bima menjadi capai sementara Candra Birawa tetap mengganas. Arjuna yang melihat kakaknya dalam bahaya segera melepas panah. Sayangnya panah Arjuna melukai Candra Birawa, dan setiap tetes darahnya menjadi Candra Birawa baru. Bima semakin kewalahan melawan ratusan Candra Birawa, dan barisan pasukan Pendawa juga semakin hancur diobrak abrik.</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
Melihat kejadian ini Sri Kresna segera mendatangi Arjuna dan mencegahnya untuk memanah Candra Birawa. Kemudian Sri Kresna bergerak ke garis belakang untuk bertemu Yudistira. Sri Kresna berkata bahwa Yudistira harus maju ke medan perang untuk mengalahkan Prabu Salya demi kemenangan Pendawa karena hanya Yudistiralah yang bisa mengalahkannya sebagai titisan Betara Dharma. Yudistira yang dikusiri oleh Nakula segera memasuki medan perang dan bertemu langsung dengan Prabu Salya. Yudistira segera memohon ampun kepada Prabu Salya atas kelancangannya berani melawan Prabu Salya. Prabu Salya menjawab bahwa dalam medan perang tidak perlu merasa lancang karena ini merupakan tugas Yudistira sebagai raja untuk membela tentaranya. Yudistira pun menjawab bahwa seumur hidup dia tidak bisa melukai orang, dia rela mengorbankan dirinya asalkan Candra Birawa ditarik kembali kedalam tubuh Prabu Salya. Sayangnya Candra Birawa tidak bisa ditarik kembali sebelum tugasnya selesai yaitu memusnahkan tentara Pendawa. Yudistira dengan berat hati mengambil busur dan panah. Tapi Yudistira tidak berani mengarahkan panahnya kepada Prabu Salya, panahnya kemudian diarahkan ke bawah. Dengan ajaib, panah Yudistira yang menyentuh tanah langsung memantul dan mengenai Prabu Salya. Prabu Salyapun gugur, sesuai dengan yang dikatakan Resi Bagaspati.</div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/salya_solo2.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2197" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/salya_solo2.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="salya_solo" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Sekedar tambahan, sebenarnya Candra Birawa pernah sekali ditarik sebelum tuntas tugasnya. Kejadiannya ketika Narasoma bertarung melawan Pandu untuk memperebutkan Dewi Kunti. Pandu telah memenangkan sayembara dan Narasoma menantang Pandu dengan taruhan Dewi Madrim adiknya menjadi istri Pandu jika Narasoma kalah. Ketika bertarung, Narasoma kewalahan melawan kesaktian Pandu dan memanggil Candra Birawa. Akibatnya Pandu menjadi terdesak karena keris pusakanya tidak mempan terhadap Candra Birawa dan malahan menambah jumlah Candra Birawa. Pandu kemudian mengejek bahwa Narasoma tidak bisa bertarung sendiri perlu minta bantuan. Narasoma dengan sombongnya berkata bahwa Pandu juga bisa meminta bantuan kedua sodaranya, bahkan mengejek bahwa Dasarata disuruh maju kedepan biar diinjak2 oleh Candra Birawa. Mendengar ejekan Narasoma, Dasarata menjadi marah dan menyuruh Widura untuk menuntunnya kearah pertarungan. Setelah ditutun, Dasarata segera menyuruh Widura untuk menyingkir dan kemudian berteriak kepada Pandu supaya datang ke arah Dasarata. Pandu yang cerdas segera tahu rencana kakaknya itu dan segera melesat ke arahnya. Ketika Candra Birawa mengejar Pandu ke arah Dasarata, Pandu segera berdiri di belakang kakaknya dan Dasarata segera mengeluarkan Ajian Kumbalageni. Ajian Kumbalageni merupakan ajian dashyat yang membuat apa saja yang disentuh oleh Dasarata hancur menjadi debu. Candra Birawa tidak kuat melawan kesaktian ini dan kembali kedalam tubuh Narasoma. Pandu pun bergerak secepat kilat menyerang Narasoma, pukulan Pandu menyebabkan Narasoma terpental. Narasoma akhirnya mengaku kalah kepada Pandu dan berangkat menjemput Dewi Madrim untuk diberikan kepada Pandu.</div>
</span></span><br />
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-3961419228162271852012-08-26T18:30:00.000-07:002012-08-26T18:33:32.278-07:00Pandawa Mengakhiri Hidupnya di Istana Alam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/pandawalima.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3515" height="253" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/pandawalima.jpg?w=535&h=253" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="pandawalima" width="535" /></a><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: #f3f3f3;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span><br />
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Tiga puluh enam tahun telah berlalu sejak pecah perang Baratayuda antara Pandawa dan Kurawa yang dimenangkan oleh pandawa. Sejak itu kerajaan Astina di bawah pimpinan prabu Yudhistira berhasil mewujudkan suatu negara yang subur makmur gemah ripah loh jinawi kerta tur raharja. Jauh daris engketa politik tidak seperti ketika negara amsih dikuasi kaum Kurawa, dimana Pandawa harus mengalami hidp sengsara merana di hutan belantaa 13 tahun lamanya.</span></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><span id="more-3514" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Akan tetapi perjalanan hidup tidak selalu langgeng, situasi dan kondisi turut menentukan, terutama setelah meninggalnya para pini sepuh seperti Destarata, Gendari, Kunti dan kresna, Pandawa seperti kehilangan pegangan. Kelezatan dan kemewahan tak mampu menjamin ketenangan batin. Resah gelisah dan serba salah akhirnya menimbulkan rasa jenuh, seolah mereka sudah tidak betah lagi tinggal di dalam istina. Untuk menetralisir keadaan, Yudhistira bersama saudara-saudaranya sepakat akan minta nasehat Begawan Abiyasa di pertapaan Ukir Retawu.</div>
</span></span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Bersabdalah sang Begawan: “Cucuku, segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang sempurna. Begitu pula hidup di dunia tidak ada yang langgeng, cepat atau lambat kita akan kembali menghadap Yang Maha Kuasa. Karena itu aku menasehatkan agar kalian segera berpindah dari istana kerajaan dengan segala kelezatan dan kemewahannya, pindah ke istana alam dengan segala keasliannya untuk mencapai kemuliaan akherat sambil menunggu kedatangan Hyang Kala,” ujarnya.</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/abiyasa.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2745" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/abiyasa.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="abiyasa" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Wejangan Abiyasa itu memberi tanda lampu kuning, agar Pandawa meninggalkan kelezatan duniawi beralih mencari kemuliaan akhirat, mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu dipanggil menghadap Tuhan Maha Kuasa. Atas wejangan itu Pandawa sepakat akan meninggalkan kerajaan membuang diri menjelajah alam terbuka bertapa mendekatkan diri dengan Hyang Maha Tungal. Sedang untuk meneruskan tahta kerajaan telah diangkat Parikesit sebagai raja Astinapura.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Demikianlah pada hari yang telah ditetapkan, para Ksatria Pandawa bersama Drupadi meningalkan istana dengan perasaan pilu diiringi isak tangis keluarga dan rakyatnya. Tidak sepotong pun harta dunia yang dibawa, bahkan pakaian pun terbuat dari kulit. Ketika mereka keluar dari istana seekor anjing mengikuti dari belakang. Mereka berjalan ke arah timur masuk hutan keluar hutan, kemudian berbelok ke selatan dan akhirnya sampai di pegunungan Himawan (Himalaya) yang di situ terbentang alam terbuka gurun pasir yang terhampas luas sejauh mata memandang. Gurun itulah yang akan mereka tempuh. Setelah bersemadi beberapa saat, mulailah mereka memasuki istana alam di bawah teriknya sinar matahari menyengat sekujur badan.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Tiba-tiba Drupadi mengaduh dan jatuh terkulai serta tak lama kemudian menemui ajal, Bima sedih melihatnya dan bertanya: “Kakangku, Drupadi telah mati, apakah ia membawa dosa?”</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Yudhistira: “Adikku Bima, setiap kematian membawa dosa. Semasa hidupnya Drupadi bertindak pilih kasih. Ia lebih mencintai Arjuna daripada kita. Dosa itulah yang akan ia bawa,” jelasnya.</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-sadewa.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3517" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-sadewa.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="umbul sadewa" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Tidak lama kemudian Sadewa pun terjatuh dan ajal seketika. Bima bertanya: “Kakang lihat, Sadewa pun mati, apa pendapatmu?”</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Yudhistira: “Adikku, Tuhan tidak menyukai orang yang sombong. Ketika masih hidup Sadewa suka menyombongkan diri, bahwa dialah yang paling pintar tak ada yang mengungguli. Padahal setiap manusia mempunyai keterbatasan. Itulah dosanya.”</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-nakula.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3518" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-nakula.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="umbul nakula" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Perjalanan diteruskan dan semakin jauh menyelusuri gurun pasir dan kelelahan pun semakin terasa. Tiba-tiba nakula pun tejratuh dan menghembuskan nafas yang terakhir. Bima kembali bertanya: “Kakang Yudhis, Nakula pun menyusul, bagaimana pendapatmu?”</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">“Jika seseorang merasa dirinya lebih dari yang lain, maka orang itu takabur. Begitupun Nakula. Ia merasa dirinya yang paling tampan tiada duanya. Itu pertanda hatinya tak setampan lahirnya. Karena itu ia tak dapat mengikuti kita,” jelasnya. Belum kering mulut Yudhistira berkata, giliran Arjuna jatuh terkulai mengalami nasib yang sama. Padahal kesaktiannya seperti Hyang Indra “Apakah dosanya Kang?”</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-arjuna.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3519" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-arjuna.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="umbul arjuna" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Yudhistira: “Arjuna pun terkena penyakit takabur. Ketika anaknya mati, ia telah sesumbar sanggup mengalahkan musuh dalam satu hari sebelum matahari terbenam. Padahal kesanggupannya hanya terdorong oleh nafsu semata, sehingga janjinya tak dapat dibuktikan. Itulah dosanya.”</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Tak berapa lama tiba-tiba Bima mengerang: “Oh, kakang tolong aku, badanku gemetar aku tak mampu berjalan, tolong aku kang…: “Adikku Bima, engkau makan sangat gembul tanpa mengindahkan orang lain yang juga butuh makanan. Kata-katamu kasar tak perduli dengan siapa engkau berbicara. Selain itu engkau selalu menyombongkan kekuatanmu. Karena itu terimalah apa yang telah engkau lakukan,” dan sang Bima pun menemui ajalnya. Tinggallah Yudhistira seorang diri hanya ditemani angjingnya yang sangat setia. Hatinya sedih tak terperikan lalu ia berdoa: “Duh Maha Agung, terimalah adik-adik hamba menghadap -Mu. Meski mati membawa dosa, tetapi mereka pun banyak berbuat amal kebaikan semasa hidupnya. Karena itu ampunilah dosanya, berilah mereka tempat yang layak sesuai dengan amal perbuatannya.”</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-werkudara.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3520" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-werkudara.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="umbul werkudara" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Kemudian ia berkata kepada anjingnya: “Anjingku yang setia, engkau telah menjadi saksi atas kepergian adik-adikku. Tak lama lagi mungkin giliranku. Tapi aku sangat sedih karena kau harus menyendiri. Padahal selama ini engkau begitu setia menyertaiku.” Baru saja Yudhistira hendak beranjak, tiba-tiba di angkasa terdengar suara mengguruh ternyata Hyang Indra datang dengan kereta kencana tiba di hadapan Yudhsitra seraya bersabda: “Ya Yudhistira, janganlah engkau bersedih atas kematian adik-adik dan istrimu. Mati telah menjadi bagian setiap manusia. Sekarang naiklah ke atas kereta, engkau akan kubawa ke swarga tanpa harus meninggalkan jasadmu sebagai penghargaan atas keutamaanmu.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Yudhistira : “Ya sang Pikulun, hamba sangat bersykur mendapat anugerah yang tak terhingga besarnya. Hanya ada satu permintaan sebelum paduka membawa hamba.” “katakan apa yang kau minta?” tanya Indra. “Hamba mohon supaya anjing ini diperkenankan turut serta naik ke swarga,” pintanya.</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-puntadewa1.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3521" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-puntadewa1.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="umbul puntadewa" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Indra : “Yudhistira, ketahuilah bahwa engkau akan kubawa ke alam yang teramat suci tanpa noda sedikit pun. Seedang anjing adalah hewan yang sangat kotor. Karena itu jangalah engkau memikirkannya, walaupun ia setia padamu.”</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Yudhistira : “Kalau demikian lebih baik hamba tinggal di sini bersamanya. Hamba tidak tega meninggalkan dia sendirian di tengah hamparan pasir yang luas sejauh mata memandang. Dia telah merasakan kelelahan yang amat sangat menempuh perjalanan yang amat jauh bersama hamba,” jawab Yudhistira bertahan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Indra : “Kalau begitu engkau tidak menghargai kesetiaan saudara-saudaramu yang telah pergi lebih dahulu. Selama hidupnya mereka begitu setia kepadamu hingga akhir hayatnya. Lalu mana kesetiaanmu kepada mereka?” sergahnya.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Yudhistira : “Tidak dapat dikatakan hamba tak akan setia kepada mereka, karena mereka telah ajal lebih dahulu. Kecuali jika mereka masih hidup kemudian hamba meninggalkan mereka, barulah itu dikatakan bahwa hamba tidak setia kepada mereka. Dan kini seekor anjing walaupun hewan kotor, karena dia sangat setia kepada hamba dan adik-adik hamba, apakah hamba harus tega meninggalkannya sendirian di alam terbuka tanpa ada yang menemani. Bukankah anjing juga makhluk Tuhan? Oh, tidak sang Pikulun, lebih baik hamba tak ke swarga daripada harus meninggalkan dia,” kilahnya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Tiba-tiba anjing itu menghilang dan Dewa Darma telah berada di hadapan yudhistira merangkul dan bersabda: “Anakku Yudhistira, telah dua kali aku menguji keutamaanmu. Pertama ketika saudara-saudaramu mati di tepi hutan karena minum air kolam. Ketika kau minta supaya Nakula yang dihidupkan bukan Arjuna saudara sekandungmu, karena engkau lebih mengutamakan keadilan daripada kasih sayang. Dan sekarang engkau lebih baik tak jadi ke swarga daripada harus meninggalkan seekor anjing yang setia kepadamu. Mengingat keutamaanmu, engkau diperkenankan naik ke swarga bersama jasadmu.”</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Ringkas cerita Yudhistira telah naik ke alam akhirat. Setibanya di sana ia melihat-lihat apakah saudara-saudaranya berada di situ. Ternyata taks eorang pun ia lihat. Bahkan ia kaget ketika melihat Duryudana sedang duudk di singgasana disanjung dan dimuliakan. Ia berkata dalam hatinya: “Ah, ini tidak sesuai dengan karyanya di dunia. Walaupun ia raja tapi ia berwatak angkara. Justru dialah yang menyulut api perang Baratayudha. Tapi mengapa ia justru ditempatkan di swarga?” Batara Narada yang menyertai terusik rasa tahu apa kata hati si anak Pandu itu lalu berkata: “Wahai Yudhistira, janganlah engkau heran. Matinya Duryudana di medan perang sebagai seorang perwira. Maka sudah sepantasnya Maha Kuasa mengganjar dengan kemulian.”</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-duryudana.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3522" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-duryudana.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="umbul duryudana" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">“Hamba tak berhak mencampuri urusan akhirat, silahkan bila Duryudana diberi ganjaran kemuliaan. Tetapi kalau tempat ini pantas untuk Duryudana, lalu di manakah tempat berkumpulnya saudara hamba?” tanya Yudhistira.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Narada lalu menitahkan seorang ahli swarga mengantar Yudhistira ke tempat saudaranya berkumpul. Ternyata jalannya penuh kerikil dan batu-batuan. Ribuan nyamuk berterbangan, di sepanjang jalan darah berceceran, daging terkeping-keping serta tulang-tulang berserakan ditambah bau amis sangat menyengat. Tak lama terlihat sebuah kancah dengan godongan minyak yang sangat panas sedang menggodog manusia-manusia yang sedang disiksa. Yudhistira tak sampai hati dan ingin berlalu. Tetapi tiba-tiba ada suara menghimbau: “Oh, jangan pergi dulu sang Prabu, karena air minyak yang sangat panas ini, begitu tuand atang mendadak menjadi sangat dingin bagai hawa di pegunungan.”</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-batara-narada.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3523" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/umbul-batara-narada.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="umbul batara narada" /></a><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Ternyata yang berbicaa bukan hanya seorang, tetapi beberapa orang yang sedang mendapat siksaan. Yudhistira kaget, karena ia mengenal satu-satunya suara itu. Lalu ia bertanya siapa tadi yang bertanya. Maka mereka menjawab: “Aku Karna, Aku Bima.” Lalu lainnya: “Saya Arjuna,” demikian seterusnya sampai nama Nakula Sadewa dan Drupadi. Setelah jelas bahwa mereka yang sedang mendapat siksaan itu adalah saudara-saudaranya, Yudhistira minta kepada pengiringnya agar meninggalkan tempat itu. Biarlah dia ingin menyertai mereka, agar godongan minyak itu tetap dingin.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Tetapi tak lama kemudian berdatanganlah para Dewa ke tempat siksaan dan.. seketika tempat yang semula berupa kancah godongan berubah menjadi suatu tempat yang amat indah tiada tara, sejuk nyaman dengan semilir angin yang menyejukkan ditambah tercium harum yang mewangi di sekitarnya. Hyang Indra kemudian bersabda:</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">“Yudhistira, jangan engkau masygul, sebab ini adalah suatu rahasia. Setiap manusia tak dipilih-pilih harus ke neraka. Hanya ada aturan tertentu, siapa yang ke swarga dahulu, selanjutnya harus ke nereka. . Dan siapa yang ke neraka dahulu, akhirnya akan ke swarga. Artinya apabila di dunia hidupnya berbuat jahat, maka di akhiratnya akan diganjar swarga dahulu, kemudian dimasukkan ke nereka. Sedang tuan harus melihat, sebab tuan pernah berbohong menipu Dorna ketika perang tuan mengatakan bahwa Aswatama telah mati. Demikian pula saudara-saudara tuan masuk kenera karena ada dosanya. Tetapi sejak hari ini, hukumannya telah ditutup dan mereka akan masuk swarga. Nah, biarkan mereka lebih dahulu memasuki gerbang Nirwana.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Setelah itu sukma Yudhistira medal dari raga badannya dan dengan diiringi para Dewa masuk ke swarga bertemu dengan saudara-saudara serta para kerabat dan sahabatnya mendapat sejatining k</span><span style="background-color: #f4d0a8;">emuliaan.</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-44439973737357203812012-08-25T01:02:00.001-07:002012-08-25T01:02:58.471-07:00Bisma, Manusia Wadat Yang Sumpahnya Menjadi Sebab Perang Bharatayudha<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/sentanu_solo.jpg" style="color: black; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3084" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/sentanu_solo.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: center;" title="sentanu_solo" /></a></span></div>
<a name='more'></a><br /><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Hanya satu permintaan Gangga kepada Sentanu, yaitu harus memanjakannya, artinya tidak boleh bertanya siapa sebenarnya ia itu, bahkan tidak boleh menghalang-halangi apapun yang diperbuatnya, walau buruk sekalipun. Sekali-kali Sentanu tidak boleh murka dengan alas an apapun kepada Gangga, istrinya. Permintaan Ganggaa diterima dengan senang hati, karena kecuali Gangga adalah memang wanita yang berseri-seri, walaupun tanpa “make-up” , juga parasnya tetap cantik dan bertubuh indah.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" /><span id="more-3119" style="margin: 0px; padding: 0px;"></span><br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Perkawinan Sentanu dengan GAngga sekaligus penobatan menjadi raja di Astinapura dimeriahkan. Tetapi untuk waktu yang cukup lama perkawinan itu tidak mendatangkan rasa bahagia, bahkan Sentanu selalu diliputi rasa cemas dan dosa atas perbuatan permaisurinya yang setiap kali melahirkan bayi segera dilemparkan ke dalam sungai Gangga.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" /><br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Sentanu tidak berani sepatahpun menegornya, karena sebelumnya memang sudah bersumpah tidak akan menegor tingkah laku yang akan diperbuat permaisurinya. Namun setelah ketujuh kalinya, maka pada kelahiran bayi yang kedelapan meledaklah kemarahan Sentanu yang tak tertahan lagi. Ia segera menghampiri Gangga sambil bersabda:</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Hai Gangga ! Hentikan perbuatanmu yang terkutuk dan tak berperikemanusiaan itu. Berikan bayi yang kau pegang”.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sangat terkejutlah hati Gangga dan menghentikan perbuatan melabuh bayi, putranya yang kedelapan itu. Sambil menyerahkan bayi tersebut kepada Sentanu, berkatalah ia:</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Sinuwun, terimalah anak yang lahir atas perkawinan kita. Nama bayi ini adalah Dewabrata, kelak aka menjadi satria sakti, mahawira, arif bijaksana, filosuf sekaligus pujangga agung, bahkan akan menjadi paglima perang yang sangat dikagumi baik oleh kawan maupun lawnnya. Karena sang Prabu melanggar janji, berani menegur hamba, maka izinkanlah hamba kembali ke Kahyangan”.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Keputusan Gangga ini kalau kita renungkan secara eksistensial hanya memperpanjang penderitaan dan kematian Bisma dari seorang wanita.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sentanu menerima bayi, dan pasa saat itu juga Gangga lenyap dari pandangan mata. Dan saat itu pulalah Dewabrata dinobatkan menjadi Pangeran Adipati pewaris kerajaan Astina. Jadi dengan demikian Sentanu menduda sambil memelihara bayi (Dewabrata). Semula ia bertekad akan mempertahankan status kedudaannya dan mencoba untuk hidup dalam dunia kerohanian. Tetapi porak-porandalah niatnya. Ketika Sentanu sedang santai di tepi sungai Jamuna bertemulah ia dengan seorang gadis yang cantik cemerlang tak ubahnya bidadari dari Kahyangan, Durgandini namanya. Ia putrid dari negeri Wirata, dahulu bernama Lara Amis yang dikarenakan badannya berbau amis. Setelah penyakit Lara Amis dapat disembuhkan oleh Palasara, berganti nama Setiawati atau Satayojana.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" /><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/gandawati_solo.jpg" style="color: black; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3100" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/gandawati_solo.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: center;" title="gandawati_solo" /></a><br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Oleh Prabu Sentanu dipinanglah dewi itu untuk menjadi permaisurinya dan pengasuh putranya. Tetapi jawab sang Dewi:</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Saya bersedia menjadi permaisuri paduka yang mulia, tetapi putra lelaki yang saya lahirkan harus dinobatkan menjadi raja sebagai pengganti paduka”.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Kendatipun sang Prabu tergila-gila oleh asmaranya yang meluap-luap, namun Sentanu bungkam seribu bahasa. Ia ingat putra tunggalnya sang Dewabrata. Ketika sampai di istana, Dewabrata melihat ayahnya yang murung, sedih karena tak berhasil mempersunting gadis cantik itu, maka Dewabrata dating bersujud dan bersumpah di hadapan ayahandanya:</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Hamba berjanji”, demikian Dewabrata: “Bahwa hamba akan rela menyerahkan tahta kerajaan Astina untuk putra yang dilahirkan oleh Ibu ini dengan ayahandaku, demi untuk kepentingan negara dan raja yang akan melanjutkan keturunan kita”.<br style="margin: 0px; padding: 0px;" /><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/dewabrata_solo.jpg" style="color: black; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3120" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/dewabrata_solo.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: center;" title="dewabrata_solo" /></a><br style="margin: 0px; padding: 0px;" />Benar-benar terjadi, anak mengawinkan bapak. Mulai saat itulah Dewabrata bernama Bisma yang berarti patuh kepada sumpah, teguh memegang janji dan berani melaksanakannya tanpa syarata. Dan ternyata dari perkawinan itu lahirlah dua orang putra bernama Citranggada dan Wicitrawirya, yang kemudian benar juga mereka naik tahta kerajaan Astina silih berganti. Namun malang, kedua putra mahkota tersebut meninggal karena perang dalam usia muda tanpa menurunkan seorang putrapun sebagai penggantinya, sebagai raja Astina.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Setyawati mengharap agar Bisma bersedia mengawini kedua janda itu dan naik tahta kerajaan Astina. Tetapi dengan tegas Bisma menolak karena ia telah bersumpah akan menjadi Brahmacarya (wadat) dan menyarankan agar Abiyasa putra Setyawati dari Bagawan Palasara saja yang menggantikan tahta adiknya dan sekaligus mengawini Ambika dan Ambalika.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Siapakah sebenarnya yang menjadi penyebab perang Bharatayudha yang penuh dengan kekejaman itu? Abiyasakah? Atau Bismakah? Apapun kata orang, tetapi faktanya bicara, andaikata Bisma naik tahta atau Abiyasa ma uterus naik tahta, mestinya tidak aka nada perang antara Pandawa dan Kurawa. Apapun alasannya, perang adalah kejam, menderitakan kedua belah pihak, baik yang menang, maupun yang kalah.</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-15979224472155236482012-08-25T00:55:00.003-07:002012-08-25T00:55:56.209-07:00Kisah Lahirnya KURAWA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/destarastra.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3080" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/destarastra.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="destarastra" /></span></a><div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
Destarastra (saat istrinya hamil belum menjadi raja bahkan prabu pandu masih hidup) merasa sangat bersedih hati, lebih-lebih isterinya yaitu dewi gendari. kesedihan mereka disebabkan kandungan dewi gendari yang telah mencapai usia tiga tahun lamanya. walau telah mencapai 1000 hari lebih, melampaaui batas kenormalan usia hamil, akan tetapi belum juga ada tanda-tanda akan melahirkan si jabang bayi.</div>
<span id="more-3316" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
selama mengandung angan-angan dewi gendari tak pernah lepas dari rasa dendam dan sakit hati kepada prabu pandudewanata,a mbisi untuk menumpas keturunan sang pandu sebagai pelampiasand endam sakit hatinya selalu tak pernah lupa diucapkan dalam permohonan doa dewi gendari kepada dewata. aan tetapi saat itu belum juga ada dampak terkabulnya doa permintaan isteri adipati negara hastinapura ini. pagi, siang, sore hingga malamhari, hatinya senantiasa dirundung perasaan resah gelisah; gundah gulana; dan bahkan hampir putus asa, mengingat antara apa yang menjadi cita-cita dendam hatinya, maupun ingat akan kandungannya yang telah melampaui kenormalan itu, sama sekali belum membawa hasil seperti apa yang diharapkannya. pendek kata selama masa kehamilan, dewi gendari tak pernah ada rasa ketentraman di hati puteri yang berasal dari plasajenar ini. apa lagi setelah mengetahui dewi kunti, permaisuri prabu pandu telah melahirkan puteranya yang pertama, y ang diberi nama raden puntadewa atau juga disebut raden wijakangka. bahkan dewi kunti kini telah dan hampir melahirkan puteranya yang kedua. kecemasan serta seribu satu macam perasaan gelisah dan tidak enak terkandung dalam hati dewi gendari ini semakin menjadi-jadi.</div>
</span><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/kurawa100.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3079" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/kurawa100.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="kurawa100" /></a><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
ketiada menentuan perasaan hati dewi gendari yang sedang berbadan dua itu, mengakibatkan tubuhnya terasa gerah dan tidak betah tinggal dalam bangsal kaputren,. dewi gendari kemudian melangkahkan kakinya, dengan langkah-langkah gontai menuruni tangga pualam di bangsalnya menulusuri jlan setapak diantara hijaunya rerumputan, menuju ke tamans ari kerajaan hastinapura yang luas dan asri, diikuti oleh empat orang emban sebagai abdi pengiringnya. kala itu surya telah condong ke barat, saat dewi beserta empat orang abdinya menulusuri jalan setapak yang terbuat dari pualam, diantara semerbak harum aneka bunga, serta rimbunnya pohon buah-buahan yang menghiasi taman kerajaan, gerbang-gerbang sebagai batas bagian-bagian taman yang luas itu telah dilewati dewi gendari, pandangan matanya yang sayu lurus memandang ke depan seakan-akn tak peduli dengan segala keindahan taman di sekelilingnya. tak lama kemudian dewi gendari telah melalui gerbang taman yang ke tujuh dan merupakan bagian taman yang tekrahir. dalam bagian taman ini berisi aneka macam binatang buas maupun jinak serta beragam unggas sebaga hiasannya, tak ubahnya seperti isi kebun binatang layaknya namun tampat terawat bersih dan rapi. di tengah petamanan margasatwa ini terdapat sebuah kolam besar yang terbuat dari batu pualam dengan dihiasi kelompok bunga teratai nan mekar dengan indahnya. ikan-ikan yang berwarna-warni berlari berpasangan berkejar-kejaran d bawah warna biru jernihnya air. tanpa sepengetahuan dewi gendari bahwa kedatangannya di taman satwa itu, telah membuat seluruh binatang buas yang ada di taman menjadi beringas, sementara binatang yang jinak serta unggas seperti gelisah dan ketakutan,semua ini merupakan firasat buruk.</div>
</span><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/gendari_solo.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-1540" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/gendari_solo.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="gendari_solo" /></a><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
hembusan angin keras membuyarkan lamunan dewi gendari, mengetahui cuaca buru, dew gendari mengajak para emban kembali ke kaputren. Langkah dewi gendari semakin dipercepat karena renai gerimis telah mulai turun, tiba tiba saja dewi gendari yang sedang mengandung ini tersentak kaget saat mendengar suara harimau mengaum begitu keras. karena rasa kaget yang teramat sangat tubuh dewi gendari gemetar, wajauh pucat, tak terasa dewi gendari telah melahirkan di tempat di mana ia berdiri, yaitu bebrapa jengkal sebelum mencapai gerbang kaputren tempat tinggalnya. dewi gendari bukan melahirkan bayi sehat dan mungil, melainkan adalah segumpal daging yang bercampur darah mengental, berwarna mrah kehitam-hitaman, daging yang baru lahir dari rahim dewi gendari itu bergerak-gerak serta berdenyut-denyut seakan-akan bernyawa.</div>
</span></span><div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">setelah melihat dan mengetahui hal ini, bukan main marah dewi gendari, karena emosinya gumpalan daging itu diinjak injah hingga terpecah belah, lalu ditendang-tendang dengan kakinya ke arah yagn tak menentu, pcahans erta serpihan daging yang dilahirkan dewi gendari tercerai berai berserakan di atas rerumputan taman. dewi gendari merasa emosi, geram dan marah setelah itu iapun menjerit mengangis histeris lalu pingsan, lalu dibawa masuk ke kaputren tempat kediamannya. anehnya, setiap serpihan daging yang berserakan itu besar atau kecil tetap berdenyut dan bergerak-gerak.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/abiyasa_solo.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3099" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/abiyasa_solo.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="abiyasa_solo" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
atas nasehat begawan abiyasa yang telah datang secara gaib dari pertapaannya, meminta agar adipati destarasta memerintahkan para badinya untuk menutupi setiap serpihand aging itu dengan daun ajti. dengan was-was serta perasaan takut yang tertahan, maka para emban serta beberapa orang prajurit pengajaga taman melaksanakan tugas ya ng diperintahkan adipatadi destarasta, menutupi serpihan daging itu dengan daun jati, jumlahnya mencapai 99 keping. bersamaan dengan kejadian itu, suasana taman di hastinapura berubah menjadi sangat menyeramkan, binatang buas mengeluarkan suaranya, disusul dengan lolongan anjing hutan yang berkepanjangan bersahutan, burung hantu, kelelawar, burung gagak serta binatang malam lainnya. binatang-binatang yang lelolong tak kunjung berhenti, suasana seram dan menakutkan meliputi hastinapura, banyak para emban dan prajurit penjaga malam ketakuan, wajahnya pucat, badannya menggigil, merinding bulu romanya. dewi gendari yang telah siuman dari pingsannya turun dari tempat peraduannya menuju tempat pemujaan, ia memohon kepada dewa,a gar cita-citanya untuk berputera banyak, bisa terkabul. tiba-tiba saja batari durga muncul secara gaib dan memberitahukan, apabila lewat tengah malam mendengar tangisan bayi di taman, dewi gendari agar cepat-cepat menghampiri bayi tsb, karena itu adalah puteranya. setelah memberikan pesan batari durgapun menghilang dari hadapan dewi gendari secara gaib, kembali ke kahyangan di wukir pidikan.</div>
</span></span><br />
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-27502091481885140402012-08-25T00:49:00.000-07:002012-08-25T00:49:08.661-07:00Wahyu Wiji Wasesa<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/suyudana-cepak.jpg" style="background-color: #eeeeee; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2894" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/suyudana-cepak.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="suyudana cepak" /></a></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><br /></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a name='more'></a><br /></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Kerajaan di ngarcapada tiba tiba dilanda pagebluk, termasuk negara hastina. prabu duryodana mengumpulkan mentri mentrinya di paseban agung. hadir patih snegkuni, raja anga karna, dan resi dorna. raja duryodana bertanya ada gerangan apa ini?kok pagebluk meraja lela?resi dorna menjawab mendapat wangsit dan berkata ada wahyu yang diturunkan dewata di pucak gunung argo piloso berupa wahyu wiji wasesa yang terkandung dalam sebuah tumbuhan bernama tumbuhan mandera kresna. siapa yang mendapat wahyu itu akan diliputi kesentosaan.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span id="more-3321" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
raja duryodana gembira dan mengutus patih sengkuni membarengi resi dorna ke argo piloso untuk mengambil wahyu wiji wasesa. kurawa dipersiapkan, prajurit bersenjata hastina berangkat ke argo piloso. sementara di argo piloso tampaklah resi begawan hanoman menghadap di depanya 3 satria putra pandawa yaitu gatotkaca, wisanggeni dan antareja. hanoman menyampaikan agar lengkap bisa menggayuh wahyu wiji wasesa harus bisa mengangkat panah dan memanahkannya ke pohon mandero kresna. tapi untuk itu diminta putra pandawa lengkap dengan menghadirkkan raden abimanyu. gatotkaca segera melesat mencari abimanyu.</div>
</span><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/antareja.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="alignright size-full wp-image-2314" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/antareja.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; float: right; margin: 0px 0px 0px 20px; padding: 5px; text-align: justify;" title="antareja" /></a></span><div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
rombongan hatsina tiba, dan di hadapi oleh antareja dan wisanggeni, rombongan kurawa kocar kacir. resi dorna mengambi akan bulus, meraga sukma hendak mencuri wahyu. dalam bentuk sukma resi dorna melihat dua bungkusan, dan dia ambil yang terbagus. lalu dibawa pulang dengan keyakinan wahyu telah didapat. pasukan kurawa dimundurkan kembali ke kerajaan.</div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">abimanyu menghadap eyang abiyasa meminta petunjuk bersama punokawan, dan disuruh segera pergi dengan petunjuk akan datang saudara yang akan menunjukan jalan. maka punakawan dan abimanyu menuruni bukit. ketemu rombongan raksasa dan terjadilah perang besar. abimanyu berhasil memukul mundur wadya bala raksasa. kemudian bertemu gatotkaca, dan diajak segera ke argo piloso untuk mengambil wahyu wiji wasesa. abimanyu menurut karena sesuai wangsit yang dia terima, yaitu akan datang saudara yang memberi pertolongan.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">keraton ngamarta terlihat puntadewa murung, demikian juga werkudoro dan nakulo sadewa, karena adanya pagebluk besar dan hilangnya harjuna. sekonyong konyong datanglah setyaki patih dwarawati, meminta bantuan, karena pagebluk dan hilangnya sri kresna. puntodewo ahirnya mengutus werkudoro mencari kresna dan harjuna. werkudoro berangkat, dikisahkan sekali melangkah wekudoro mampu menempuh jarak begitu jauh karena aji ajinya.saat melangkah dia melihat ada cahaya begitu indah di sebuah bukit dan dia segera bergegas kesana.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">di khayangan wisnu menghadap betara guru, disana ada juga bhatara narada. wisnu bertanya siapa yang akan dia bela dalam bharata yudha?dijawab oeh bhatara guru orang yang membangun dan memakmurkan dunia, wisnu lalu bertitah, siapa yang menyusulku itu yang akan saya ikuti. tiba tiba datanglah jisnu. jisnu melapor ke bhatara guru untuk mengajak bhatara wisnu pulang karena pagebluk besar di akibatkan naiknya wisnu ke kayangan dan meninggalkan ngarcapada.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">wisnu menolak, jisnu memaksa, jisnu menyeret kakaknya wisnu keluar dan terjadi keributan. bhatara narada melempar angin garuda, dan wisnu serta jisnu kembali jatuh ke ngarcapada. wisnu masuk ke tumbuhan mandera kresna, sementara jisnu masuk ke busur panah. sementra itu tibalah werkudoro di argo piloso menemukan adanya antaredja dan hanoman, hanoman menecritakan adanya wahyu wiji wasesa, dan werkudoro berkenan menyoba. ternyata panah itu tak mau dipegang werkudoro. hanoman menenangkan kekecewaan werkudoro dan menyuruh werkudoro untuk tenang menunggu datangnya putranya gatot dan ponakanya abimanyu.</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/abimanyu_ky.jpg" style="background-color: #eeeeee; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="alignright size-full wp-image-2414" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/abimanyu_ky.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; float: right; margin: 0px 0px 0px 20px; padding: 5px; text-align: justify;" title="abimanyu_ky" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
abimanyu datang bersama gatot dan punakawan, abimanyu memegang panah dan memanah pohon andero kresna. sudah tiba saatnya takdir dewata. pohon berubah prabu kresna, panah berubah harjuna, dan wahyu masuk ke tubuh abimanyu. maka bergembiralah semuanya. abiamanyu lah yang ebrhak menitiskan wiji pengayom di tanah jawa.</div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">keraton hastina, raja duryodana senang, karena dorna katanya berhasil mengambil wahyu. ternyata ketika wadah dibuka isinya wisanggeni, wisanggeni mengutuk resi dorna, atinya dalam keadaan ruh tak wajar pada bharata yudha. karena malu resi dorna mengutuk wisanggeni tak bakal ikut dalam bharata yudha. duryodana marah dan menyerang ngamarta. pasukanya dipukul oleh werkudoro. keadaan kembali tenan</span><span style="background-color: #f4d0a8;">g</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-17966729721023569682012-08-25T00:43:00.001-07:002012-08-25T00:43:21.053-07:00Wahyu Trimanggolo<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-decoration: underline;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/banowati.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3325" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/banowati.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="banowati" /></span></a><div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
Marcapada geger karena mendengar kabar dewata akan memberikan wahyu tri manggolo. di kerajaan hastina kegegeran ini dimulai dengan datangnya seorang pendeta berjuluk begawan dewa kumara, begawan berwujud raksasa. dia mengabarkan kepada sang prabu duryodana bahwa istrinya dewi banowati mendapatkan wahyu tri manggolo. wahyu ini konon berwujud 3 buah dan salah satunya masuk ke dalam tubuh banowati. maka gegerlah kurawa. pertama duryodana akan mengadakan pesta besar besaran, tapi karena diingatkan oleh prabu salya mertuanya dari mandaraka, maka hal ini dibatalkan. karena prabu salya tahu bahwa wahyu tak akan betah jika penerima wahyu justru bersenang senang. prabu salya juga memberikan petunjuk bahwa wahyu akan lestari masuk dalam tubuh sang penerima jika saratnya dipatuhi. apa itu?yaitu tidak srawung atau bergaul berhubungan badan atau memegang lain jenis dalam jangka waktu 40 hari.</div>
<span id="more-3324" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
saat itu dewa kumara sang begawan pembawa kabar gembira itu mengajukan suatu usul dan pembicaraan kepada prabu duryodana, yaitu bahwa hal itu tak mutlak, tetapi bisa diakali dengan menebus tumbal. apakah tumbalnya?kera putih, sipa kera putih?ya hanoman dari pertapaan kendali sadha.itulah tumbalnya, dengan tumbal itu maka diharapkan wahyu akan selamanya menjadi milik banowati. maka duryodana menyetujuinya, tapi prabu salya tiba tiba memberikan petuah kepada semua yang hadir, bahwa tak pantas wahyu dipertahankan dengan jalan menyakiti bahkan membunuh orang lain yang tidak berdosa. begawan dewa kumara menjawab ucapan salya dengan berkata “saya disini untuk menghadap duryodana raja hastina, bukan salya raja mandaraka”. salya naik pitam, demikian juga prabu karna raja ngawangga mantu salya. begawan dewa kumara ditarik oleh akrna untuk keluar ke alun alun untuk ditantang berantem. sementara prabu salya yang menahan amarah pamit kepada duryodana dan segera pulang ke mendaraka.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">perang tanding di alun alun terjadi. adipati karna yang merasa mertuanya dipermalukan oleh begawan dewa kumara mengamuk. tapi segala ilmunya tidak mempan di tubuh begawan sakti tersebut. dengan sekali gebuk, begawan dewa kumara mengeluarkan ajian saktinya gelap sayuta, dan adipati karna terlempar jauh ke angkasa entah kemana. patih sengkuni datang menghadap, tadinya mau melerai, tapi melihata dipati karna dikalahkan niyatnya batal. patih sengkuni meminta begawan menghadap raja duryodana kembali di paseban agung.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">di paseban duryodana memberikan wewenang kepada dewa kumara untuk memimpin wadya bala hastina. dewa kumara menghaturkan trimakasih dan segera bersiap bersama pasukan kurawa berangkat ke kendali sadha tempat pertapaan resi hanoman. sebelum berangkat sengkuni mengabsen para kurawa, dan diberi tahukan oleh dursasana bahwa pendeta dorna dan anaknya aswatama tidak hadir, demikian juga raja banakeling jayadrata juga tidak hadir.segera pasukan itu diberangkatkan ke pertapaan kendali sadha.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">di pertapaan kendali sadha anoman sedang menerima tamu para anak pandawa, abimanyu, antasena, gatotkaca hadir. mereka hadir untuk bertanya tentang hilangnya 2 pendawa yaitu harjuna dan para punakawan serta werkudara dari kesatrian madukara dan yodipati.perginya para kesatria tanpa pamit ini membuat anak anak mereka merasa kuwatir dan berusaha mencari infi keberadaan mereka dimana. dan ahirnya mereka sempat datang ke dwarawati, tapi ternyata kresna juga sedang tidak ada di tempat maka segera mereka mencoba mencari ke tempat begawan anoman.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">begawan anoman mengaku tidak mengetahui dimana ayah mereka berada, belum jauh mereka berbicara, pasukan kurawa datang dan terjadilah pertempuran di pertapaan kendali sadha. pertama para kurawa dapat dikalahkan, tapi ketika dewa kumara maju, maka para anak anak pendawa kewalahan dan mundur. ahirnya hanoman yang maju dan ternyata hanoman bisa dibunuh oleh begawan dewa kumara. jazad anoman dibawa oleh kurawa pulang ke hastina sementara anak anak pandawa kemudian bertekad membalas dan mengambil kembali jazad anoman mengikuti ke hastinapura.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">di tengah hutan arjuna dan para punakwan berjalan, naik turun bukit masuk keluar hutan prihatin, meminta atau nyenyuwun kelimpahan wahyu trimanggolo. sampai suatu ketika muncul macan yang besar dan berhasil menyambar tubuh harjuna, petruk bertekad sekuat tenaga merebut harjuna dari tangan macan dan berhasil. macan tadi ternyata bisa berbicara dan mengaku bernama singo jalmo dan bermaksud memakan punakawan, harjuna berkata sebaiknya macan tadi memakan dirinya sebelum makan punakawan. dan perang tanding pun terjadi. 3 panah harjuna menembus mulut macan. ketika akan dibuang bangkai macan tersebut, macan tersebut berubah menjadi bhatara kamajaya. dan memebrikan wangsit bahwa wahyu trimanggolo hak harjuna sekarang sudah diambil oleh ratu banowati, maka harjuna disuruh untuk mengambil wahyu tersebut.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">sepeninggal bhatara kamajaya, arjuna menangis tersedu sedu dipangkuan semar. dia menangis karena merasa gagal emndapat wahyu dan bertekad bunuh diri karena dia tak mungkin merampas wahyu dari tangan banowati. semar dan punakawan berusaha membujuk harjuna tapi tak berhasil, dan arjuna mencabut kerisnya siap bunuh diri. semar mencegah dan ahirnya mau untuk memberikan jalan agar arjuna bisa mendapat wahyu tri manggolo tersebut. punakawan dirubah menjadi gajah raksasa oleh semar, petruk jadi kepala dan gading, gareng jadi belalai, dan bagong jadi perut dan buntut, mereka diberi nama gajah ijo dan disuruh ngamuk di keraton hastina, dengan permintaan dinikahkan dengan banowati. hitungan semar, wahyu akan keluar dari tubuh banowati jika banowati bisa dikeluarkan dari kaputren keraton hatina. karena memang wahyu itu bukan hak banowati. maka berangkatlah gajah semar dan harjuna ke hatsinapura.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">sementara di khayangan arwah anoman bertemu dengan kresna, anoman menceritakan kejadian yang menimpanya, lalu kresna mengajak serta arwah anoman ke kayangan alang alang kumitir, tempatnya syang hyang wenang. karena kresna akan meminta wahyu trimanggolo, rupanya kresna meninggalkan dwarawati untuk bertapa dan hendak meminta wahyu trimanggolo jua.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">sampai di hadapan syang hyang wenang, kresna dan anoman mengatukan salam. lalu karena syang hyang wenang mengetahui maksud kedatanagn mereka maka beliau langsung memebrikan jawaban tentang wahyu trimanggolo.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">wahyu ini ada 3 bagian, 2 bagian satria, dan satu bagian pamomong. yang satu bagian milik hanoman karena kesetiaanya sejak jaman prabu rama sampai sekarang untuk membela yang benar. dan yang 2 untuk werkudoro dan arjuna, sebagai manggolo atau pemimpin satria yang berbudi luhur. segera wahyu diebrikan kepada anoman. sementara kresna dinasehati bahwa dia adalah penjelmaan wisnu oleh karena itu tak boleh ikut ikutan meminta wahyu. kresna insyaf, lalu syang hyang wenang menitipkan wahyu untuk werkudoro kepada kresna. hanoman disuruh kembali ke hastina dan memebrantas angkara murka disana yang berwujud begawan dewa kumar. dan kresna disuruh untuk mencari sang werkudoro.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/kresna2.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3213" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/kresna2.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="kresna2" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
maka turunlah hanoman dan kresna, mereka lalu berpisah, hanoman menuju hastina. sementara kresna ke ngamarta. di alam ayang ayang kresna dihadang sukma lelana sukma raga sukma begawan drona. rupanya begawan drona hendak merebut wahyu itu untuk anaknya aswatama. terjadi eprtempuran di awang awang. dan wahyu yang dipegang kresna terlempar ke bumi. dalam hati kresna meminta supaya jatuh ke orang yang benar benar pantas menerimanya. sementara dorna dibohongi oleh kresna, dorna merampas bungkusan yang dikira wahyu dan cepat kembali ke bumi. kresna tertawa dalam hati melihat polah drona dan segera memburu dimana wahyu trimanggolo asli jatuh.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">di sungai suci yamuna werkudoro tampak tekun bertapa, dia sedang melakoni tapa kungkum di tengah kali dengan cara menenggelamkan badan sampai sedada dan terus memuji dan meninggalkan makan minum, sudah berhari hari werkudoro dalam posisi yang sama. dan hari itu sesuai kehendak dewata dari langit turun wahyu tri manggolo yang jatuh dan masuk ke dalam tubuh werkudoro.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">kresna segera turun dan tertegun melihat werkudoro di tengah kali, dan merasa senang karena wahyu sudah masuk dalam tubuhnya. kresna membangunkan werkudoro dan menyadarkannya bahwa permintaannya dikabulkan dewata dia akan menjadi manggolo senopati dalam perang bharata yudha nanti. werkudoro bersyukur atas terkabulnya permintaanya.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">werkudoro dan kresna berjalan menyusuri kali hendak menyusul saudaranya arjuna, tiba tiba bertemu begawan sempani dan anaknya jayadrata yang juga mencari wahyu. mengetahui wahyu diterima werkudoro begawan sempani dan jayadrata meminta dnegan paksa dari tangan werkudoro.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/jayadrata.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="alignright size-full wp-image-2238" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/jayadrata.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; float: right; margin: 0px 0px 0px 20px; padding: 5px; text-align: justify;" title="Jayadrata" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
werkudoro bukan tandingan mereka, dalam satu lemparan begawan sempani dan jayadrata dilemparkan dan terbang jatuh di banakeling. disana begawan sempani berkata “anaku jayadrata balaslah kekalahan kita hari ini, cari kelemahan bima, yaitu rasa sayangnya akan anaknya, terutama terhadap ponakanya abimanyu, maka dalam bharata yudha bunuhlah abimanyu untuk membalaskan dendam ini”.</div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
di hastinapura gajah mengamuk, kurawa diobrak abrik, jenazah anoman yang akan dibakar terpaksa ditinggal karena dewa kurawa begawan raksasa itu harus menghadapi gajah ijo jadi jadian. bahkan dewa kumara dikalahkan gajah, duryodana pun kalah dan lari ke kaputren. dia meminta banowati untuk lari karena ada gajah edan ngamuk minta nikah dengannya.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">tak dinyana banowati sangking takutnya lari ke luar istana, disana ketemu harjuna dan langsung berpelukan, saat itu ketentuan wahyu dilanggar dan arjuna menerima wahyu dari banowati. duryodana mengetahui hal ini ahirnya sadar dan minta arjuna mengusir gajah edan yang mengamuk.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">anak anak putra pandawa sampai, dan bersedia untuk menghadapi gajah. antaseno segera menyuruh punakawan untuk kembali ke wujud asal. dan kembalilah gajah ke wujud punakawan. sementara anoman hidup kembali setelah rohnya masuk ke dalam raganya. dan terjadilah pertarungan antara anoman dan begawan dewa kumara. kali ini dewa kumara berubah wujud asli arwah ganda yitma, warga alengka. maka anoman segera membawa kembali arwah ganda yitma ke penjara di gunung kendali sada.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">kresna, anoman, arjuna, werkudoro, semar, punakawan dan semua anak pandawa yang hadir mengucapkan syukur teramat sangat kepada tuhan yang maha kuasa. karena wahyu tri manggolo telah mereka dapatkan.</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-30198342729203628122012-08-25T00:38:00.003-07:002012-08-25T00:38:42.741-07:00Pandawa Samrat<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/pandava-brothers-postcard_3750_l1.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><img alt="" class="alignright size-full wp-image-3341" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/pandava-brothers-postcard_3750_l1.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; float: right; margin: 0px 0px 0px 20px; padding: 5px; text-align: justify;" title="pandava-brothers-postcard_3750_l" /></a></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
Alkisah, setelah Pandawa berhasil membuka hutan Wanamarta dan berhasil mendirikan negara Amarta atau Indraprastha. Sebagai tanda syukur lepada Tuhan mereka menyelenggarakan sesaji Raja Suya. Yaitu statu selamatan yang harus dihadiri 100 raja. Pada saat yang sama Jarasanda juga mengadakan upacara, sesaji ludra. Sesaji itu ditujukan pada Bethara Kala. Namun sesaji itu sesat. Karena yang harus dipersembahan kepada Bethara Kala adalah berupa bekakak panggang dari 100 raja.</div>
<span id="more-3332" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jarasanda dari Magada sudah berhasil mengalahkan dan menangkap 97 raja untuk dijadikan persembahan. Sehingga hanya tinggal 3 raja lagi yang masih perlu ditaklukkan. Yaitu raja Dwarawati Sri Kresna, raja Madura Sri Baladewa, dan raja Amarta pura Puntodewa. Tentu saja ketiganya melawan. Mereka menyamar menjadi Brahmana, masuk ke istana Jalatanda lewat pintu belakang. Jarasanda dinasihati ketika Pendawa itu, namun menolak. Terjadilah perang antara Pendawa dan Jarasanda. Jarasanda berhasil dibunuh oleh Bima.</div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sehingga ke sembilan puluh tujuh raja yang ditawan dapat dibebaskan . Mereka dijadikan Sumitra kerajaan Pendawa. Suatu ketika diadakanlah Pandawa Samrat di kerajaan Indraprasta. Pandawa Samrat adalah pertemuan pengangkatan Pandawa menjadi pemimpin di kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya. Pada pertemuan itu, pihak Pandawa sebagai tuan rumah meminta Resi Bisma yang tertua di antara hadirin sebagai juru bicara merangkap sebagai ketua upacara. Tapi Bisma sendiri sebagai resi melimpahkannya kepada Sri Kresna. Bisma tahu, Kresna adalah titisan Wisnu. Tentu kebijaksanaannya melebihi seorang resi. Pendapat Bisma ini didukung oleh Baladewa, Drupada, dan Widura yang juga mengetahui tenang diri Kresna.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Akhirnya semua undangan mendukung Kresna memegang jabatan sebagai ketua upacara. Tiba-tiba Supala bangkit berdiri dan berbicara dengan suara lantang, “Saya tidak setuju! Dia masih muda. Banyak yang lebih pintar bicara dan lebih terhormat di sini.” Supala memberi alasan seperti itu untuk menutupi bahwa sebenarnya ia mendendam pada Sri Kresna. “Supala, aneh kedengarannya. Ingat, suara terbanyak memilih Sri Kresna menjadi ketua,” kata Resi Bisma. “Pokoknya saya tidak setuju. Saya juga tahu bahwa rajasuya ini pun merupakan rencana Kresna …,” kata Supala lagi. “supala, kamu bicara seenaknya. Kalau tidak setuju, boleh keluar. Pergi sebelum kupatahkan lehermu!” “Saya bebas mengeluarkan pendapat. Saya tidak ingin Kresna menjadi ketua pertemuan,” bantah Supala.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Akhirnya Kresna bangkit berdiri dan berkata dengan suara yang dalam, “Supala, kau telah menghinaku di depan umum.” “Memang. Bahkan lebih banyak, lebih baik bagiku….” Balas Supala. “Penghinaanmu itu harus kau pertanggungjawabkan. Kita sama-sama ksatria.” “Aku tak akan undur Kresna. Aku siap menanggung apa yang kuucapkan.” Baladewa terkejut mendengar kata-kata Supala. Ia teringat akan sumpah Kresna waktu masih muda di hadapan orang tua Supala. “Baik Supala, mari kita keluar untuk menyelesaikan secara ksatria,” kata Kresna. “Aku ladeni. Akan kutunjukkan Supala tak takut pada Sri Kresna yang terkenal digjaya.”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Kedua ksatria ini sebetulnya masih saudara misan. Tapi Supala bukan tandingan Kresna. Semua kesaktian Supala luluh dihadapan Kresna , tetapi Supala tetap keras kepala. Ia tetap melawan secara nekad walaupun sudah jungkir balik. Akhirnya Supala tewas di tangan Kresna.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Begitulah takdir yang sudah diduga Baladewa bahwa Supala akan mati di tangan seorang titisan Wisnu, yang sekaligus juga sebagai orang yang menyembuhkannya dari cacat lahirnya saat ia masih sangat muda</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-22664479585597785702012-08-25T00:32:00.001-07:002012-08-25T00:34:15.140-07:00Kisah Arjunasasrabahu (2)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“… Prabu Arjunasasrabahu adalah raja negara Maespati yang terkenal sakti mandraguna dan pilih tanding. Beliau bertiwikrama membendung aliran sungai untuk menyenangkan permaisurinya dan para putri domas serta selir-selir yang jumlahnya ribuan orang. Para selir Prabu Arjunasasrabahu bukanlah wanita sembarangan, tetapi wanita-wanita cantik putri para raja taklukan yang secara sukarela tunduk pada kekuasaan negara Maespati. Namun dan kesernua para putri itu, yang paling cantik adalah permaisuri Dewi Citrawati. Beliau adalah putri Magada yang pernah menjadi rebutan ribuan raja karena diyakini sebagai penjelmaan Bhatari Sriwidawati.”</span><br />
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<a name='more'></a><span style="background-color: #eeeeee;"><br /></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Hemmm, sangat kebetulan! Kalau begitu aku akan rebut Dewi Citrawati dari tangan Arjunasasrabahu!” kata Rahwana lantang. la kemudian memerintahkan Aditya Mintragna, Karadusana dan Trimurda untuk menyiapkan pasukan perang, menggempur negara Maespati. Dengan sikap hati-hati Patih Prahasta berusaha menasehati dan mengingatkan Prabu Rahwana akan akibat buruk dari peperangan tersebut. Diingatkan pula oleh Patih Prahasta, akan kesaktian dan keperwiraan Prabu Arjunasasrabahu dan patih Suwanda yang sulit tertandingi oleh lawan siapapun, termasuk Prabu Rahwana sendiri. Namun Rahwana tetap kukuh dengan kamauannya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Di jagad raya ini tidak ada seorangpun titah yang dapat mengalahkan Rahwana. Inilah janji Dewa Syiwa kepadaku!” kata Rahwana lantang. Peperangan tak dapat dihindarkan dan berlangsung dengan seru antara pasukan Alengka sebagai penyerang dan pasukan Maespati yang berusaha mempertahankan kehormatan dan kedaulatan negaranya. Korbanpun berjatuhan, bergelimpangan. Ribuan raksasa dipihak Alengka dan ribuan prajurit di pihak Maespati. Ketika banyak para senopati perang Alengka mati dalam peperangan dan pasukan terdesak mundur, Rahwana akhirnya maju perang sendiri menghadapi para senopati perang Maespati.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Rahwana bertiwikrama , merubah wujud menjadi raksasa sebesar bukit, berkepala sepuluh dan bertangan dua puluh yang masing-masing tanganya memegang berbagai jenis senjata. Sepak terjang Rahwana sangat menakutkan. Dalam sekejap ratusan prajurit Maespati menemui ajaInya. Untuk menghadapi amukan dan sepak terjang Rahwana, beberapa raja yang menjadi senopati perang Maespati, seperti Prabu Wisabajra, Prabut Kalinggapati, Prabu Soda, Prabu Candraketu dan Patih Handaka Sumekar, mencoba menghadangnya. Namun bagaimanapun saktinya mereka, mereka bukantah tandingan Rahwana. Para raja itu akhirnya gugur ditangan Rahwana. Menyaksikan hal itu, akhirnya Patih Suwanda maju sendiri memimpin pasukan Maespati. Dengan</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">tata gelar perang “Garuda Nglayang” pasukan Maespati bergerak cepat, memukul mundur dan memporak porandakan pasukan Alengka. Sepak terjang Patih Suwanda sangat trengginas. Tak satupun para Senopati perang Alengka, baik Tumenggung Mintragna, Karadusana, Trimurda, juga patih Prahasta yang mampu menandingi kesaktian Patih Suwanda. Mereka lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Beberapa putra Rahwana antara lain Kuntalamea, Trigarda, Indrayaksa dan Yaksadewa yang nekad berperang mati-matian melawan Patih Suwanda, akhirnya</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">mati juga di medan perang.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Mengetahui beberapa orang putranya tewas dalam peperangan dan tak satupun para senapati perangnya yang dapat menandingi kesaktian dan keperkasaan Patih Suwanda, akhirnya Rahwana maju sendiri ke medan laga. Perang tanding pun berlangsung dengan seru Berkali-kali Patih Suwanda berhasil memenggal putus kepala Rahwana Namun Rahwana selalu dapat hidup kembali dari kematian. Hal ini berkat Ajian Rawarontek, ajaran dan pemberian Prabu Danaraja (Prabu Danapati atau Prabu Bisawarna), raja negara Lokapala yang masih kakak Rahwana satu ayah, sama-sama putra resi Wisrawa.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/dasamuka2.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3510" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/dasamuka2.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="dasamuka2" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Merasa kewalahan menghadapi patih Suwanda, Rahwana berTiwikrama . Tubuhnya berubah menjadi raksasa sebesar bukit, berkepala sepuluh dan bertangan duapuluh. Perubahan wujud ini sama seakali tidak menakutkan Patih Suwanda. Tiwikrama yang dilakukan Rahwana tidaklah sehebat dan semenakutkan Tiwikrama yang dilakukan Prabu Arjunasasrabahu. Dengan cepat Patih Suwanda melepaskan senjata Cakra, yang begitu melesat langsung menebas putus kesepuluh kepala Rahwana. Kesepuluh kepala itu jatuh bergelimpangan di tanah, namun dalam sekejap menyatu kembali pada badannya.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Patih Suwanda mulai kehilangan akal dan kesabaran menghadapi kesaktian Rahwana. Sementara itu di Sorgamaya, arwah Sukasrana, adik Patih Suwanda, masih bergentayangan melihat pertempuran tersebut. la, berkesimpulan, inilah saat yang tepat untuk membalas dendam pada kakaknya, dan memenuhi janjinya unluk bersama-sama arwah kakaknya, Sumantri (Patih Suwanda) pergi ke Sorgaloka. Dengan cepat arwah Sukasrana menyatu hidup dalam taring Rahwana. Perang tanding pun kembali berlangsung antara Patih Suwanda melawan Rahwana. Patih Suwanda telah berketetapan hati hendak mencincang habis kepala Rahwana agar tidak bisa hidup kembali. Karena itu tatkala kepala Rahwana lepas dari lehernya terbabat senjata cakra, Patih Suwanda segera memungut kepala Rahwana. Tak terduga, saat ia memegang rambut kepala Rahwana, tanpa disadari tubuh Rahwana menyatu kembali berkat daya kesaktian Aji Rawarontek.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/ravana1.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2909" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/ravana1.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="ravana1" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Begitu kepalanya menggeliat dan membuka mata, berkat pengaruh arwah Sukasrana, tangan Rahwana langsung mengangkat tubuh Patih Suwanda dan menggigit lehernya hingga putus. Saat itu juga Patih Suwanda menernui ajalnya. Arwahnya berdampingan dengan arwah Sukasrana terbang menuju ke sorgaloka. Mengetahui Patih Suwanda gugur dalarn pertempuran, beberapa orang prajurit Maespati lari ke pesanggrahan Prabu Arjunasasrabahu memberitahukan kejadian tersebut. Prabu Arjunasasrabahu yang mendengar laporan tewasnya patih Suwanda oleh Prabu Rahwana, segera bangun dari tidurnya dan mengakhiri Tiwikramanya. la meminta para raja-raja pengikutnya untuk segera mengumpulkan sisa-sisa laskar Maespati yang bercerai berai, dan dia sendiri yang akan memimpin pasukan Maespati menghadapi Rahwana. Di tengah perjalanan, Prabu Arjunasasrabahu diternui olch Bhatara Narada dan Bhatara Mahadewa yang sengaja menghadang langkah Prabu Arjunasasrabahu atas perintah Bhatara Guru.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Cucu Ulun, Arjunasasrabahu. Mengemban perintah Hyang Jagad Pratingkah, Ulun menghadang lakumu yang akan menggelar perang menghadapi Rahwana. Titah Hyang Jagad Pratingkah, Ulun harus membatalkan perang melawan Rahwana. Berilah kesempatan Rahwana untuk hidup lebih lama. Ulun tahu, Rahwana titah maha sakti yang sepak terjangnya direstui Hyang Siwa dan Durga. Tapi, Rahwana tetap bukan tandinganmu !” kata Bhatara Narada kepada Prabu Arjunasasrabahu.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/narada-batara.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3502" height="661" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/narada-batara.jpg?w=535&h=661" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="narada-batara" width="535" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">“Bukan maksud hamba untuk menentang perintah Hyang Jagad Pratingkah. Pukulun Kanekaputra tahu, Rahwana telah membunuh adik hamba, Patih Suwanda. Karena itu Rahwana harus dihukum kata Prabu Arjunasasrabahu.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">‘Ulun tahu akan kecintaanmu terhadap Patih Suwanda, dan dendam ulun pada Rahwana. Tapi saat ini Rahwana belum saatnya mati. Takdir dewata, ia memang harus mati melalui tanganmu, tapi bukan pada penitisanmu yang sekarang, melainkan pada penitisanmu yang akan datang.” kata Bhatara Narada.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Hamba berjanji, hamba tidak akan membunuh Rahwana. Hamba hanya akan menghukumnya, memberi pelajaran agar dapat mengkontrol tindak angkara murkanya. Karena itu perkenankanlah hamba melanjutkan perjalanan, menggelar perang menghadapi Rahwana dan laskar Alengka !” kata Prabu Arjunasasrabahu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Kalau itu yang menjadi tujuan ulun, ulun mengiringi langkahmu. Tapi ingat, Ulun harus menetapi janji untuk tidak membunuh Rahwana !” kata Bhatara Narada setelah merasa gagal membujuk Prabu Arjunasasrabahu untuk membatalkan perang.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Perang sampyuh tak bisa dihindarkan lagi antara prajurit Maespati melawan laskar raksasa negara Alengka. Dengan tata gelar perang “Garuda Nglayang” sebagaimana yang diterapkan oleh Patih Suwanda, pasukan Maespati di bawah pimpinan Prabu Arjunasasrabahu berhasil memukul mundur dan memporak porandakan laskar raksasa Alengka. Tak terbilang jumlahnya, mungkin ribuan laskar Alengka mati di medan peperangan. Mengetahui pasukannya lumpuh bercerai berahi, akhirnya Rahwana sendiri yang maju perang menghadapi Prabu Arjunasasrabahu. Nasehat Patih Prahasta agar Rahwana menank mundur sernua pasukan dan menyatakan kalah, ditolak mentah-mentah oleh Rahwana. Rahwana merasa yakin, dengan aji Rawarontek yang dapat menolongnya luput dari kematian, ia akan dapat mengalahkan dan membunuh Prabu Arjunasasrabahu, sebagai mana ia mengalahkan dan membunuh Patih Suwanda.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/ravana2.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2688" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/ravana2.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="ravana2" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Rahwana mengamuk, membabi-buta. Setlap sabetan pedangnya selalu memakan korban nyawa prajurit Maespati. la terus mendesak maju berusaha mendekati kereta Prabu Arjunasasrabahu. Hati Rahwana tercekat kagum manakala ia melihat, betapa agungnya Prabu Arjunasasrabahu berdiri gagah di atas kereta perangnya. Cahaya semacam pelangi melingkari tubuh Raja Maespati itu, yang menandakan ia raja kekasih dewata, penitisan Bhatara Wisnu.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Rahwana ingin menunjukkan kesaktiannya. Sambil membaca mantera sakti, ia melepaskan senajuta Branaspati yang begitu melesat di udara dari pamornya langsung menyemburkan gumpalan-gumpalan api sebesat gelugu (batang kelapa/nyiur) dan sangat panas tiada terkira, membakar hangus prajurit Maespati.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Melihat hal itu, Prabu Arjunasasrabahu bertidak cepat. Sambil membaca mantera sakti, ia melepaskan seniata Bayusayuta, yang begitu melesat di udara dari pamornya menyembur angin besar dan kencang yang mengandung hawa dingin. Dengan suara mendesis, angin itu mematikan dan meniup habis gumpalan-gumpalan api Rahwana.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Merasa kalah sakti dalam olah senjata, Rahwana kemudian bertriwikrama. Tubuhnya menjadi sebesar bukit, berkepala sepuluh dan bertangan seratus yang masing-masing tangannya memegang berbagai macam senjata tajam. Rahwana terbang hendak menerkam dan membinasakan lawannya. Menghadapi serangan Rahwana yang demikian ganas dan mengerikan, Prabu</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Arjunasasrabahu segera melepaskan panah Trisula, yang begitu melesat di udara pecah menjadi ratusan anak panah, yang dengan cepat memangkas putus kesepuluh kepala Rahwana, keseratus tangan dan kakinya. Potongan-potongan kepala , tangan, kaki dan gembung Rahwana jatuh berserakan di atas tanah. Namun berkat daya kesaktian Aji Rawarontek, begitu menyentuh tanah potongan-potongan tubuh itu secepatnya bergerak menyatu, dan Rahwana pun hidup kembali.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/dasamuka.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3503" height="590" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/dasamuka.jpg?w=535&h=590" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="dasamuka" width="535" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Masih dalam keadaan bertriwikrama, Rahwana terbang ke udara, sambil berlindung di balik gumpalan mega, ia mengeluarkan kesaktiannya. Dari keseluruh anggota tubuhnya, termasuk lubang hidung dan telinga – (dalam keadaan triwikrama, tangan Rahwana berjumlah seratus dan berkepala sepuluh) – keluar ribuan macam senjata seperti gada, limpung, pedang, tombak dan anak pariah, yang meluncur cepat menyerang prajurit Maespati. Bersarnaan itu pula, Rahwana mengeluarkan ajian “Gunturgeni’, dimana ketika ia berteriak dari mulutnya keluar ribuan kilat menyambar dengan daya hangus yang luar biasa.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Menyaksikan hal itu, Prabu Arjunasasrabahu tetap tenang. la segera melepaskan senjata Trisula, yang begitu melesat di udara memecah menjadi ratusan naga sebesar bukit yang langsung menelan habis semua senjata ciptaan Rahwana. Bersarnaan dengan itu pula, Prabu Arjunasasrabahu melepaskan senjata Candrasa yang melesat tepat menghantam hancur tubuh Rahwana. Dalam keadaan berkeping-keping serpihan Rahwana jatuh ke tanah. Peristiwa pun terulang kembali. Berkat daya kesaktian aji Rawarontek, begitu menyentuh tanah potongan-potongan tubuh Rahwana bergerak saling menyatu, dan Rahwana pun hidup kembali.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Menghadapi kejadian yanh terus berulang, hilang kesabaran Prabu Arjunasasrabahu. la segera bertriwikrama. Dalam sekejap tubuhnya berubah meniadi brahalasewu- Raksasa hampir sebesar gunung, berkepala seratus dan bertangan seribu, di mana masing-masing tangannya memegang berbagai jenis senjata. Melihat tubuh raksasa yang demikian besar dengan bentuk yang sangat menakutkan, Rahwana mengigil ketakutan. Cepat ia terbang melarikan diri dan berlindung di balik gumpalan awan, sambil berterjak minta tolong.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/batari-durga11.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3435" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/batari-durga11.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="batari-durga1" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Teriakan Rahwana yang dilambari ajian Guntur sewu itu terdengar oleh Bhatari Durga yang bertahta di Kahyangan Setragandamayit. Bhatari Durga segera keluar dari istananya dan secepat kilat menuju ke arah Rahwana. Begitu mengetahui Rahwana dalam kesulitan menghadapi raksasa penjelmaan Prabu Arjunasasrabahu, Bhatari Durga segera menciptakan awan hitam untuk melindungi tubuh Rahwana. Hal ini ia lakukan karena ia merasa bertanggung jawab menjaga keselamatan Rahwana, yang secara tidak langsung adalah putranya sendiri dengan Bhatara Syiwa (=Bhatara Guru). Prabu Arjunasasrabahu yang mengetahui ulah Bhatari Durga melindungi Rahwana segera melepaskan pariah “Prahara” yang begitu melesat di udara dari pamornya menyembur badai awan panas. Awan hitam seketika tersibak hilang. berubah menjadi rintikan hujan. Dalam suasana alam yang terang benderang nampak dengan jelas tubuh Bhatari Durga yang berada di sebelah Rahwana.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu-rahwana.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3504" height="459" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu-rahwana.jpg?w=535&h=459" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="arjunasasrabahu rahwana" width="535" /></a><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Arjunasasrabahu siap melepaskan panah Trisula, Namun sebelum panah Trisula dilepaskan, Bhatari Durga yang mengetahui daya keampuhan pusaka itu, secepat kilat lari kembali ke Setragandamayit sambil berteriak minta ampun. Prabu Arjunasasrabahu yang tidak mau kehilangan sasaran, mengarahkan pariah Trisula ke tubuh Rahwana. Begitu terkena hantaman pusaka</div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
tersebut, tubuh Rahwana hancur menjadi beberapa bagian, berterbangan di udara dan akhirnya jatuh berserakan di tanah.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Aji Rawarontek kembali menolong Rahwana dari kematian. Namun saat tubuhnya menyatu kembali, Prabu Arjunasasrabahu segera bertindak cepat, menangkap tubuh Rahwana. Bersamaan dengan itu, Bhatara Narada dan Bhatara Mahadewa datang menegur Prabu Arjunasasrabahu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Cucu Ulun, Prabu Arjunasasrabahu. Hentikan triwikramamu. Bukankah Ulun telah berjanji tidak akan membunuh Rahwana,” kata Bhatara Narada. Mendapat teguran Bhatara Narada, Prabu Arjunasasrabahu menyudahi triwikramanya, kembali kewujud aslinya. “Hamba tidak akan membunuh Rahwana, tetapi hamba punya kewajiban untuk menyiksa dan menghajarnya sebagai</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">pelajaran tata kesusilaan bagi aditya ambek angkara murka ini!” jawab Prabu Arjunasasrabahu.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Syukurlah kalau ulun tetap memenuhi apa yang telah ulun janjikan kepada dewata!” kata Bhatara Narada yang segera meninggalkan Prabu Arjunasasrabahu diikuti kemudian oleh Bhatara Mahadewa.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sepeninggal Bhatara Narada dan Bhatara Mahadewa, Prabu Arjunasasrabahu segera mengikat tubuh Rahwana dengan rantai. Kemudian, tubuh yang sudah tak berdaya itu diikat pada belakang kereta perang Prabu Arjunasasrabahu dan ditarik mengelilingi alun-alun negeri Maespati sampai beberapa kali putaran, baru ditarik menyusuri jalan-jalan di kota negara Maespati.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/cepak-dasamuka-1.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3505" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/cepak-dasamuka-1.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="cepak-dasamuka-1" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Berkat daya kesaktian ajian Rawarontek, Rahwana memang tidak bisa mati. Tapi !a bisa mengalami penderitaan, dan penderitaan yang tengah ia alami sekarang ini merupakan penderitaan yang maha berat yang arus ia alami baik secara lahir dan batin. Dalam keadaan terseret, tubuh Rahwana bukan saja harus berbenturan dengan batu lubang jalanan dan roda kereta, tetapi ia juga harus menanggung penghinaan yang luar biasa besarnya, dimana dalam keadaan sebagai pecundang dan pesakitan, tubuhnya yang terseret kereta itu harus menjadi tontonan ribuan rakyat Maespati. Tidak itu saja.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Rakyat Maespati yang membencinya ikut menambah derita lahir batinnya. Mereka melempari tubulnya dengan batu, kayu, telur busuk dan juga kotoran hewan. Bila berkesempatan sebagian rakyat Maespati meludahi mukanya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Setelah semua lorong-lorong jalan ibu negara Maespati dilalui, Prabu Arjunasasrabahu mengarahkan keretanya menuju ke pesanggrahan dimana Dewi Citrawati dan para selir beserta para dayang berkemah. Prabu Arjunasasrabahu ingin menunjukan kepada istrinya, wujud raksasa Rahwana yang telah membunuh Patih Suwanda.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Apa yang dialami Prabu Rahwana diketahui pula oleh Detya Kala Marica. Raksasa cerdik dan licik ini merasa iba atas penderitaan yang dialami rajanya, juga rasa sakit hati rajanya diperlakukan sedemikian hina. Marica ingin membalas dendam, membuat sakit hati Prabu Arjunasasrabahu. Ketika tubuh Rahwana masih terseret-seret di sepanjang jalanan ibu negara Maespati. Marica mendahului pergi ke pesanggrahan Dewi Citrawati. Dengan merubah wujudnya menjadi seorang punggawa istana, Marica berhasil menemui Dewi Citrawati. Dengan menghiba dan kata-kata pedih diciptakannya sebuah laporan palsu, bahwa Prabu Arjunasasrabahu beserta para raja pengikutnya telah tewas dalam peperangan melawan Rahwana. Disampaikan pula pesan Prabu Arjunasasrabahu, mengingat Rahwana raja yang ambek angkara murka, maka apabila Prabu Arjunasasrabahu tewas dalam peperangan, maka Dewi Citrawati, sernua para selir berikut dayangdayang harus melakukan bela pati.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Kata-kata Marica yang disertai mantra “kemayan” itu berhasil membutakan alam pikiran bawah sadar Dewi Citrawati, yang dengan mudahnya menerima saja semua laporan Marica. Tanpa pikir panjang, demi bakti setianya pada suami, Dewi Citrawati segera menghunus patrem (keris kecil) dan melakukan bunuh diri. Tindakan Dewi Citrawati tersebut segera diikuti oleh para selir dan dayang. Terjadilah bunuh diri masal yang mencapai hampir empat ribu orang. Sehingga dalam sekejap, pesanggrahan yang dibangun dengan segala keindahan dan keelokannya itu dipenuhi oleh</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">mayat-mayat wanita cantik.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Namun masih ada seorang dayang yang belurn sempat melakukan bunuh diri. Hal ini karena saat ia akan menusukan patrem ke ulu hatinya, Marica yang merasa usahanya telah berhasil telah merubah wujudnya ke wujud aslinya. Dayang itu pingsan karena takut melihat wajah Marica yang mengerikan.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Betapa terkejut Prabu Arjunasasrabahu ketika ia memasuki pesanggrahan, dijumpainya Dewi Citrawati, para selir dan dayang-dayang sernuanya telah menjadi mayat, tumpang-tindih tak karuan. la tak tahu, apa yang telah terjadi sesungguhnya hingga istri dan sernua selir serta para dayang melakukan bunuh diri masal. Pada saat Prabu Arjunasasrabahu dalam kebingungan, dayang yang selamat telah siuman dan segera mendekati Prabu Arjunasasrabahu, melaporkan apa yang sesungguhnya telah terjadi. Bunuh diri masal itu terjadi karena Dewi Citrawati, para selir dan dayang melaksanakan pesan Prabu Arjunasasrabahu yang disampaikan oleh raksasa Alengka yang menyaru sebagai punggawa istana Maespati.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/cepak-arjunasasra.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3506" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/cepak-arjunasasra.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="cepak-arjunasasra" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Seketika muntab kernarahan Prabu Arjunasasrabahu. la bermaksud untuk bertiwikrama, membunuh Rahwana dan menghancurkan alam seisinya sebagai protes atas ketidak adilan dewata yang telah membiarkan istrinya yang setia termakan bujukan Marica. Namun sebelurn niat itu dilaksanakan, telah muncul Bhatara Waruna. Dewa laut itu datang menyabarkan Prabu Arjunasasrabahu. Dikatakan kepada raja Maespati tersebut, bahwa apa yang menimpa Dewi Citrawati berikut para selir dan dayang merupakan cobaan dewata yang harus diterima dengan lapang dada. Kedatangannya menemui prabu Arjunasasrabahu adalah untuk menolong sang Prabu dari kesedihan. Dengan air sakti Tirta mulya” (=semacam air penghidupan “tirta amarta”) ia</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
sanggup menghidupkan kembali orang yang telah mati, khususnya yang mati karena terluka.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Arjunasasrabahu menerima kebaikan hati Bhatara Waruna. Dengan percikan air sakti “Tirta mulya” Dewi Citrawati dapat dihidupkan kembali. Demikian pula para selir dan dayang-dayang yang jumlahnya hampir 4000 orang. Setelah itu Bhatara Waruna menjelaskan, bahwa yang membuat pengkhianatan dengan memberikan laporan palsu adalah Datya Kala Marica, hulubalang setia Rahwana, yang memang cerdik dan licik. Mengetahui hal itu, Prabu Arjunasasrabahu bertekad akan segera mencari dan membunuh Marica walau ia berlindung di balik Kahyangan sekalipun.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Dewi Citrawati melarangnya. Janganlah kebencian beralih menjadi dendam. Toh berkat pertolongan Bhatara Waruna, ia dan semua selir dan dayang-dayang telah hidup kembali. Karena itu Dewi Citrawati meminta agar Prabu Arjunasasrabahu melupakan dendamnya terhadap Marica. Demi menghormati keinginan istrinya, Prabu Arjunasasrabahu berjanji akan melupakan dendamnya</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">terhadap Marica.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sepeninggal Bhatara Waruna, datang menemui Prabu Arjunasasrabahu, Brahmana Pulasta yang sengaja turun dari pertapaan Nayaloka yang berada di kahyangan Madyapada. Brahmana raksasa yang tingkat ilmunya sudah mencapai kesempumaan itu adalah kakek buyut Rahwana dari garis ayah, Resi Wisrawa. Brahmana Pulasta adalah cucu Bhatara Sambodana yang berarti cicit Bhatara Sambu. la, berputra Resi Supadma, ayah Resi Wisrawa. Kedatangan Brahmana Pulasta menemui Prabu Arjunasasrabahu adalah untuk memintakan pengampunan bagi cucu buyutnya, Rahwana. Karena menurut ketentuan Dewata, belum saatnya Rahwana untuk menemui kematian. la memang harus mati oleh satria penjelmaan Dewa Wisnu, tetapi bukan pada penjelmaannya yang sekarang, tetapi pada penjeImaan Wisnu berikutnya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Rahwana memang makluk yang ambek angkara murka. memang pantas menderita dan mati untuk menebus dosa-dosanya. Tapi bukan sekarang. Itutah ketentuan dewata yang aku ketahui. Karena itulah aku memohon kemurahan hati Paduka untuk membebaskan Rahwana. Berilah ia kesempatan untuk hidup dan memperbaiki perilakunya. Apapun persyaratan yang Paduka minta, aku akan memenuhinya.” kata Brahmana Pulasta, lembut menghiba.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Aku juga tidak akan membunuh Rahwana sebagaimana janjiku pada Bhatara Narada. Apa yang aku lakukan sekedar memberi pelajaran pada Rahwana agar ia menyadari, bahwa di jagad raya ini masih banyak titah lain yang dapat mengalahkannya, walau tidak kuasa untuk membunuhnya. Kalau aku membebaskan Rahwana, jaminan apa yang bisa sang Bagawan berikan padaku?”</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">kata Prabu Arjunasasrabahu.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Jaminanku, aku berjanji, Rahwana akan tunduk pada Paduka dan mau merubah sifat angkara murkanya. Aku yakin, Rahwana bersedia menyerahkan negara dan tahta Alengka kepada Paduka dan menjadikan Alengka sebagai negara bagian Maespati. Sebagai imbalan kemurahan hati Paduka membebaskan Rahwana, aku bersedia menghidupkan semua prajurit Maespati yang tewas dalam peperangan!” kata Brahmana Pulasta.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Menghargai permintaan brahmana sakti yang tingkat hidupnya sudah setara dewa itu, Prabu Arjunasasrabahu memenuhi apa yang menjadi keinginan Brahmana Pulasta. Rahwana segera dilepaskan dari ikatan rantai yang membelit sekujur tubuhnyaBegitu terbebas, Rahwana langsung duduk bersimpuh di hadapan Prabu Arjunasasrabahu. Sambil menyembah ia menyatakan fobat</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">dan berjanji tidak akan berbuat kejahatan lagi. Rahwana juga menyatakan tunduk pada Prabu Arjunasasrabahu dan rela menyerahkan tahta dan kerajaan Alengka dalam kekuasaan raja Maespati, dan bersedia menjadi raja taklukan.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Arjunasasrabahu menerima pertobatan Rahwana. Namun ia tak menghendaki tahta dan negara Alengka. la hanya menasehati dan meminta Rahwana untuk memerintah dengan adit dan memanfaatkan kekayaan negara untuk kepentingan rakyatnya. Bukan untuk kepentingan diri sendiri dan keluarganya.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/pulasta.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3507" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/pulasta.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="pulasta" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Brahmana Pulasta pun memenuhi janjinya. Dengan mantera saktinya ia berhasil menghidupkan kembali semua prajurit Maespati yang tewas dalam peperangan, terkecuali Patih Suwanda. Inilah yang membuat sedih Prabu Arjunasasrabahu. Ketika ia menanyakan hal itu kepada Brahmana Pulasta, sang brahmana menjelaskan bahwa kematian Patih Suwanda sudah mencapai kesempumaan sesuai takdir hidupnya. Ia menemui ajalnya sesuai dengan karmanya terhadap Sukasrana, adiknya.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Kalau aku paksakan untuk menghidupkan kembali Rayi Paduka, Patih Suwanda, berarti aku nekad melanggar kehendak Sang Maha Pencipta. Aku juga telah melanggar niat luhur Sukasrana. Karena arwah manusia suci itu belum mau masuk ke sorgaloka tanpa bersama-sama arwah kakaknya, Sumantri — nama kecil Patih Suwanda !” kata Brahmana Pulasta menegaskan.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Arjunasasrabahu akhimya dapat menerima penjelasan Brahmana Pulasta dan merelakan kematian Patih Suwanda. Sepeninggal Brahmana Pulasta dan Rahwana, Pancaka (api pembakaran mayat) segera disiapkan untuk menyempurnakan jasad Patih Suwanda. Selesai upacara pembakaran jenazah Patih Suwanda, mereka kembali ke ibunegeri Maespati.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sejak peristiwa tersebut, negeri Maespati tumbuh menjadi negara adi daya dan adi kuasa. Kejayaannya merambah sampai lebih dan tiga perempat isi jagad raya. Prabu Arjunasasrabahu sendiri dikenal sebagai Raja yang Gung Binatara (Maha Besar dan Maha Berkuasa) * Hampir seluruh raja di jagad raya secara suka reta tunduk dan hormat kepadanya. Meskipun demikian, ia tetap bersikap bijaksana, arif dan hormat terhadap sesama titah marcapada.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Kebahagaian Prabu Arjunasasrabahu dilengkapi pula dengan kebahagiaan keluarganya. Dari pernikahannya dengan Dewi Citrawati, Prabu Arjunasasrabahu berputra Raden Ruryana. Oleh ayahnya sejak kecil Raden Ruryana dididik dalam berbagai ilmu, baik ilmu tata kenegaraan maupun ilmu jayakawijayan. Hal ini karena dialah satu-satunya pewaris tahta dan negara Maespati.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Merasa tak ada lagi lawan yang berarti, dan tak ada lagi gangguan yang mengancam negara Maespati dan negara-negara sekutunya, kehidupan selanjutnya dari Prabu Arjunasasrabahu lebih banyak digunakan bersenangsenang, memanjakan istri, para selir dan putra-putranya. Akibatnya, semakin asyik hidup dalam kesenangan, Prabu Arjunasasrabahu mulai melupakan tugas kewajiban menjaga kelestarian dan kesejahteraan jagad raya (memayu hayuning, bawono).</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/1-ramaparasu.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-1502" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/1-ramaparasu.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="1-Ramaparasu" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Akibat dari kelalaian Prabu Arjuansasrabahu tersebut, tanpa sepengetahuannya (tanpa ia sadari-pen), Dewa Wisnu loncat dari tubuhnya, menitis pada Ramaparasu, putra bungsu dari lima bersaudara putra Resi Jamadagni dan Dewi Renuka, raja negara Kanyakawaya yang hidup sebagai brahmana di pertapaan Daksinapata. Ramaparasu sedang melaksanakan sumpah dendamnya, ingin membunuh setiap satria yang dijumpainya. Sumpah itu terlontar sebagai akibat dari perbuatan Prabu Citrarata, yang telah menodai ibunya, Dewi Renuka, serta perbuatan Raja Hehaya yang telah menghancurkan pertapaan Daksinapata dan membunuh Resi Jamadagni, ayahnya.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Beberapa tahun kemudian, Prabu Arjunasasrabahu dan Ramaparasu saling bertemu di sebuah hutan. Saat itu Prabu Arjunasasrabahu sedang melakukan perburuan di hutan. Seperti biasa, setiap melakukan perburuan, Prabu Arjunasasrabahu selalu mengajak serta Dewi Citrawati, semua para selir, para dayang dan para raja sekutunya. Ikut serta dalam rombongan tersebut ratusan prajurit pengawal dan para kerabat kerajaan Maespati lainnya. Sehingga kegiatan perburuan tak ubahnya kegiatan wisata keluarga besar Kerajaan Maespati.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Perkemahan besar pun dibangun di tengah hutan sebagai tempat tinggal Dewi Citrawati, para selir dan dayang-dayang. Sementara Dewi Citrawati dan para selir dan dayang tinggal di perkemahan dalam kawalan para prajurit, Prabu Arjuansasrabahu disertai Prabu Kalinggapati, Prabu Soda, Prabu Candraketu dan beberapa hulubalang melakukan perburuan binatang ke tengah hutan. Pada saat melakukan perburuan itulah Prabu Arjunasasrabahu di hadang oleh Ramaparasu. Ramaparasu sengaja menghadangnya setelah mendapat petunjuk dari seorang brahmana, bahwa raja yang sedang melakukan perburuan adalah Prabu Arjunasasrabahu, raja penjelmaan Dewa Wisnu dari negara Maespati.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Atas anugerah dewata sesuai doa dan permohonan ayahnya, Resi damadagni, Ramaparasu hanya akan mati oleh perantaraan titisan Dewa Wisnu. Karena itu setelah ia lama malang melintang membunuh para satria, dan merasa telah bosan hidup, ia berusaha mencari satria penjelmaan Dewa Wisnu, untuk memintanya mengantarkan kembali ke alam kelanggengan. Karena itu ketika dalam pengembaraannya ia bertemu dengan seorang brahmana yang memberitahukan bahwa Dewa Wisnu menitis pada Prabu Arjunasasrabahu, Ramaparasu berusaha mencari Prabu Arjunasasrabahu sampai ke negara Maespati, dan akhimya menyusul ke hutan. Penghadangan yang dilakukan oleh Ramaparasu, sangat menggembirakan hati Prabu Arjunasasrabahu. Perawakan Ramaparasu yang tinggi besar, kekar dan menakutkan itu dengan dua pusaka, Kapak dan Bargawastra, menerbitkan suatu harapan besar di hati Arjunasasrabahu, bahwa</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">yang menghadangnya ini adalah penjelmaan Dewa Wisnu — pada saat itu Prabu Arjunasasrabahu telah menyadari Dewa Wisnu telah meninggalkan dirinya. Karena itu ia pun ingin mati melalui perantaraan Dewa wisnu.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Ramaparasu menceritakan kisah hidup petualangannya, sejak meninggalkan pertapaan Daksinapata setelah perabukan jenasah ayahnya, Resi Jamadagni, hingga ia bertemu dengan Prabu Arjunasasrabahu. la merasa bimbang dan keraguan akan dharma yang telah dijalankan Resi Pulasta, kakek Rahwana selama ini. Karena itu tujuanya kini hanyalah mencari penjelmaan Dewa Wisnu, sebab hanya Dewa Wisnu yang dapat mengantarkannya ke Nirwana.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Itulah Paduka yang hamba cari selama ini.” kata Ramaparasu. “Mengapa tuan mengira hamba sebagai penjelmaan Dewa Wisnu?” tanya Prabu Arjunasasrabahu. “Tanda-tanda keagungan ada pada Paduka ” jawab Ramaparasu. “Tuan juga seorang yang agung budi. Menurut pendapatku, Tuanlah satria brahmana berwatak dewa, karena tuan telah melaksanakan dharma dan kebajikan dunia dan umat manusia. Siapa lagi yang sanggup berbuat demikian selain Dewa Wisnu?” kata Arjunasasrabahu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Oh. sekiranya kata-kata Tuan benar, apa perlu hamba mencari Dewa Wisnu?” kata Ramaparasu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Jadi Tuan tetap mengira, akulah penjelmaan Dewa Wisnu?” tanya Prabu Arjunasasrabahu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Ya, sebab Paduka bias bertriwikrama!”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Sekiranya aku mengatakan tidak, lalu apa yang akan Tuan lakukan?”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Akan hamba paksa Paduka melepaskan senjata Cakra. Sebab hanya senjata Dewa Wisnu yang dapat menembus dada hamba!” jawab Ramaparasu tegas.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Sekiranya senjataku tidak dapat menembus dada Tuan , lalu apa yang akan Tuan lakukan?” tanya Prabu Arjunasasrabahu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Paduka akan hamba bunuh dengan Bargawastra Paduka pasti tewas, sebab hanya Dewa Wisnu yang dapat menahan keampuhannya!” kata Ramaparasu penuh keyakinan.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Arjunasasrabahu tersenyum. Dalam hati ia berdoa, mudah-mudahan Bargawastra dapat menembus dadanya. Dan inilah yang ia cari selama ini.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu-ramaparasu.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3508" height="477" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu-ramaparasu.jpg?w=535&h=477" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="arjunasasrabahu ramaparasu" width="535" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Mereka kemudian sepakat untuk mengadu kesaktian. Mereka kini telah siap tempur. Karena masing-masing tak ada niat untuk menggelak hantaman senjata lawan, mereka berdiri hampir berhadap-hadapan. Ramaparasu menimang-nimang Bargawastra, sedangkan Prabu Arjunasasrabahu memegang senjata cakra yang berbahaya, Dengan teriakan panjang keduanya siap melepaskan senjata pemusnahnya masing-masing.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Arjunasasrabahu menahan senjata cakranya. Semenjak bersiaga, tiada niat sedikitpun untuk melepaskan senjata cakra, sebab takut akan menembus dada Ramaparasu. Sebaliknya Ramaparasu melempaskan senjata Bargawastra dengan sungguh-sungguh. Senjata ampuh itu menyibak udara menembus dada Prabu Arjunasasrabahu, yang segera rebah ke tanah dengan</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">bersembah. Bisiknya : “Oh, Dewata Agung! Hamba menghaturkan terimakasih yang tak terhingga. Sudah engkau tunjukan kepadaku kini, Dialah sesungguhnya penjelmaan Dewa Wisnu setelah aku!”</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Walau bersimbah darah, wajah Arjunasasrabahu menunjukkan kepuasan batin yang dalam, karena akan mati dengan hati iklas dan puas. Ramaparasu yang menyaksikan kejadian itu sangat terkejut. Ia segera berlari dan memeluk tubuh Prabu Arjunasasrabahu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Hai, betapa mungkin …. ? Betapa mungkin?! Paduka berkhianat. Paduka sengaja tidak melepaskan senjata cakra!” kata Ramaparasu menggugat.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sambil menahan rasa sakit, Prabu Arjunasasrabahu berujar : “Sudah kukatakan tadi, tiada senjata apapun di dunia ini yang dapat menembus dadaku kecuali senjata Dewa Wisnu yang dilepaskan oleh Dewa Wisnu sendiri. Jadi jelas sudah, Tuan memang penjelmaan Dewa Wisnu!”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Seketika terbit perasaan gusar dan kecewa pada Ramaparasu begitu mengetahui Prabu Arjunasasrabahu bukan penjelmaan Dewa Wisnu. Menganggap bahwa Prabu Arjunasasrabahu tidak ada artinya lagi baginya, tak ubahnya ribuan satria lain yang telah dibunuhnya, maka Ramaparasu berteriak lantang: “Jahanam! Bangsat! Kau telah menipuku. Kau memang layak untuk mati! ” Setelah itu Ramaparasu pergi meninggalkan jasad Prabu Arjunasasrabahu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sepeninggal Ramaparasu, jasad Prabu Arjunasasrabahu diangkat oleh Prabu Kalinggapati dan Prabu Soda, dibawa ke pesanggrahan. Gelombang tangis dan hujan air mata seketika meledak dan terjadi di pesanggrahan, karena Dewi citrawati beserta sernua selir Prabu Arjunasasrabahu yang berjumlah 2000 orang, beserta para dayang yang jumlahnya hampir ernpat ribu orang</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">itu, nangis bersama-sama.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Persiapan pembakaran jenasah segera dilakukan oleh Prabu Kalinggapati, Prabu Soda dan para raja lainnya. Arena pembakaran dipersiapkan sedemikian luas. Ribuan ton kubik kayu dipersiapkan. Inilah arena dan upacara pembakaran mayat yang terbesar yang pernah ada di jagad raya. Karena bukan hanya jenasah Prabu Arjunasasrabahu yang akan dibakar, tetapi Dewi</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Citrawati dan para selir akan ikut bela pati, terjun kedalam pancaka (api pembakaran jenasah).</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Pudarnya nyala api pembakaran, bukan hanya sekedar akhir hidup dan kejayaan Prabu Arjunasasrabahu, tetapi juga awal pudarnya masa kejayaan negara Maespati. Sebab sepeninggal Prabu Arjunasasrabahu, satu persatu para raja dari negara-negara yang semula bergabung dengan Maespati, menyatakan diri memisahkan diri dan berdaulat sendiri.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Tak ayal lagi, setelah berakhirnya masa pemerintahan Prabu Ruryana, secara lambat tapi pasti, negeri Maespati lenyap dari percaturan dunia pewayangan. Ironis memang!.</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-46579039675268477262012-08-25T00:19:00.000-07:002012-08-25T00:33:43.671-07:00Kisah Arjunasasrabahu (1)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu1.jpg" style="color: black; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3495" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu1.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="arjunasasrabahu1" /></a></span><br />
<br /></div>
<br />
<a name='more'></a><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Terlahir dengan nama Arjunawijaya, putra tunggal Prabu Kartawijaya ini, setelah menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja negara Maespati dikenal dengan Prabu Harjunasasrabahu. Gelar ini diberikan karena ketika ia bertiwikrama, wujudnya berubah menjadi brahala sewu – raksasa sebesar bukit, berkepala, seratus, bertangan seribu yang keseluruh tangannya memegang berbagai macam senjata sakti.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<span id="more-3493" style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; padding: 0px;"></span></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span id="more-3493" style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; padding: 0px;">Tiwikrama menjadi brahala-sewu dilakukan oleh Prabu Arjuna Wijaya tatkala berperang melawan Bambang Sumantri, duta kepercayaannya dalam meminang putri Magada. Dewi Citrawati. Bambang Sumantri yang dengan kesaktiannya telah berhasil mengalahkan lebih dan seribu raja dari berbagai negara yang ingin memperebutkan Dewi Citrawati, hanya bersedia menyerahkan Dewi Citrawati apabila Prabu Arjuna Wijaya berhasil mengalahkan dirinya. Ini sesuai dengan tekad Bambang Sumantri sejak meninggalkan pertapaan Ardisekar, di mana ia hanya akan mengabdi pada raja yang akan mengalahkan kesaktiannya.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span id="more-3493" style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; padding: 0px;">
</span></span>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Arjuna Wijaya adalah satria titisan Bhatara Wisnu. merupakan raja besar yang disembah oleh sesama raja. Ia sakti mandraguna dan pilih tanding. Meskipun demikian, ia termasuk raja yang cinta damai, selalu berusaha menyelesaikan setiap persengketaan dengan musyawarah. Karena itulah wibawanya memancar keseluruh negeri dan negara-negara taklukannya. Selain gagah</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">perkasa, Prabu Arjuna Wijaya merupakan satria yang sangat tampan. Sepintas lalu, wajahnya mirip Bhatara Kamajaya . Cahaya yang keluar dart mukanya mengalahkan cahaya bintang, bahkan kadang-kadang seperti cahaya matahari di pagi atau senja hari. Merah merona penuh pencaran keemasan.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu-golek.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3496" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu-golek.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="arjunasasrabahu golek" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Ketika ia mendapat wangsit dari Bhatara Narada, kalau Dewi Citrawati, putri negeri Magada yang kini dalam pinangan raja raja lebih dari seribu negara merupakan titisan Bhatari Sri Widowati, hatinya menjadi gelisah. Mungkinkah, untuk mendapatkan Dewi Citrawati dan menyelamatkan negara Magada, ia harus berperang dan menumpas sekian banyak raja serta membunuh ribuan prajurit tak berdosa ?.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Seorang diri ia mampu melakukan hal itu. Tetapi tindakan itu bertentangan dengan hati nuraninya yang cinta damai Sementara menempuh perdamaian di negara Magada suatu hal yang sulit dilaksanakan, karena lebih dari seribu raja dari berbagai negara juga sangat menginginkan Dewi Citrawati sebagai istrinya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Dari sekian banyak raja yang menginginkan Dewi Citrawati, Prabu Darmawisesa dari negeri Widarba, merupakan raja yang sangat berpengaruh dan ditakuti. Kini bersama lebih dari tujuh puluh lima raja sekutunya lengkap dengan ribuan prajuritnya, telah mengepung negara Magada dari berbagai penjuru. Tujuannya jelas. Bila lamarannya terhadap Dewi Citrawati ditolak, Prabu Darmawisesa akan merebutnya dengan kekerasan.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Tatkala Prabu Arjuna Wijaya dalam kebimbangan untuk menentukan sikap, datanglah Bambang Sumantri menghadap untuk mengabdikan diri di negara Maespati. Melihat kesungguhan hati dan kemantapan tekad Sumantri. Prabu Arjuna Wijaya menerima pengabdian Sumantri dengan satu persyaratan, Sumantri harus berhasil menjadi utusan pribadinya dan duta resmi Negara Maespati melamar dan memboyong Dewi Citrawati ke negara Maespati.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Persyaratan tersebut diterima oleh Bambang Sumantri. Dengan kesaktiannya. Sumantri akhirnya dapat menaklukan Prabu Darmawisesa dan sekalian para raja lainnya. memenuhi persyaratan pernikahan Dewi Citrawati berupa Putri Domas (800 orang), dan memboyong Dewi Citrawati dan Magada ke Maespati.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu2.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3497" height="378" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunasasrabahu2.jpg?w=535&h=378" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="arjunasasrabahu2" width="535" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Namun sebelum memasuki kota negara Maespati, Bambang Sumantri mengajukan persyaratan kepada Prabu Arjuna Wijaya agar menjemput sendiri Dewi Citrawati di perbatasan kota dengan cara seorang satria, berhasil mengalahkan Sumantri dalam satu peperangan.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Mohon Sri Paduka jangan salah mengerti akan sikap hamba, menduga yang tidak-tidak, terutama mengenai diri dan itikad hamba. Sedikitpun tak terbersit di hati hamba suatu niat atau keinginan untuk memperistri Tuan Puteri Dewi Citrawati, karena hamba sudah berprasetya sejak dulu untuk hidup sebagai satria pinandhita tidak akan menikah seumur hidupnya. Karena</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">itulah hamba tidak rela menyerahkan putri ulama seperti Dewi Citrawati secara begitu saja kepada Paduka, layaknya seorang raja taklukkan menyerahkan seorang putri sebagai upeti. hamba ingin Dewi Citrawati direbut dengan peperangan dasyat seorang raja. Hamba berharap peperangan ini akan meningkatkan pamor dan kewibawaan Paduka, bukan saja kepada Dewi Citrawati dan sekalian para putri yang berjumlah 800 orang, tetapi juga terhadap para raja dari lebih seribu negara yang kini berada di luar kota Maespati. Merekalah yang akan menjadi saksi sejarah keperkasaan dan kebesaran Paduka. Karena itulah hamba berharap perang tanding diantara kita harus berlangsung dahsyat dan hebat.”</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
</span>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Demikian isi surat Sumantri kepada Prabu Arjuna Wijaya, yang ditanggapi Prabu Arjuna Wijaya dengan kelapangan dada. Apa yang diinginkan Sumantri menjadi kenyataan. Perang maha dahsyat dan mengerikan terjadi antara Prabu Arjuna Wijaya melawan Sumantri di lapangan maha luas yang terbentang diantara pegunungan Salva dan Malawa, di luar kota negara Maespati. Para brahmana dan pujangga melukiskan, peperangan antara Prabu Arjuna Wijaya melawan Bambang Sumantri merupakan perang maha dahsyat dan maha mengerikan selama alam raya gumelar. Suasana perang ini lebih hebat dan lebih dahsyat daripada perangnya Kumbakarna melawan Prabu Sugriwa yang dibantu Hanoman dan jutaan laskar kera, atau perangnya Prabu Rama Wijaya melawan Prabu Rahwana dalam perang Alengka.Perang itu juga lebih dahsyat dan lebih mencekam dari pada perang tanding antara Arjuna melawan Adipati Karna atau perangnya Resi Bhisma melawan Resi Seta, atau perangnya Bima melawan Prabu Duryudana dalarn perang Bharatayudha, bahkan lebih dahsyat dari keseluruhan perang Bharatayudha itu sendiri.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Perang tanding antara Prabu Arjuna Wijaya melawan Bambang Sumantri juga terasa agung dan indah. Mereka tampil dengan pakaian kebesaran seorang senapati prajurit yang serba sama baik warna maupun bentuknya. Mereka juga menyandang gendewa perang lengkap dengan anak-anak panah saktinya. Bentuknya sama satu dengan lainnya, hanya warna tali selempang gandewa yang berbeda. Selempang gandewa Prabu Arjuna Wijaya berwarna merah, sedangkan selempang gandewa Bambang Sumantri berwarna kuning gading.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Mereka juga sama-sama menaiki kereta perang kadewatan yang masing-masing ditarik oleh empat ekor kuda. Prabu Arjuna Wijaya menaiki kereta perang milik Dewa Wisnu yang sengaja didatangkan dari Kahyangan Untarasegara, ditarik empat ekor kuda berbulu hitam dan putih. Sedangkan Bambang Sumantri menaiki kereta perang milik Prabu Citragada, yang ditarik empat ekor kuda berbulu merah dengan belang putih pada keempat kakinya. Kereta ini dahulu merupakan kereta perang kadewatan milik Bhatara Indra yang diberikan kepada Prabu Citradarma, raja negara Magada.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Tak ayal lagi, kedua kereta perang itu memiliki bentuk, kemewahan dan keagungan yang hampir sama. Perbedaannya hanya terletak pada pariji perang yang tertancap berkibar di bagian buritan kereta. Panji perang Prabu Arjuna Wijaya berwarna kuning emas dengan lambang burung garuda yang siap menerkam lawan, sedangkan panji perang Bambang Sumantri berwarna putih</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">dengan lambang ular naga tegak berdiri dengan mulut terbuka dan lidah bercabang menjulur ke luar siap mematuk lawan. Keagungan semakin nampak manakala kedua kereta perang mereka telah saling berhadapan. Mereka tak ubahnya Bhatara Asmara dan Bhatara Candra yang sedang saling berhadapan.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/sumantri-arjunasasrabahu.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3498" height="450" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/sumantri-arjunasasrabahu.jpg?w=535&h=450" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="sumantri arjunasasrabahu" width="535" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Kebesaran dan kedahsyatan perang tanding antara Prabu Arjuna Wijaya melawan Bambang Sumantri, selain karena arena peperangan yang demikian luas, jumlah serta mereka yang menyaksikan, juga kehebatan pameran kesaktian dan tata gelar perang yang mereka peragakan. Perang tanding itu berlangsung di sebuah padang tandus yang sangat luas, yang membentang antara pegunungan Salva dan Malawa. Disaksikan oleh Dewi Citrawati, wanita titis Bhatari Sri Widowati beserta 800 wanita pengiringnya (putri domas), ribuan dayang, lebih dari seribu raja dan permaisurinya, lengkap dengan para patihnya dan hulubalang kerajaan, ribuan rakyat Maespati, jutaan prajurit dari lebih seribu negara dan juga disaksikan oleh ratusan dewa dan hapsari dipimpin langsung oleh Bhatara Narada dan Bhatara Indra yang sengaja turun dari Kahyangan Jonggring Saloka dan Kahyangan Ekacakra.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Berbagai tata gelar perang juga diperagakan dalam perang tanding ini. Dari tata perkelahian tangan kosong, gelar perang keris, tombak dan trisula, juga tata gelar perang kereta disertai ketrampilan menguasai kuda dan kereta, serta kemahiran memainkan anak panah. Kelak mereka baru menyadari, bahwa apa yang diperagakan oleh Prabu Arjuna Wijaya dan Bambang Sumantri, sesungguhnya merupakan pelajaran tata gelar dan teknik peperangan maha tinggi yang hanya bisa diperagakan oleh Dewa Wisnu dan Dewa Surapati, yang tidak akan terulang lagi selama jagad raya gumelar.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Berbagai ilmu kesaktian dan senjata sakti diperagakan dan gumelar dalam perang tanding ini. Ketika senjata sakti panah Dadali milik Sumantri lepas dari busurnya dan begitu melesat di udara pecah menjadi ribuan anak panah dengan pamor berujud bara api menyala merah, Prabu Arjuna Wijaya segera melepaskan senjata sakti panah Tritusta. Begitu lepas dari busurnya, panah</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">tersebut pecah menjadi ribuan anak panah yang pamornya memancarkan cahaya keputihan.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
</span>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Ribuan anak panah dari kedua belah pihak itu saling bertempur dahsyat di udara, tak ubahnya orang yang sedang berperang. Saling tangkis, saling menyambar dan saling mengejar serta saling menyerang. Benturan keras kedua senjata itu menimbulkan desis suara yang melengking, memekakkan telinga.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Melihat pertempuran ribuan anak panah yang tiada akhir itu, Prabu Arjuna Wijaya segera melepaskan panah angin, yang begitu melesat di udara menimbulkan angin besar yang menyapu habis sernua anak panah tersebut. Menghadapi kenyataan itu, Sumantri segera melepaskan panah Bojanggapasa, yang begitu melesat ke udara memecah menjadi jutaan ular naga yang memenuhi arena pertempuran. Untuk mengetahui keampuhan pusaka lawan, Prabu Arjuna Wijaya segera melepas panah sakti Paksijaladra. Seketika di udara muncul jutaan burung garuda, terbang menukik menyambar ular-ular naga ciptaan Sumantri.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunawijaya_solo.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3499" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/arjunawijaya_solo.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="arjunawijaya_solo" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Akhir dari perang tanding tersebut, memberi pengaruh sangat besar bagi Prabu Arjunasasrabahu. Kini yakinlah semua orang, bahwa ia seorang raja penjelmaan Dewa Wisnu. la dikenal sebagai raja maha sakti dan kewibawaannya memancar ke seantero jagad raya. Para raja yang sejak semula sudah tunduk dan bersekutu dengan kerajaan Maespati, kini semakin menghormatinya.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sementara para raja yang dahulunya ragu untuk tunduk dan bersatu, kini dengan sukarela menyatakan bernaung dibawah panji kebesaran negara Maespati.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Di bawah pemerintahan Prabu Arjunasasrabahu dengan patihnya Suwanda, Maespati berkembang menjadi negara adikuasa yang rnenguasai hampir dua-pertiga jagad raya Meski demikian, Prabu Arjunawijaya tetap memerintah dengan sikap yang adil dan arif bijaksana. Prabu Arjunasasrabahu dikenal sebagai raja yang cinta damai dan selalu berusaha menyelesaikan perselisihan dengan negara tetangga secara musyawarah. Dialah raja yang melaksanakan prinsip dan semboyan perdamaian ; Sugih tanpo bondo, ngruruk tanpo bolo, Menang tanpo angasorake. (kaya tanpa harta benda, menyerang tanpa prajurit, menang tanpa merasa mengalahkan).</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Arjunasasrabahu adalah Maharaja terbesar yang pernah ada di jagad raya. la tidak hanya memerintah hampir duapertiga luas jagad raya dan membawahi lebih dari dua ribu raja dari berbagai negara, tetapi ia juga seorang raja yang hidup dengan seorang permaisuri, Dewi Citrawati, dan lebih dari 800 orang selir. Karena itu tak mengherankan apabila sebagian besar penghuni istana Maespati adalah wanita-wanita cantik, sehingga keadaan taman keputrian istana Maespati tak ubahnya kahyangan Ekacakra, tempat para bidadari.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Arjunasasrabahu adalah raja yang sangat mencintai dan memanjakan istri-istrinya, terutama permaisuri Dewi Citrawati. Apa saja yang menjadi keinginan Dewi Citrawati selalu berusaha untuk dipenuhinya.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/c13-citrawati_solo.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-1478" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/c13-citrawati_solo.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="C13 citrawati_solo" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Suatu ketika Dewi Citrawati menyampaikan satu keinginan yang rasanya mustahil dapat terpenuhi oleh manusia lumrah di Marcapada. Bahkan Dewapun belum tentu kuasa untuk memenuhi keinginannya tersebut. Dewi Citrawati ingin mandi bersama 800 orang selirnya di sebuah sungai atau danau. Keinginan yang aneh inipun berusaha di penuhi oleh Prabu Arjunasasrabahu.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Dengan disertai Patih Suwanda, dan dikawal beberapa ratus orang prajurit, Prabu Arjunasasrabahu membawa Dewi Citrawati dan 800 orang selirnya lengkap dengan para dayangnya masing-masing meninggalkan istana Maespati pergi kesebuah dataran rendah antara pegunungan Salva dan Malawa, dimana ditengahnya mengalir sebuah sungai.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Dinda Patih Suwanda, aku akan bertiwikrama tidur melintang membendung aliran sungai agar tercipta danau buatan untuk tempat mandi dan bercengkrama dinda Dewi Citrawati dan para selir. Selama aku tidur bertiwikrama, keselamatan dinda Citrawati dan para garwa ampil, sepenuhnya aku serahkan pada dinda Patih Suwanda.” kata Prabu Arjunasasrabahu kepada patih Suwanda.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/brahala1.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3500" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/brahala1.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="brahala1" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Prabu Arjunasasrabahu kemudian bertiwikrama, tidur melintang membendung aliran sungai. Dengan tubuh sebesar bukit dengan panjang hampir mencapai 500 meter, dalam waktu tidak terlalu lama, lembah antara pegunungan Salva dan Malawa berubah menjadi sebuah danau buatan yang sangat luas. Dengan suka cita Dewi Citrawati terjun kedalam air, diikuti oleh para selir dan para dayang. Mereka berenang kesana-kemari, bercanda, bersuka cita penuh kegembiraan dan gelak tawa. Hampir semua prajurit yang menyaksikan hal itu, menelan air hur dan tubuh prungsang menahan hawa nafsu menyaksikan seribu lebih wanita cantik bertubuh seksi dalam keadaan polos tumplek uyel (menyatu saling bergerak tak karuan) di dalam air yang jernih, dengan berbagai tingkah polah yang lucu-lucu dan aneh-aneh. Hanya Patih Suwanda yang bersikap tenang dan dapat mengendalikan dirinya.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Luapan air sungai yang terbendung semakin lama semakin meninggi, meluas melebar menggenangi perbukitan dan daerah sekitarnya. Mengalir deras ke daratan yang lebih rendah, laksana air bah melanda persawahan dan perbukitan. Kejadian ini sama sekali tak disadari oleh Prabu Arjunasasrabahu, karena ia dalam keadaan tidur berTiwikrama.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sementara itu diantara kedua betis raksasa jelmaan Prabu Arjunasasrabahu muncul daerah kering. Di tempat itulah dibuat pesanggrahan mewah semacam istana sebagai tempat tinggal Dewi Citrawati dan para selir berikut dayang-dayangnya. Adapun Patih Suwanda, beberapa para raja dan prajurit Maespati membuat pesanggrahan di luar betis yang melintang itu. Banyak sekali ikan-ikan yang menggelepar di tanah kering atau kubangan sisa-sisa air. Hal mi sangat menggembirakan para putri domas dan para dayang, yang saling berebut menangkap ikan sambil bercanda. Macam-macam ulah para putri domas itu. Ada yang menaruh ikannya pada kain kembennya dengan cara dibungkus, tapi ada pula yang dengan seenaknya diselipkan di lengkang dadanya. Manakala ikan-ikan itu bergerak-gerak, ia akan tertawa geli penuh suka cita.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/brahala2.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3501" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/brahala2.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="brahala2" /></a></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">Tak terduga luapan air bengawan yang berbalik arah ke arah hulu, melanda lembah dan perbukitan, melanda pula daerah perbukitan Janakya di wilayah negara Sakya, dimana Rahwana, raja Alengka beserta para hulubalangnya sedang membangun pesanggrahan. Dalam sekejap, bangunan pesanggrahan Rahwana ludes dilanda air bah. Rahwana dan para hulubalangnya yang bisa</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"></span></span>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">terbang, segera terbang menyelamatkan diri ke puncak gunung, diikuti oleh para raksasa pengikutnya berlari-lari cepat mendaki bukit yang lebih tinggi. Namun banyak pula diantara para raksasa yang tidak sempat menyelamatkan diri, mati hanyut dilanda air bah.</span></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;">
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Kejadian tersebut menimbulkan kemarahan Rahwana. la segera menyuruh Detya Kala Marica, abdi kepercayaarmya yang ahli dalam telik sandi untuk melakukan penyelidikan. Dalam waktu singkat Kala Marica telah kembali menghadap Rahwana, melaporkan hasil penyelidikannya. Dilaporkan oleh Detya Kala Marica, bahwa yang menyebabkan meluapnya aliran sungai dan menghancurkan pesanggrahan adalah akibat ulah Prabu Arjunasasrabahu, raja negara Maespati, yang tidur melintang di muara sungai. “Beliau sedang melakukan Tiwikrama. Tubuhnya berubah menjadi raksasa sebesar dan setinggi seratus bukit. Itulah mengapa air sungai terbendung dan berbalik arah melanda perbukitan.” kata Kala Marica. “Hemmm.. siapa itu Arjunasasrabahu, paman ?” tanya Rahwana.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-27836866471026776572012-08-24T23:50:00.003-07:002012-08-24T23:50:50.785-07:00Bharatayudha Duryudana Gugur (8)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/karna-dead.jpg" style="color: black; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3463" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/karna-dead.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="karna dead" /></a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan tewasnya adipati karna, kurawa mengangkat resi durna menjadi senopati kurawa yang disampaikan oleh kartamarma.</div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Kartomarmo mulai menyampaikan kabar yang dibawanya…</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Sinuwun mohon maaf, hari ini seperti yang Paman Sangkuni perintahkan hamba mendampingi Sang Senopati Agung Bapa Begawan Druna maju ke medan laga Baratayudha….”.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span id="more-3837" style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
Dengan gaya dan cengkok suara yang khas, Sengkuni menyela</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Iya, kowe paman kasih pekerjaan enteng Kartomarmo, mendampingi Senopati Agung yang jelas tidak terkalahkan…”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Inggih Paman…”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Kartomarmo, teruskan ceritamu adikku”, perintah Prabu Duryudono</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Terlaksana Bapa Druna maju sebagai senopati perang Astina. Pandawa menggunakan konfigurasi pasukan berupa bulan sabit, Permadi di sisi kiri, Bratasena di sisi kanan. Keduanya sebagai ujung konfigurasi bulan sabit itu. Bapa Druna menggunakan konfigurasi Bangau Terbang, dengan pucuk perang Bapa Druna sendiri. Terbukti gunjingan dunia bahwa Bapa Druna tanpa tanding. Tanpa waktu lama barusan pasukan bulan sabit pandawa diterjang, diterabas seolah tanpa perlawan. Konfigurasi pasukan wulan tinanggal itu kocar – kacir, morat marit terkena badai panah dan lautan api dari Sang Pandita Sukalima itu”.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sangkuni “He..he…he…, ya sudah paman perkirakan kok ngger. Kalau Bapa Druna bertindak lama mijit buah ranti, dalam sekejap Pandawa akan takluk..terus lanjutannya gimana le ??”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Melihat pasukannya kocar – kacir, hamba lihat Arjuna bertindak. Busur panah disiapkan, panah andalannya kiai Pasopati dihunus, dipasangkan di busur panah siap dilepaskan ke arah Bapa Druna. Tiba – tiba gemetar tangan Arjuna, keringat dinginnya keluar, otot dan tulangnya seperti di-lelesi. Tanpa daya, Arjuna lemas ambruk dan semaput…”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Duryudana ”Ha..ha…wah harusnya aku ada di sana. Aku akan bertepuk tangan dan kalau perlu sekalian tepuk kaki untuk menyemangati Bapa Druna dan mempermalukan Arjuna. Terusannya gimana Kartomarmo ? Pandawa menyerah tentunya…”.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Belum kakang prabu. Melihat adiknya pingsan, Wrekudara siap tumandang. Diayunkannya Gada Rujakpolo ke kiri dan ke kanan. Beberpa prajurit Astina yang dekat dengan Wrekudara terlempar dan terluka. Bapa Druna memang memiliki daya magis yang luar biasa, belum sampai jarak selemparan tombak Wrekudara mengarah ke Bapa Druna, seolah dipakukan di bumi, kaki Wrekudara tidak bisa digerakkan. Wrekudara termangu seperti patung, balik kanan ketika dipanggil oleh Prabu Kresna..”.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sengkuni ”He..he…ya pasti begitu, Druna itu gurunya, jadi Wrekudara tidak akan berani melawan. Sudah saya duga kok ngger..terus Puntadewa nongol juga?? Atau menyerah pastinya ”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Belum paman. Nggih..puntadewa mencoba maju perang…”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Alah anak itu nggak pernah perang kok, ya pasti kalahnya sama Pandita Druna”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Iya dicegah oleh Prabu Kresna, Puntadewa tidak jadi maju. Pandita Druna terus menerus mengamuk mengeluarkan kesaktiannya. Ratusan prajurit pandawa tewas. Tetapi tiba – tiba Wrekudara kembali ke arena lagi berteriak ’Swatama mati – swatama mati’”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sengkuni”Loh, padahal Aswatama khan gak ikut perang dan belum mati ?”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Iya paman Sangkuni”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”We lah, teriakan tipuan itu. Apus krama namanya…”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Inggih Paman…teriakannya begitu nyaring dan disambut gemuruh oleh seluruh pasukan Pandawa…Teriakan ini terdengar oleh Paman Druna. Mendengar isu yang beredar di arena pertempuran ini, Bapa Druna seperti kehilangan tenaga, linglung, bingung kehilangan daya sangga tubuhnya. Beliau menangis gero – gero seperti anak kecil. Begawan Druna menyingkir dari arena perang, sembunyi di balik bukit. Badannya lemas ditumpukan pada lututnya yang bersandar di tanah merah. Tanpa diketahuinya, ada satria bertindak curang. Drestajumena menebas leher Pandita Druna dari belakang. Putus leher Pandita Druna, kepalanya menggelinding, ditendang – tendang oleh pasukan Pandawa, Kakang Prabu…hu..hu…..tidak tega saya melihatnya….oh ho…ho…”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sampai di sini cerita Kartomarmo, tangis yang tadi ditahannya tidak bisa dia bendung. Rebah badannya seketika…</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Demikian juga semua yang hadir diterpa kesedihan, kekecewaan, penyesalan dan rasa amarah tidak tahu kepada siapa. Tidak terlukiskan bagaimana perasaan kesedihan, kekecewaan dan kepedihan Prabu Suyodono mendengar kabar ini.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Aduhh……Gustiii…gusti…, betapa tidak adilnya Engkau….Mengapa selalu kami yang tertima nestapa, mengapa hanya Pandawa yang engkau kasihi…..”</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/salya.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3586" height="713" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/salya.jpg?w=535&h=713" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="salya" width="535" /></a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
<b>Salya gugur</b></div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">setelah resi durna gugur, kurawa mengangkat prabu salya menjadi panglima dan sebagai pendampingnya diangkat kartomarmo. sebelum tampil perang untuk keesokan harinya, prabu salya telah membeberkan rahasia kelemahannya kepada kemenakannya nakula dan sadewa. karena ia telah merasa tiba saatnya. ia sekaligus menyerahkan kerajaan mandaraka kepada nakula, putra dewi madrim adiknya. selanjutnya ia mengatakan bahwa orang yang berdarah putihlah yang bisa mengalahkan ajian candrabirawa nya yaitu prabu yudhistira.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">keesokan harinya Di ladang Kuru setra. Bau busuk bangkai hewan tunggangan perang yang berserakan semakin menusuk hidung. Darah para prajurit, senopati, dan agul agul pandawa maupu kurawa yang gugur sebagian mengering, sebagian masih terasa basah berjampur rereumputan kering dan debu musim kemarau. Semilir angin pagi hari mendendangkan senandung kepedihan, kesedihan. Rumput rumput kering berserakan tercerabut dari tanah berpijak, begitu pula nyawa para prajurit yang telah gugur terpisah dari raganya.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><div style="text-align: justify;">
Ladang Kurusetra, sejak jaman kuno ketika Hutan Hastinapura diubah menjadi kerajaan oleh Prabu Gajah Hoyo (oleh karena itu jagad mengenal Hastinapura dengan sebutan Kerajaan Gajahoyo) telah menjadi saksi puluhan perang besar. Perang besar dunia pertama juga terjadi di sini. Ketika Prabu Tremboka dari Pringgandani mati sampyuh bersama Prabu Pandu kala itu. Pandu mati muda meninggalkan dua orang istri dengan anak2 yang masih kecil, bahkan Nakula Sadewa belum putus tali pusarnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hari ini ternyata Sangkuni tidak mematuhi pesan Salya kemarin sore. Paling tidak itulah yang dilihat Salya. Kurawa telah memulai formasi perangnya dan menyerang prajurit Kurawa. Dari kejauhan Salya melihat Setyaki bertempur melawan…siapa di sana? Salya tidak mengenalinya. Namun perkiraannya mengatakan, pastilah lawan Setyaki itu adalah salah satu sekutu Duryudono dari Kerajaan sebrang. Drestajumena, senopati Pandawa itu, melawan musuh lain yang juga tidk dikenalnya. Begitu pula para prajurit tingkat bawah saling beradu satu sama lain. Salya belum lagi beranjak untuk memerintahkan pasukan setianya maju menggempur formasi Pandawa. Dalam hati dia mengumpat, Sangkuni memang tidak tahu tata krama. Sudah dipesannya jangan sampai tanpa perintahnya digelar formasi perang. Sebab dia adalah Senopati Agung. Di bawah kendalinya lah seharusnya segala pergerakan perag hari ini berada. “Duwoyoto…!”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Hamba sinuwun prabu..”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Sangkuni dan para kurawa memang tidak tahu tata krama dan sopan santun. Sudah aku pesankan, jangan sampai menggelar pasukan hari ini tanpa seijinku. Tapi mengapa mereka lancang mendahului perintah senopati??”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Sinuwun Prabu memang benar adanya, namun lama lama saya amati, kelihatannya mereka bukan pasukan Kurawa sinuwun. Hamba tidak melihat pasukan kurawa dan kurawa ada di medan laga..”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Oh ya…we la…siapa mereka Duwayata? Kelihatannya memang mereka sekutu Kurawa. Tetapi mengapa tidak terlihat Kurawa di sana? Hmm….ya sudah biarkan saja. Tahan pasukanmu, tidak perlu melakukan gerakan apapun”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Sendika sinuwun…”</div>
<div style="text-align: justify;">
Maka demikianlah, Salya dan pasukan Mandaraka hanya diam menunggu dan mengamati apa yang terjadi di medan laga. Debu bergulung gulung beterbangan karena sapuan kaki kaki prajurit yang sedang bertempur, atau karena hentakan kaki kuda, gajah dan tunggangan yang lain. Suara gemuruh terdengar riuh rendah. Teriakan kemenangan berselang seling dengan jerit kesakitan. Sorak sorai yang berhasil merobohkan ditimpali erangan mereka yang dirobohkan. Pedang beradu dengan tameng, tusukan tombak mendesis menerjang sasarang. Anak panah bagai guyuran hujan dari dan menuju kedua belah pihak yang berlawanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Teriakan sorak sorai dari arah pandawa tiba tiba membahana. Setyaki berhasil merobohkan lawannya. Dengan ketangkasan dan keprigelannya, Si Bima Kunting ini berhasil merebut tombak lawannya setelah dua tiga kali menghindar terjangan. Sambil melenting menghindari tusukan horisontal tombak sang lawan, dikirimkannya tendangan tumit kaki kiri mengenai leher lawan. Lawan terhuyung ke belakang. Secepat ular mematuk mangsa, tangan Setyaki menghujamkan tinju ke pergelangan lawan, tombak terjatuh. Bersamaan dengan robohnya sang lawan. Setyaki sudah menggenggam tombak itu. Kendali sekarang ada padanya. Lawan yang roboh mencoba bangun, dengan terhuyung dia berdiri. Dicabutnya keris dari pinggangnya. Di sebrang sana Setyaki siaga memasang kuda kuda. Lawan melompat menerjang dengan keris terhunus. Setyaki melemparkan tombak ke sasaran. Tepat menghujam dadanya. Darah mengucur deras. Sang lawan sekali lagi roboh, kali ini tidak mampu bangun lagi. Sorak kemenangan prajurit pandawa menggema menggetarkan Kurusetra.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di sisi lain, Drestajumana sibuk dengan lawan yang lain. Namun kelihatannya, ini bukan lawan sebanding baginya. Nyalinyapun ciut. Belum lagi sampai beradu senjata, namun begitu diketahunya bahwa senopatinya telah dikalahkan Setyaki diperintahkan pasukannya mundur.</div>
<div style="text-align: justify;">
Begitulah akhirnya, sekutu kurawa inipun kalah memalukan. Gemuruh kemenangan prajurit pandawa. Mereka tidak mengejar pasukan musuh yang lari tunggang langgang. Sebab, meskipun ini perang besar dan bisa jadi akan habis habisan, ada aturan yang harus dipatuhi kedua belah pihak. Salah satunya, tidak boleh ada penyerangan bagi mereka yang mundur. Apalagi sudah di luar padang Kurusetra. Perang ini hanya berlaku di ladang Kurusetra.</div>
<div style="text-align: justify;">
“Sekarang saatnya Duwoyoto, ayo perintahkan pasukanmu maju menerjang Pandawa..!”. Dan pasukan Mandaraka pun maju menyerbu. Sebagai incaran mereka tentu saja jika berhasil meringkus atau merobohkan salah satu pandawa lima, sudah cukup untuk menyatakan mereka menang. Namun tentu saja hal ini tidaklah mudah. Sudah tujuh belas hari perang ini berlangsung. Sudah berribu2 pasukan dikerahkan, sudah berpuluh panglima perang diturunkan Kurawa. Toh para pandawa masih segar bugar tanpa cela.</div>
<div style="text-align: justify;">
Drestajumena sedikit terkejut melihat serbuan pasukan Mandaraka. Meski sudah terdengar kabar sebelumnya, akan turun nya Salya di perang ini, tetap saja ada rasa was was di dadanya. Dia tahu, bagaimana tingginya keahlian Salya dalam strategi perang dan keprajuritan. Narayana pun mengakui ini. Ajian Canda Birawa yang disandang Salya, membuat siapapun miris. Namun dia adalah Senopati Pandawa sekarang, maka ditatanya perasaan diteguhkannya tekat. Dilihatnya wajah – wajah cemas pasukan Pandawa. Bahkan Setyaki sekalipun miris. Kabar mengerikan yang sayup – sayup dihembuskan Kurawa memakan mangsa. Tidak akan setengah hari, Pandawa dan seluruh pasukannya akan tumpas oleh Canda Birawa. Drestajumena, sang senopati membangkitkan kembali semangat pasukannya, “Kalian prajurit Pandawa…! Ingatlah kalian mengemban tugas suci saat ini. Jangan kalian ingkari kesanggupan dan janji kalian hanya karena kengerian akan kabar kesaktia Salya yang belum tentu benar. Aku sama sekali belum pernah melihat kebenarannya, kecuali kabar bohong yang sengaja disebarkan Kurawa. Para pendusta itu….! Apakah kalian percaya? Apakah kalian tidak malu ngeri dengan kabar bohong itu? Hayo tunjukkan keberanian kalian yang sudah terbukti dalam perang ini..Sudah terbukti ribuan prajurit kita robohkan, ratusan panglima Kurawa kita lumpuhkan, bahkan Maha guru Druno sekalipun. Tidak ada alasan untuk tidak bisa merobohkan Salya hari ini. Kembali ke formasi bunga teratai, lindungi Pandawa…!!! “</div>
<div style="text-align: justify;">
Pasukan pimpinan Drestajumena mengikuti perintah panglimanya. Entah sukarela atau terpaksa, hanya mereka yang tahu. Di pihak lawan, para prajurit Mandaraka maju menyerbu. Riuh rendah suara penyemangat perang terdengar dari arah mereka. Memang benar kondangnya, meski jumlahnya tidak seberapa ketangkasan mereka luar biasa. Mereka yang menunggang kuda atau menyerbu dengan berlari sama tangkasnya. Ketika jangkauan mereka sudah tercapai anak panah, ribuan anak panah menghujani pasukan Mandaraka itu. Luar biasa, tidak satupun dari mereka terkana. Sambil tetap maju menyerbu, mereka menangkis anak panah yang melesat dengan tameng, pedang, atau bahkan tombak mereka. Pasukan Mandaraka semakin dekat…dan duel satu lawan satu tak terelakkan. Bergelimangan pasukan Drestajumena tak kuasa menghadang mereka. Namun jumlah pasukan Mandaraka tidak sebanding. Perlahan mereka kewalahan juga, satu pasukan Mandaraka kira kira berhadapan dengan sepuluh pasukan Pandawa yang juga sangat terlatih. Melihat pasukannya berjatuhan, timbul amarah Salya. Yang tadinya sebenarnya hanya “lamis” dia berperang, cintanya kepada pasukan dan simbul simbul Negara manadaraka yang dicederai lawan, membuatnya marah juga. Disingkirkannya rasa ewuh pekewuh dan rasa welas kepada para pandawa keponakannya. Di medan laga ini, tidak ada keluaarga, tidak ada sanak saudara, tidak ada pepunden sesepuh. Yang ada hanyalah lawan, yang ada hanyalah musuh. Tidak ada kasih sayang, tidak ada welas asih. Yang ada hanyalah melukai jika tidak ingin terlukai, yang ada hanyalah membunuh jika tidak mau terbunuh. Dikerahkannya kesaktiannya. Panah disiapkan dibusurnya, secepat kilat panah itu terlepas dan ribuahn panah tiba2 saja seolah menyembur dari kereta salya menghujani arah pandawa. Drestajumena berteriak memberikan komando, “Kakang setyaki…bawa pasukanmu seutuhnya, kepung kereta Salya..Jangan sampai dia mendekat ke arah Pandawa…!” Segera Setyaki dan ratusan pasukannya mengepung kereta Salya. Ratusan tombak dilemparkan ke arah Salya. Tidak satupun mampu melukainya. Bahkan kuda kuda kereta itupun seolah hanya digigit semut ketika terkena senjata dari arah pasukan Setyaki. Setyaki dan pasukannya terdesak mundur, meski hanya menghadapi seorang Salya. Sebagian pasukan Drestajumena membantu menghadang laju Salya. Tak kuasa, panah Salya seolah tiada henti menyembur dan memakan korbannya. Jarak antara salya dan para pandawa di tengah formasi bunga teratai tak lebih dari sepuluh lapis pasukan, dengen Setyaki dan Drestajumana di garis depan. Arjuna bertindak. Dilepasknnya panah ardodedali, tidak mampu mengeni Salya. Namun menghantam payung kereta, menyambar leher kusir Duwuyoto. Mati seketika sang patih Duwoyoto.</div>
<div style="text-align: justify;">
Semakin menjadi jadi marah Salya. Sejenak kereta kehilangan keseimbangan karena ditinggalkan kusirnya. Sekarang Salya memegang sendiri tali kekang, sambil sesekali tangan kanannya melempar tombak ke arah pasukan pandawa untuk mencari jalan menyerbu Pandawa. Salya benar benar tidak lagi melihat pandwa sebagai kelurga, mereka semua dalah musuh saat ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dari luar gelanggang Kresna berteriak, “Yayi Yudistira…sekarang giliran adinda…!”</div>
<div style="text-align: justify;">
Yudistira maju menerjang dengan menunggang kuda putih. Mengitari kereta salya seolah2 meledek Salya, “Mana ajian Canda Birawa Salya yang terkenal itu? Apakah terkenal kabar dustanya saja? Sebab sekalipun belum pernah aku melihatnya… ” Sayup sayup itulah yang didengar Salya. Meski terbersit juga keraguan, benarkah Yudistira selancang itu kepadanya meski ini di medan perang??</div>
<div style="text-align: justify;">
Di alam tapaksuci yang memisahkan dunia dan alam baka, arwah Bagaspati yang masih menunggu anak menantu tersayangnya mendapati momen yang dinantikan. “We lah…inilah saatku menghadap ke pengayunan Yang Maha Menang, sudah cukup lama aku menunggu. Sekarang Narasoma sudah berhadapan dengan manusia berdarah putih. Yudistira….jangan kaget, aku akan menyatu dengan ragamu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
Salya semakin merasa terhina ketika kuda Yudistira hanya mengitari, mengejek dirinya. Lemparan tombak dan lontaran panah, tidak satupun mengenai Yudistira. Dikesampingkannya rasa ragu dan kasih sayang pada Yudistira, diucapkannya mantra ajian Candabirawa. Seketika muncul dihadappnya monster kerdil menyeramkan,”Narasoma….mengapa kamu panggil aku hmmm?”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Canda birawa..,berpuluh tahun kamu di ragaku baru kali ini aku menyuruhmu. Yang menunggang kuda putih itu Ratu pandawa, hisaplah ubun2nya agar sampai pada kematiannya..”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Wah..ha ha, jangan kuwatir tidak sampai kedip matamu usai, Yudistira akan tewas”. Dan ketika monster itu menampakkan wujudnya benar2 membuat prajurit yang melihat heran dan ngeri. Meski secara spontan itu membuat mereka maju menyerbu monster kecil itu. Bukan erangan kesakitan yang keluar dari mulut monster itu ketika berbagai sanjat menghujam tubuhnya, tetapi tawa kegirangan. Dan seketika monster itu berlipat seperti amuba membelah diri. Satu jadi sepuluh, sepuluh menjadi seratus, dan ratusan monster itu membuat pasukan pandawa dan senopatinya tunggang langgang. Sekarang hanya Yudistira yang menghadapi. Semua yang melihat keheranan melihat keanehan ini. Selama hidupnya, Yudistira tidak pernah perang. Kali ini begitu gagah beraninya dia menghadang Candabirawa, yang bahkan Bima Janaka pun ciut nyalinya. Keajaiban itu semakin bertambah ketika ratusan monster kerdil itu mendekati Yudistira. Bukan rasa benci apalagi amarah yang terlihat di wajah monster itu, tetapi kegembiraan yang luar biasa karena kerinduan yang kelihatannya sangat lama terpendam. Lihatlah seolah mereka anak anak kecil yang seharian ditinggal ibunya. Semmuanya menubruk dan ingin merangkul Yudistira. Entah apa yang terjad, ketika tubuh2 mereka menyentuh Yudistira, seketika hilang tidak berbekas.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tak terdengar lagi raungan monster2 canda birawa. Yudistira bersiap. Dihusnya panah dari sarungnya, dipasangkannya ke busur. Panah itu sudah ditumpangi Jimat Kalimasada. Seolah tanpa ragu dan tetlihat sangat terlatih, Ydistira melepaskan anak panahnya. Tepat mengenai dada Salya. Salya gugur memenuhi janji dan melunasi hutangnya. Bagi yang melihat kasar mata mungkin itu adalah penderitaan dan aib. Namun bagi Salya sebaliknya. Inilah bukti cintanya pada pandawa dan kebenaran. Dikorbankannya nyawa untuk membelanya. Ini pula momen yang ditunggunya, ketika dia melunasi hutang kepada Bapak mertuanya. Dengan demikian, dia pulang ke pangkuan yang maha sempurna, dengan kesempurnaan. Paling tidak tiada membawa beban dan janji yang tak terlunasi.</div>
</span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/sengkuni1.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-1400" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/sengkuni1.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="sengkuni1" /></a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
<b>Sengkuni gugur</b></div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Setelah Prabu Salya gugur di Tegal Kurusetra, kini ganti Patih Sengkuni dengan kereta pe rangnya memasuki Tegal Kurusetra, menuju pertahanan Pandawa. Ternyata Patih Sengkuni betul betul mahir dalam memainkan segala senjata, dari panah, pedang, juga gada.Patih Sengkuni dikala mudanya, satria dari Gandara, bernama Sri Gantalpati, seorang pemuda yang tampan dan sakti pula. Ia mengikuti Sayembara memperebutkan Dewi Kunti di kerajaan Mandura. Namun gagal, ia dikalahkan oleh Pandu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Berkali kali senjata senjata Pandawa mengenai tubuh Sengkuni namun, tidak satupun bisa melukai Sengkuni. Bahkan Sengkuni melepaskan berbagai panah ke arah Arjuna dan Patih Sengkuni berhasil mematahkan serangan panah Arjuna.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Werkudara mencegat kereta perang Sengkuni. Werkudara me maksa Sengkuni turun dari Kereta perang. Sengkuni pun turun. Terjadi perkelahian antara Werkudara dan Sengkuni.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Berkali-kali Werkudara memukul tubuh Sengkuni dengan Gada Rujakpolo. Namun Sengkuni hanya ketawa-ketawa, ia tidak merasakan kesakitan. Werkudara terus memukul Sengkuni dari kepala, dada, perut, sampai paha,betis dan telapak kaki, namun kelihatannya tidak merasakan apa apa.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Werkudara tidak patah semangat. Gada Rujakpolo ditinggalkan, Werkudara maju menghadapi Sengkuni, terjadilah perkelahian, berkali-kali Werkudara menangkap Sengkuni, namun kulit Sengkuni licin bagaikan belut, sehingga selalu lepas.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Werkudara terus melawan Sengkuni. Werkudara, teringat masa lalu, kejadian Bale Sigolo golo, yang hampir membawa korban para Pendawa, itu karena perbuatan Sengkuni. Perang dadu, itu ide Sengkuni yang mencurangi Pandawa, hingga Pandawa sengsara 13 tahun di hutan.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sedangkan Sengkuni merasa kecewa ketemu Prabu Pandu di Mandura, waktu sayembara memperebutkan Dewi Kunti, Sengkuni menyerahkan Dewi Gendari, kakaknya pada Pandu, dengan harapan agar kakaknya bisa berbahagia bersama Pandu. tetapi ternyata kakaknya di berikan pada Drestarastra. Andaikata Dewi Gendari tidak diberikan pada Drestarastra, Kurawa itu menjadi anak Pandu. Sehingga Pandu akan memiliki 105 anak. Pastilah Astina sangat kuat. Dan tidak ada perang Barata Yudha. Semua ini gara-gara Pandu. Maka Sengkuni ingin membunuh anak-anak Pandu, yang telah membikin sengsara.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Werkudara capek menghadapi Sengkuni. Tiba-tiba Werkudara ingat, bahwa kulit Sengkuni amat licin, dan peluhnya berbau lengo tolo (mungkin, minyak tanah), ini pasti ada hubungannya waktu Kurawa dan Pendawa masih kecil bermain di sumur tua menemukan cupu lengo tolo milik kakek Abiyasa yang berisi minyak kesaktian. Yang akhirnya lengo tolo diambil Sengkuni dan dilumurkan keseluruh tubuhnya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Werkudara langsung meraih leher Sengkuni, lalu dihimpitnya dengan lengannya kuat kuat, sehingga lehernya tercekik, dan mulutnya pun membuka lebar kehabisan napas. Werkudara memasukkan kuku Pancanaka kedalam mulut Sengkuni karena Sengkuni tidak meminum lengo tolo,maka dengan mudah dirobek robeknya sampai kedalam leher dan menembus ke jantungnya. Namun Sengkuni masih hidup. Ia mengerang kesakitan. Werkudara menjadi ngeri dan ketakutan. Walaupun sudah luka berat, Sengkuni tidak mati mati.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Kresna meminta Werkudara bisa menyempurnakan kematiannya. Werkudara akhirnya mengerti keadaan ini dikarenakan kesaktian Lengo tolo yang dioleskan kesekujur tubuh Sengkuni. Setelah terkelupas kulitnya, akhirnya Sengkuni pun Gugur.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/duryudana1.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3840" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/duryudana1.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="duryudana" /></a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
<b>Duryudana gugur</b></div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">senopati terakhir kurawa akhirnya maju ke medan perang. werkudara menekan pasukan astina sehingga mereka terdesak. prabu duryudana lari namun dapat ditemukan oleh bima. dua raksasa pihak kurawa dan pandawa bertemu. pertarungan berjalan seimbang. hingga lama pertarungan belum juga dapat diketahui pemenangnya. hingga batara kresna ingat bahwa kelemahan(pengapesan) duryudana berada di paha kanannya. ia lalu memberi tanda pada bima dengan menepuk2 pahanya. bima segera tanggap dan menyerang paha duryudana, akhirnya duryudana kalah oleh bima</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">dengan matinya duryudana maka selesai sudah perang bharatayudha</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-88489346575479470242012-08-24T23:42:00.000-07:002012-08-24T23:42:41.344-07:00Bharatayudha Karna Tanding (7)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-decoration: underline;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/karno-tanding2.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2367" height="256" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/karno-tanding2.jpg?w=535&h=256" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="karno tanding2" width="535" /></a><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Adipati karno tetap menjadi senopati kurawa, sementara pengapitnya adalah durgandasena, durta, dan jayarata. Pandawa mengangkat arjuna sebagai senopati dan werkudara sebagai pengapitnya.</div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Raden Arjuna, satria panengah Pandawa telah berganti busana bagai seorang Raja, mengenakan busana keprabon. Karena keahlian Prabu Kresna dalam ndandani sang adik ipar Arjuna pada kali ini jika diamati tidak ada bedanya dengan kakak tertuanya Adipati Karno. Saking miripnya, Arjuna dan Karno ibarat saudara kembar. Meskipun mereka hanya saudara seibu lain Bapak keduanya bagai pinang dibelah dua. Bahkan karena begitu miripnya, Dewa Kahyangan Bathara Narada pun tidak mampu membedakan mana Arjuna yang mana Basukarno kala itu.</div>
</span><span id="more-3827" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Kedua senopati perang telah bersiap di kereta perang masing – masing. Basukarno dikusiri oleh mertuanya Prabu Salya. Basukarno tahu bahwa Prabu Salya tidak dengan sepenuh hatinya dalam mengendalikan kereta perangnya. Prabu Salya, juga tidak sepenuh hatinya dalam mendukung Kurawa dalam perang ini. Hati dan jiwanya berpihak kepada Pandawa meskipun jasadnya di pihak Kurawa. Karena putri – putrinya istri Duryudono dan Karno, maka dengan keterpaksaan yang dipaksakan Prabu Salya memihak Kurawa pada perang besar ini.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Meskipun demikian, berulang kali sebelum perang terjadi Prabu Salya membujuk Duryudono agar perang ini dibatalkan. Bahkan dengan memberikan Kerajaan Mandaraka kepada Duryudono pun, Prabu Salya merelakan asal perang ini tidak terjadi. Namun tekat dan kemauan Duryodono tidak dapat dibelokkan barang sejengkal pun. Tekad Duryudono yang keras dan kaku ini juga karena dukungan Adipati Karno yang menghendaki agar perang tetap dilaksanakan. Adipati Karno, berkepentingan dengan kelanjutan perang ini demi mendapatkan media balas budi kepada Duryudono dan kurawa yang telah mengangkat derajatnya dan memberikan kedudukan yang terhormat sebagai Adipati Awangga yang masih bawahan Hastina Pura. Maka latar belakang ini pula yang menambah kebencian Salya kepada menantunya, Adipati Karno.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Di seberang sana, Kresna telah bersiap sebagai kusir Arjuna. Kereta Kerajaan Dwarapati Kyai Jaladara telah siap menunaikan tugas suci. Delapan Kuda penariknya bukanlah turangga sewajarnya. Kedelapan kuda itu adalah kuda – kuda pilihan Dewa Wisnu yang dikirim dari Kahyangan untuk melayani Sri Kresna. Turangga – turangga itu telah mengerti kemauan dari tuannya, bahkan jika tanpa menggunakan isyarat tali kekang pun. Berbagai medan laga telah dilalui dengan kemengan – demi kemenangan. Bahkan saat Raden Narayana, Kresna di waktu muda, menaklukkan Kerajaan Dwarawati ketika itu.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Atas permintaan Prabu Kresna, Arjuna menghampiri dan menemui Adipati Karno untuk mengaturkan sembah dan hormatnya.</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/karna.jpg" style="background-color: #eeeeee; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3458" height="713" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/karna.jpg?w=535&h=713" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="karna" width="535" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Dengan menahan tangis sesenggukan Arjuna menghampiri kakak tertuanya ”Kakang Karno salam hormat saya untuk Kakanda. Kakang, jangan dikira saya mendatangi Kakang ini untuk mengaturkan tantangan perang. Kakang, dengan segala hormat, marilah Kakang saya iringkan ke perkemahan Pandawa kita berkumpul dengan saudara pandawa yang lain layaknya saudara Kakang…”</div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Adipati Karno ”Aduh adikku, Arjuna…Kakang rasakan kok kamu seperti anak kecil yang kehilangan mainan. Menahan tangis sesenggukkan, karena perbuatan sendiri. Adikku yang bagus rupanya, tinggi kesaktiannya, mulya budi pekertinya. Sudah berapa kali kalian dan Kakang Prabu Kresna membujuk Kakang untuk meninggalkan Astina dan bersatu dengan kalian Para Pandawa. Aduh..adikku, jikalau aku mau mengikuti ajakan dan permintaan itu, Kakang tidak ada bedanya dengan burung dalam sangkar emas. Kelihatannya enak, kelihatannya mulia, kelihatannya nyaman.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Tapi adikku, kalau begitu, sejatinya Kakang ini adalah seorang pengecut, seseorang yang tidak dapat memegang omongan dan amanah yang telah diniatinya sendiri. Adikku…bukan dengan menyenangkan jasad dan jasmani Kakang jikalau kalian berkehendak membantu Kakang mencari kebahagiaan sejati. Adikku..Arjuna, jalan sebenarnya untuk mendapatkan kebahagiaan sejatiku adalah dengan mengantarkan kematianku di tangan kalian, sebagai satria sejati yang memegang komitmen dan amanah yang Kakang menjadi tanggung jawab Kakang. Oleh karena itu Adikku, ayo kita mulai perang tanding ini layaknya senopati perang yang menunaikan tugas dan tanggung jawab yang sejati.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Ayo yayi, perlihatkan keprigelanmu, sampai sejauh mana keprawiranmu, keluarkan semua kesaktinmu. Antarkan kakangmu ini memenuhi darma kesatriaannya. Lalu sesudah itu, mohon kanlah pamit Kakang kepada ibunda Dewi Kunti. Mohonkan maaf kepadanya, dari bayi sampai tua seperti ini belum pernah sekalipun mampu membuatnya mukti bahagia meskipun hanya sejengkal saja.”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Aduh Kakang Karno yang hamba sayangi, adinda mohon maaf atas segala kesalahan. Silakan Kakang kita mulai perang tanding ini”</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Setelah saling hormat antara keduanya, perang tanding kedua senopati perang yang mewakili kepentingan berbeda namun demi prinsip yang sama secara substansi itu dimulai. Keduanya mengerahkan segala kemampuan perang darat yang dimiliki. Sekian lama adu jurus kanuragan ini berlangsung. Saling menerjang, saling menghindar dan berkelebat ibarat burung Nasar yang menyasar mangsanya di daratan. Bagi siapa yang melihat, keduanya sama – sama prigel, keduanya sama – sama tangkas dan keduanya sama – sama sakti. Kelebat mereka demikian cepat seperti kilat.</span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/karna-tanding-bali.jpg" style="background-color: #eeeeee; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-2358" height="652" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/karna-tanding-bali.jpg?w=535&h=652" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="karna tanding bali" width="535" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Ribuan prajurit kedua pihak menghentikan pertempuran demi melihat hebatnya adegan perang kedua satria bersaudara ini. Namun bagi mereka yang melihat, kabur sama sekali tidak mampu membedakan yang mana Arjuna dan yang mana Karno. Keduanya mirip, keduanya menggunakan busana yang sama. Perawakan dan pakulitannya sama. Hanya desis suara masing – masing yang sesekali terucap yang membedakan keduanya.</div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Perkelahian tangan kosong ini telah berlangsung sampai matahari sampai di tengah kubah langit. Tidak ada yang kalah tidak ada yang unggul sampai sejauh ini. Keduanya menyerang dengan sama baik, keduanya menghindar dengan sama sempurna. Keduanya menghunus keris masing – masing. Pertarungan tangan kosong dilanjutkan dengan pertarungan dengan senjata keris. Karno memulai dengan menerjang mengarahkan keris ke ulu hati Arjuna. Secepat kilat arjuna menghindar melompat vertikal layaknya belalang menghindar dari sergapan burung pemangsa, Keris Adipati Karno menerjang sasaran hampa, berkelebat berkilat diterpa sinar panas matahari tengah hari. Sejurus kemudian posisi mereka saling bertukar, Arjuna kini menyerang, leher Karno menjadi incaran. Demikian cepat tusukan ini menerobos udara panas menerjang leher Adipati Karno.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Namun Adipati Karno tidak kalah cepat dalam berkelit, digesernya leher dan kepalanya menyamping kiri. Tidak hanya menghindar yang dilakukan, penyeranganpun dapat dilakukannya. Sambil menyempingkan badan dan kepalanya ke kiri, tangan kirinya mengirimkan pukulan ke dan mengenai bahu kanan Arjuna. Sedikit terhuyung Arjuna saat mendaratkan kakinya di tanah, meskipun tidak sampai membuatnya roboh. Adipati Karno tersenyum kecil, melihat adiknnya terhuyung. Kini keduanya saling menerjang dengan keris terhunus di tangan. Masing – masing mencari sasaran yang mematikan sekaligus menghindar dari sergapan lawan. Adu ketangkasan keris ini berlangsung sampai matahari condong ke barat, hampir mencapai paraduannya di akhir hari. Tidak ada yang cedera dan mampu mencedarai, tidak ada yang kalah dan mampu mengalahkan.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Keduanya memutuskan perang tanding dilanjutkan dari atas kereta. Arjuna sekali melompat sudah sampai pada kereta Jaladara. Demikian juga Karno, sekali langkah dalam sekejap sudah bersiap di kereta perangnya. Di kereta perang Karno, Karno meminta nasehat sang mertua</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Rama Prabu, saya tidak dapat mengalahkan Arjuna saat perang di daratan Rama”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Karno, aku ini hanyalah Kusir, tanggung jawabku hanyalah mengendalikan kuda. Asal kudanya tidak bertingkah tugasku selesai.”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Iya benar Romo, namun putra paduka ini mohon pengayoman Rama Prabu Salya”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”E lah, apa kamu lupa kondangnya Raja Awangga itu kalau perang menerapkan kesaktian aji Naraca Bala”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Terimakasih Rama”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Adipati Karna menyiapkan anak panah dengan ajian Naraca Bala, begitu dilepaskan dari busurnya terjadilah hujan panah yang mengerikan. Kyai Naraca Bala yang telah ditumpangkan pada anak panah menyebabkan anak panah terlepas dan menjadi hujan ribuan anak panah di udara. Anak panah itu berkilatan seperti kilat menjelang hujan turun di musim pancaroba.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Tidak cukup itu, ribuan anak panah itu juga mengandung racun mematikan. Jangankan menghujam ke tubuh, hanya menyenggol kulit pun dapat mengakibatkan kemaitan. Tidak heran para prajurit lari tunggang langgang menyelamatkan diri dari hujan anak panah itu. Pun demikian ratusan prajurit menemui ajal tanpa mampu menyelematkan diri.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Namun di sisi lain, Arjuna adalah satria kinasih Dewata dengan kesaktian tanpa tanding. Meski terkena ratusan anak panah Naraca Bala, tiada gores sedikitpun kulit sang Panengah Pandawa. Baginya ratusan anak panak yang menghujam ke tubuhnya tiada beda dirasakan layaknya digiit semut hitam.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Penasaran Adipati Karno melihat kesaktiannya tidak berarti apa – apa bagi Arjuna, maka dihunusnya Anak Panak Kunta Drewasa pemberian Dewa Surya. Jagad sudah mendengar bagaimana kesaktian anak panah ini, jangankan tubuh manusia gunung pun akan hancur lebur jika terkena anak panah ini. Secepat kilat anak panah Kunta Drewasa sudah terpasangkan di busurnya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Seperti halnya Arjuna, keahlian Karno dalam memanah tiada tanding di dunia ini. Jangankan sasaran diam, nyamuk yang terbang pun dapat dipanah dengan tepat oleh Sang Adipati. Prabu Salya, hatta melihat anak panah sudah siap dilepaskan dan dapat dipastikan tidak akan bergeser seujung rambutpun dari sasaran leher Arjuna, timbul rasa dengki dan serik nya kepada Karno. Prabu Salya tidak rela anak – anaknya Pandawa kalah dalam perang ini. Maka disentaknya kendali kerata perang bebarengan dengan dilepaskannya Kunta Drewasa, akibatnya kureta perang mbandang tidak terkendali. Tangan Karno pun goyah, dan lepasnya anak panah meleset dari sasaran.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Di sisi lain, Kresna adalah kusir bukan sembarang Kusir. Penghlihatannya sangat presisi, dia tahu apa yang akan dilepaskan oleh Karno. Dia tahu kesaktian dan apa yang akan terjadi kepada Arjuna jika Kunta Drewasa tepat mengenai sasarannya. Maka dihentaknya kereta kuda dengan kaki dan kesaktannya. Roda kereta amblas dua jengkal menghujam bumi. Anak panah Kunta Drewasa terlepas, namun meleset dari leher dan mengenai gelung rambut Arjuna. Jebolnya gelung rambut Arjuna disertai dengan lepasnya topong keprabon yang dikenakannya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Malu Arjuna karena gelung rambutnya ambrol dan topongnya terlepas. Dia juga was – was jangan – jangan ini pertanda kekalahannya dalam perang tanding ini. Namun Kresna sekali lagi, bukan hanya pengatur strategi dan penasehat perang bagi Pandawa. Dia juga adalah pamong dan guru spiritual para Satria Pandawa. Dihiburnya Arjuna bahwa ini hanyalah risiko perang. Disambungnyanya rambut Arjuna dengan rambutnya sendiri. Digantikannya topong harjuna dengan yang lebih bagus.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Arjuna…,kelihatannya ini sudah sampai waktunya Adi Prabu Karno menyelesaikan darma baktinya. Semoga Tuhan menerima bakti dan darmanya adikku. Siapkanlah anak panah pasopati yang busurnya berupa bulan tanggal muda itu. Kiranya itu yang akan menjadi sarana menghantarkan Kakangmu Karno menuju kebahagiaan sejatinya”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Sendiko dawuh Kakanga Prabu, mohon do’a restu Kakang Prabu”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Arjuna menghunus Panah Kyai Pasopati yang anak panahnya berbentuk bulan sabit. Ketajaman bulan sabit ini tidak ada makhuk jagad yang meragukannya. Galih kayu jati terbaik di jagad pun akan teriris layaknya kue lapis diterjang pisau cukur.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Arjuna adalah satria dengan tingkat keahlilan memanah mendekati sempurna. Ibaratnya, Arjuna mampu memanah sasaran dengan membelakangi sasaran itu. Dia membidik bukan dengan mata lahirnya namun dengan mata batinnya. Oleh karena itu, meski matanya ditutup rapat dengan kain hitam berlipat – lipat, dia akan mampu mengenai sasaran dengan tepat.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sekarang anak panah telah siap di busurnya. Ditariknya tali busur, dikerahkan segala konsentrasinya, dibidiknya leher Sang Kakak, Adipati Karno. Dalam konsentrasi yang dalam ini, sebentar – sebentar dia menarik napas. Sebentar – sebentar menata hati dan pikirannya. Saat ini yang dituju anak panah adalah leher Adipati Karno. Saudara sekandung lain bapak. Bagaimanapun, susunan tulang, urat, darah dan leher itu dari benih yang sama dengan lehernya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Darah yang mengalir pada Karno adalah dari sumber yang sama dengan darahnya. Putih tulang leher itu dari jenis yang sama dengan putih tulangnya. Urat leher itu, tiada beda dengan bibit pada urat lehernya. Namun, tugas adalah tugas. Darma adalah darma yang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati. Dibulatkan tekatnya, dimantapkan hatinya bahwa bukan karena ingin menang dan ingin mengalahkan dia melakukan ini. Ditetapkannya hatinya, inilah cara yang dikehandaki sang Kakak untuk membuatnya bahagia. Dalam hati dia berdoa kepada Tuhan Yang Maha tunggal, agar kiranya mengampuni kesalahannya ini.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Di seberang sana, Adipati Karno tahu apa yang akan dilakukan adiknya. Dia sudah dapat mengira apa yang akan terjadi padanya. Kesaktian dan ketajaman pasopati, sudah tidak perlu diragukan lagi. Kulit dan dagingnya tidak akan mampu melawannya. Namun, tidak ada rasa takut dan khawatir yang terlihat pada ronanya menghadapi akhir hidupnya ini. Yang adalah senyum kebahagiaan, karena adik yang dicintainya yang akan mengantarkannya menemuai kebahagian sejati. Sebaliknya bukan rona takut dan pucat terpancar pada wajahnya, namun senyum manis dan bersinar wajah yang terlihat. Semakin kentara indahnya wajah sang Adipati Karno.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sang Kusir, Prabu Salya melihat apa yang akan dilakukan Arjuna. Ketakutan dan khawatir nampak pada wajah dan sikapnya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Anak panah dilepaskan dari busurnya oleh Arjuna. ”Ssseeeettttttt”, begitu suaranya tenang setenang Karno dalam menerimanya. Lepasnya panah seperti kilatan petir dari kereta Jaladara. Secepat dia mampu, Prabu Salya melompat dari kereta mengindari bahaya. Anak panah tepat mengenai leher Adipati Karno, putus seketika. Kepala menggelinding ke tanah, badanya menyampir di kereta. Adipati Karno telah sampai pada garis akhir kesatraiannya. Dia telah mendapatkan apa yang diharapkannya. Kematian yang terhormat dalam menegakkan darma bakti satria. Basukarno adalah satria sejatinya satria.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Duka menyelimuti Kurusestra dari pihak Pandawa. Lagi mereka kehilangan saudara yang dicintainya. Meskipun Karno di pihak musuh, sejatinya dia adalah saudara kandung mereka. Tidak terkira bagaimana pedih dan perih yang dirasakan Dewi Kunti. Semenjak lahir, anak sulungnya itu telah dibuangnya ke Sungai Gangga. Jangankan memelihara dan membesarkan, menyusui dan membelai bayinyapun tidak pernah dirasakannya. Belasan tahun dia tidak pernah mendengar kabar lagi mengenai anaknya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Setelah sekian belas tahun tidak ada khabar berita, begitu berjumpa anaknya telah memihak musuh Pandawa, anak – anaknya yang lain. Sekarang saat perang ini terjadi, putra bungsunya telah menjadi bangkai di tangan Arjuna anaknya yang la</span><span style="background-color: #f4d0a8;">in.</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-62687417886642345372012-08-24T23:36:00.000-07:002012-08-24T23:36:17.435-07:00Bharatayudha Suluhan – Gatotkaca Bima Putra gugur (6)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-decoration: underline;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #eeeeee; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/gatotkaca_by_gaimcreativestudio.jpg" style="color: black; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3823" height="807" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/gatotkaca_by_gaimcreativestudio.jpg?w=535&h=807" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="Gatotkaca_by_GaimCreativeStudio" width="535" /></span></a><div style="text-align: justify;">
<a name='more'></a></div>
</span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Setelah burisrawa gugur, kurawa mengangkat adipati karna dari awangga sebagai senopati. Hari sudah gelap, sang surya sudah lama meninggalkan jejak sinarannya di ladang Kurusetra. Harusnya perang dihentikan, masing – masing pihak beristirahat dan mengatur strategi untuk perang esok hari. Namun entah mengapa Kurawa mengirim senopati malam – malam begini.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span id="more-3822" style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
Adipati Awonggo ngamuk punggung menerabas dan menghancurkan perkemahan pasukan Pandawa di garda depan. Penjaga perkemahan kalang kabut tidak kuasa menandingi krida Sang Adipati Karno. Secepat kilat berita ini terdengar di perkemahan Pandawa Mandalayuda. Sri Kresna tahu apa yang harus dilakukan. Dipanggilnya Raja Pringgondani Raden Haryo Gatotkaca, putra kinasih Raden Brataseno dari Ibu Dewi Arimbi. Disamping Sri Kresna, Raden Brataseno berdiri layaknya Gunung memperhatikan dengan seksama dan waspada pembicaraan Sri Kresna dengan putranya.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Anakku tersayang Gatotkaca….Saat ini Kurawa mengirimkan senopati nya di tengah malam seperti ini. Rasanya hanya kamu ngger yang bisa menandingi senopati Hastina di malam gelap gulita seperti ini”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">”Waduh, wo prabu…..terimakasih Wo. Yang saya tunggu – tunggu akhirnya sampai juga kali ini. Wo prabu, sejak hari pertama perang baratayuda saya menunggu perintah wo prabu untuk maju ke medan perang. Wo prabu Kresna, hamba mohon do’a restu pamit perang. Wo hamba titipkan istri dan anak kami Danurwindo. Hamba berangkat wo, Rama Wrekudara mohon pamit….”</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Waaa………Gatot iya…..“</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sekejap Gatotkaca tidak terlihat. Sri Kresna merasakan bahwa inilah saatnya Gatotkaca mati sebagai pahlawan perang Pandawa. Dia tidak mau merusak suasana hati adik – adiknya Pandawa dengan mengutarakan apa yang dirasakannya dengan jujur. Namun perasaan wisnu nya mengatakan Wrekudara harus disiapkan untuk menerima kenyataan yang mungkin akan memilukannya nanti.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Wrekudoro…“</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Kresna kakangku, iya ….“</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Aku kok agak merasa aneh dengan cara pamitan Gatotkaca, mengapa harus menitipkan istri anaknya ??“</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Wah…Kakang seperti anak kecil. Orang berperang itu kalau nggak hidup ya mati. Ya sudah itulah anakku Gatotkaca, dia mengerti tugas dan akibatnya selaku satria.“</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">“Oo..begitu ya, ya sudah kalau begitu. Kita sama – sama doakan mudah-2an yang terbaik yang akan diperoleh anakmu Gatotkaca.“. Sebenarnya Kresna hanya mengukur kedalaman hati dan kesiapan Wrekudara saja. Paling tidak untuk saat ini, Wrekudara terlihat sangat siap dengan apapun yang terjadi.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Malam gelap gulita, namun di angkasa ladang Kurusetra kilatan ribuan nyala obor menerangi bawana. Nyala obor dari ribuan prajurit dua belah pihak yang saling hantam gada, saling sabet pedang, saling lempar tombak, saling kelebat kelewang dan hujan anak panah. Gatotkaca mengerahkan semua kesaktian yang dimilikinya. Dikenakannya Kutang Antakusuma, dipasangnya terompah basunanda, dikeluarkan segala tenaga yang dimilikinya. Terbang mengangkasa layaknya burung nazar mengincar mangsa. Sesekali berkelebat menukik merendah menyambar buruannya. Sekali sambar pululan prajurit Hastina menggelepar tanpa daya disertai terpisahnya kepala – kepala mereka dari gembungnya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Semenjak lahir, Gatotkaca sudah menunjukkan tanda-tanda kedidgyaannya. Ari – arinya berminggu – minggu tidak bisa diputus dengan senjata tajam apapun. Kuku pancanaka Wrekudara mental, Keris Pulanggeni Arjuna tiada arti, Semua senjata Amarta sudah pula dicobai. Namun ari – ari sang jabang bayi seperti bertambah alot seiring bertambahnya usia si jabang bayi. Para pinisepuh Amarta termasuk Sri Kresna pun kehabisan reka daya bagaimana menolong Sang jabang bayi Dewi Arimbi ini.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Maka lelaki kekasih Dewata – Sang Paman Raden Arjuna – menyingkirkan sejenak dari hiruk piruk dan kepanikan di Kesatrian Pringgondani. Atas saran Sri Kresna, Raden Arjuna menepi. Semedi memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kiranya memberikan kemurahannya untuk menolong Pandawa mengatasi kesulitan ini.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Di Kayangan Suralaya, permintaan Arjuna didengar oleh para dewa. Bethara Guru mengutus Bethara Narada untuk memberikan senjata pemotong ari – ari berupa keris Kunta Wijayandanu. Bethara Narada turun dengan membawa senjata Kunta bermaksud menemi Arjuna yang kala itu diiringi oleh para punakawan, abdi tersayang.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sahdan di tempat lain, Adipati Karno sedang mengadu kepada Ayahnya Dewa Surya, dewanya Matahari. Adipati Karno, memohon welas asih kepada Sang Ayah untuk memberikan kepadanya senjata andalan guna menghadapi perang besar nanti. Dewa Surya menyarankan anaknya untuk merampok Senjata Kunta dari Bethara Narada. Karno dan Arjuna adalah saudara seibu yang wajah dan perawakkanya sangat mirip melebihi saudara kembar. Hanya suara saja yang membedakan keduanya. Maka ketika Adipati Karno dirias oleh Dewa Surya menyerupai Arjuna, Bathara Narada tidak akan mengenal Adipati Karno lagi melainkan Arjuna.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Kelicikan Dewa Surya tidak cukup di situ. Siang yang terik dan terang benderang itu tiba – tiba meredup seolah menjelang malam. Dengan upaya dan rekayasanya, terjadilah gerhana surya. Narada, dewa yang sudah tuwa dengan wajah yang selalu mendongak ke atas itu, semakin rabun karena gerhana ini.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Adipati Karno mencegat Bethara Narada, tanpa perasaan curiga diberikannya senjata Kunta kepada ”Arjuna”. Merasa tugas selesai Narada berniat kembali ke Kahyangan. Ternyata masih ditemuinya Arjuna lagi yang kali ini tidak sendiri melainkan diiring para punakawan. Sadar Narada tertipu, diperintahkannya Arjuna untuk merebut senjata kunta dari Sang Adipati Karno. Perang tanding tak bisa dielakkan, namun hanya warangka senjata yang dapat direbut oleh Arjuna dari kakak tertuanya itu. Dengan warangka senjata itulah ari – ari jabang bayi arimbi yang kelak bernama Raden Gatotokaca dapat diputus. Keanehan terjadi ketika sesaat setelah ari – ari jabang bayi diputus, seketika warangka hilang dan menyatu ke badan si jabang bayi.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sekarang, saat perang besar terjadi takdir itu sudah sampai waktunya. Senjata Kunta mencari warangkanya, di tubuh Raden Gatotkaca. Tidak berarti sesakti apapun Gatotkaca, setajam pisau cukur tangannya memancung leher musuhnya. Konon pula otot gatotkaca sekuat kawat tembaga, tulangnya sealot besi tempa. Kesaktiannya ditempa di Kawah Candradimuka. Namun garis tangan Gatotkaca hanyalah sampai di sini.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Di gerbang yang memisahkan antara alam fana dengan alam baka, sukma Kalabendono, paman yang sangat menyawangi Gatotkaca menunggu “sowan ke pengayunan yang Maha Pemberi Hidup”. Begitu sayangnya Kalabendono kepada keponakannya, sukmanya berjanji tidak akan kembali ke asal kehidupan jika tidak bersama sang keponakan.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Di sisi seberang ladang pertempuran, Karno telah siap dengan busur panahnya dengan anak panah Kunta Wijayandanu. Dalam hatinya berbisik “Anakku bocah bagus, belum pupus bekas ari – arimu….berani – beraninya kamu menghadapi uwakmu ini. Bukan kamu yang aku tungggu ngger…Arjuna mana? Ya ya ..sama – sama menjalani darma satria, ayo aku antarkan kepergian syahidmu dengan Kunta Wijayandanu”.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Gatotkaca, mata elangnya sangat tajam melihat gerak – gerik seekor tikus yang baru keluar dari sarangnya. Pun meski dia melihatnya dari jarak ribuan tombak diatas liang tikus itu. Begitu pula, dia tahu apa yang sedang dilakukan Sang Adipati Karno. Dia tahu riwayatnya, dia tahu bahwa warangka senjata Kunta ada di tubuhnya dan menyokong kekuatannya selama ini. Dicobanya mengulur takdir. Dia terbang diantara awan – awan yang gelap menggantung nun di atas sana. Dicobanya menyembunyikan tubuhnya diantara gelapnya awan yang berarak – arakan di birunya langit.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Namun takdir kematian sama sekali bukan di tangan makhluk fana seperti dia. Takdir itu sejengkal pun tidak mungkin dipercepat atau ditunda. Sudah waktunya Gatotkaca, sampai di sini pengabdian kesatriaanmu. Kunta Wijayandanu dilepaskan dari busurnya oleh Adipati Karno. Di jagad ini hanya Arjuna yang mampu menyamai keahlian dan ketepatan Basukarno dalam mengolah dan mengarahkan anak panah dari busurnya. Kuntawijandanu melesat secepat kilat ke angkasa, dari Kereta perang Basukarno seolah keluar komet bercahaya putih menyilaukan secepat kilat melesat.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Di angkasa….Kalabendono yang sudah siaga menunggu tunggangan, dengan sigap menumpang ke senjata Kunta. Senjata kunta dan Kalabendono, menghujam ke dada Gatotkaca, membelah jantung Sang Satria Pringgandani. Dalam sekaratnya, Gatotkaca berucap ”Aku mau mati kalau dengan musuh ku….”. Seperti bintang jatuh yang mencari sasaran, jatuhnya badan Gatotkaca tidak lah tegak lurus ke bawah, namun mengarah dan menghujam ke kereta perang Basukarno. Basukarno bukanlah prajurit yang baru belajar olah kanuragan setahun dua tahun. Dengan keprigelan dan kegesitannya, sebelum jasad Gatotkaca menghujam keretanya dia melompat seperti belalang menghindar dari sergapan pemangsa.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Jasad gatotkaca menimpa kereta, Keretapun hancur lebur, pun delapan kuda dengan kusirnya tewas dengan jasad tidak lagi bebentuk. Selesailah episode Gatotkaca dengan perantaraan Uwaknya, Adipati Karno Basuseno.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Gugurnya Gatotkaca menjadi berita gembira di kubu kurawa. Para prajurit bersorak sorai mengelu – elukan sang Adipati Karno. Kepercayaan diri mereka berlipat, semangat perang mereka meningkat. Keyakinan diri bertambah akan memenangi perang dunia besar yang ke empat ini.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sebaliknya, kesedihan mendalam tergambar di kubu Pandawa. Wrekudara hampir – hampir tidak mampu menguasai diri ”Gatot…, jangan kamu yang mati biar aku saja bapakmu…Hmmm Karno…..!!! beranimu hanya dengan anak kemarin sore..Ayo lawanlah Bapaknya ini kalau kamu memang lelaki sejati…!”. Arimbi, sang ibu, tidak kuasa menahan emosi. Selagi para pandawa meratapi dan merawat jasad Gatotkaca, Arimbi menceburkan ke perapian membara yang rupanya telah disiapkannya. Sudah menjadi tekatnya jika nanti anak kesayangannya mati sebelum kepergiannya ke alam kelanggengan, dia akan nglayu membakar diri. Dan itu dilakukannya sekarang.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Pandawa, dengan demikian kehilangan dua keluarga dekat sekaligus di malam menjelang fajar ini. Wrekudara kehilangan anak tersayang dan istri tercintanya. Namun keturunan tidaklah terputus, karena baik Antareja maupun Gatotkaca telah mempunyai anak laki – laki sebagai penerus generasi Wrekudara.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Fajar menjelang, jenazah Gatotkaca dan abu Arimbi telah selesai diupakarti sesuai dengan ageman dan keyakinan mereka. Sri Kresna sudah bisa menenangkan Wrekudara dan para pandawa yang lain. Sekarang saatnya mengatur strategi. Tugas harus dilanjutkan. Pekerjaan harus diselesaikan, perang harus dituntaskan. Dunia akan segera mengetahui, gunjingan dunia mengenai perang besar antar dua saudara kembar akan segera terjadi siang ini.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/bima-vs-dursasana.jpg" style="background-color: #eeeeee; color: black; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3824" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/bima-vs-dursasana.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="bima vs dursasana" /></a></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><b>Dursasana gugur</b></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Werkudara melihat anaknya, Gatutkaca gugur di Tegal Kurusetra menjadi marah. Werkudara menyapu para Kurawa dengan gada Rujakpolonya. Banyak korban berjatuhan.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Akhirnya Werkudara mendapatkan Dursasana dalam posisi sudah terpojok. Dursasana adalah pendamping Senapati Adipati Karna. Werkudara dan Dursasana berkelahi habis-habisan.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Werkudara teringat waktu Perang dadu. Yaitu tantangan Kurawa bermain judi kepada Pandawa, namun dengan kecurangan Patih Sengkuni maka semua harta benda, Istana sampai dengan Dewi Drupadi menjadi taruhan. Sampai Pandawa menjadi budak. Harus melepaskan seluruh pakaian kerajaan. Sedangkan Dursasana belum puas dengan itu, masih berbuat kurang ajar. Ia menjambak rambut Dewi Drupadi dan menyeret Dewi Drupadi ketengah tengah kerumunan Kurawa sampai sanggulnya lepas, dan Dursasana berusaha menelanjangi Dewi Drupadi.</span></div>
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/dursasana.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3825" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/dursasana.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="Dursasana" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Para Pandawa yang telah menjadi budak tidak bisa berbuat apa-apa, mereka tidak bisa menolong Dewi Drupadi.Namun atas pertolongan Sanghyang Wisnu, maka setiap lapis kain yang lepas selalu diganti , sehingga Dursasana sampai bercucuran keringat ketika melepas kain Dewi Drupadi. Pakaian Drupadi sudah menumpuk, namun kain yang dibadan Dewi Drupadi tidak pernah habis.</div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Disinilah Dewi Drupadi bersumpah, bahwa selama hidupnya tidak akan menyanggul rambutnya, sebelum keramas dengan darah Dursasana Sedangkan Werkudara bersumpah untuk membunuh Dursasana dan menghirup darahnya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Ahirnya Werkudara dengan kekuatan amarah, bagai serigala hutan, memukul Dursasana dengan Gada Rujakpolo. Berkali kali dihantamkannya Gada Rujakpala ke tubuh dan kepala Dursasana, sehingga tubuh dan kepalanya hancur. Werkudara menghirup darah Dursasana untuk memenuhi sumpahnya. Setelah itu dengan sebuah topi baja prajurit,yang tergeletak didekatnya, Werkudara mengambilnya, untuk dijadikan sebagai bokornya, untuk menampung darah Dursasana dan dibawanya pergi menjumpai Dewi Drupadi yang sedang menunggu di perkemahan Tegal Kurusetra. Werkudara memberikan bokor berisi darah Dursasana kepada Dewi Drupadi. Dewi Drupadi segera membasuh rambutnya dengan darah Dursasana, maka Dewi Drupadi telah memenuhi sumpahnya. Dewi Drupadi berterima kasih kepada Werkudara.</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-25890350973187830832012-08-24T23:29:00.001-07:002012-08-24T23:29:15.909-07:00Bharatayudha Timpalan – Burisrawa Gugur (5)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<span style="background-color: #eeeeee;"><a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/burisrawa.jpg" style="color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3819" height="533" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/burisrawa.jpg?w=535&h=533" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="burisrawa" width="535" /></a></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<a name='more'></a><br /></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
Prabu Matswapati Tanya kepada Raden Wrekudara bagaimana dalam menghadapi Prabu Partipa, Raden Wrekudara bilang bahwa Prabu Pratipa sudah gugur beserta gajahnya Kyai Jayamaruta. Belum sampai selesai dalam berbicara, Patih Udakawara datang, melaporkan bahwa Ngastina sudah ada senopati lagi yaitu raden Harya Burisrawa dan Senopati Pendamping Raden Windandini.</div>
<span id="more-3818" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Prabu Matswapati minta petunjuk kepada Prabu Kresna, siapa tandingannya, tiada lain adalah raden Harya Sencaki Romo Prabu. Sebetulnya Raden Harya Wrekudara tidak setuju bila Raden Harya Sencaki yang menjadi tandingannya. Sebaiknya saya saja, karena yang sama-sama tingginya, perkasanya. Tetapi Bathara Kresna tetap menunjuk Raden Harya Sencaki, karena sebelumnya keduanya sudah ada perjanjian, bila Baratayuda terjadi akan saling ketemu sebagai tandingannya. Akhirnya Raden Wrekudara setuju tapi dengan satu syarat asalkan kuat menerima lemparan gada dari Raden Wrekudara.</div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Akhirnya antara Raden Wrekudara dengan Raden Harya Sencaki terjadi lempar-lemparan gada. Raden Harya Sencaki dinilai kuat menerima lemparan gada dari Harya Wrekudara dan kuat melempar, akhirnya Raden Harya Wrekudara setuju bila sebagai tandingannya Raden Burisrawa Raden Sencaki. Setelah minta do’a restu kepada Prabu Matswapati dan yang hadir, Raden Harya Sencaki segera berangkat ke medan perang.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Dari kejauhan sudah terdengar tantangan-tantangan dari prajurit-prajurit Ngastina, raden Janaka yang kadang masih lupa ingatannya karena masih sedih akibat kematian abimanyu, ketemu dengan Senopati Pendamping Raden Windandini, terjadi pertempuran, sama-sama kuatnya, tetapi Raden Janaka melepaskan Jemparing, gugurlah Raden Windandini.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Raden Sencaki sudah saling menyapa dengan Raden Harya Burisrawa. Sama-sama puasnya bisa ketemu untuk bertanding sesuai dengan janjinya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Terjadi pertempuran sengit, Raden Sencaki semakin lama semakin menurun staminanya, kewalahan menghadapi keerkasaannya Raden Burisrawa.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Bathara Kresna melihat Adindan Raden Harya Sencaki kerepotan dalam menghadapi musuh, lalu memerintahkan kepada Raden Janaka supaya Njemparing rambut yang dipegangnya, tapi rambut yang dipegang sejajar dengan lehernya Raden Burisrawa.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Akhirnya Raden Janaka melepaskan jemparing pasopati, karena Raden Janaka kadang masih lupa ingatan, jemparing meleset kena pinggir tidak kena tengah-tengah, rambut tatas putus bablas mengenai bau Raden Burisrawa sampai timpal, maka tema ini juga disebut TIMPALAN.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Sesudah Raden Burisrawa kena pasopati, Raden Sencaki melepaskan jemparing kena lehernya Raden burisrawa sampai putus, akhirnya gugur di palagan Raden Burisrawa.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Raden Sencaki besar kepala karena bisa membunuh Raden Burisrawa akhirnya sombong tidak tahunya pada waktu Raden Sencaki kerepotan dalam perang telah dilepasi pasopati oleh Raden Janaka, yang membuat Raden Burisrawa lemah karena timpal baunya. Lalu Raden Sencaki mudah keluar dari cengkraman musuh akhirnya melepaskan jemparing sampai gugur Raden Burisrawa terkena lehernya. Padahal sebelumnya sudah mendapat perhatian dari Bathara Kresna, jangan sombong. Tetapi karena merasa menang dalam pertandingan melawan Raden Burisrawa, sampai tidak ingat kata welingnya Prabu Bathara Kresna jangan sombong.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Setelah tahu Raden Sencaki sombong Prabu Bathara Kresna mendekati dan menceritakan apa adanya tentang gugurnya Burisrawa. Raden Sencaki merasa malu, diam saja lalu pergi meninggalkan Prabu Bathara Kresna tanpa minta ijin.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Para prajurit dari Ngastina tahu yang tadinya Raden Burisrawa unggul dalam peperangan tapi baunya bisa timpal lalu pada bilang kalau Pandawa curang dalam peperangan.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Bathara Kresna mendengar berita bahwa pandawa curang dalam peperangan, akhirnya mendekati para Kurawa memberi keterangan bahwa timpalnya bau dari harya Burisrawa tidak ada unsur kesengajaan. Itu kena pasopati pada waktu Raden Janaka gladi melepas jemparing.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #eeeeee;">Prabu Salya marah akan membunuh para Pandawa, tetapi dihalang-halangi Patih Harya Sengkuni, supaya mundur melaporkan bahwa Raden Burisrawa gugur di medan perang.</span></div>
<div class="wpadvert" style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 10px auto; padding: 5px; text-align: center;">
<div id="google_ads_div_wpcom_below_post_adsafe_ad_wrapper" style="margin: 0px; padding: 0px; text-align: justify;">
<div id="google_ads_div_wpcom_below_post_adsafe_ad_container" style="display: inline-block; margin: 0px; padding: 0px;">
<ins style="border: 0px; display: inline-table; height: 250px; margin: 0px; padding: 0px; position: relative; width: 300px;"><ins style="background-color: #eeeeee; border: 0px; display: block; height: 250px; margin: 0px; padding: 0px; position: relative; width: 300px;"><iframe frameborder="0" height="250" id="google_ads_iframe_wpcom_below_post_adsafe" marginheight="0" marginwidth="0" name="google_ads_iframe_wpcom_below_post_adsafe" scrolling="no" style="border-width: 0px; left: 0px; position: absolute; top: 0px;" width="300"></iframe></ins></ins></div>
</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3763933320997914742.post-20560753343067537792012-08-24T23:25:00.000-07:002012-08-24T23:25:23.838-07:00Bharatayudha Gugurnya Abimanyu Putra Arjuna (4)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="post-date" style="margin-bottom: 1.2em; margin-left: -107px; margin-top: -26px; padding: 0px; position: absolute; text-align: right; text-shadow: rgb(247, 228, 200) 0px 1px 0px; width: 95px;">
<span class="day" style="display: block; margin: 0px; padding: 0px 0px 6px;"></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #5c462e; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 30px; font-weight: bold; letter-spacing: -1px; line-height: 22.5px;"><br /></span></div>
<span style="color: #5c462e; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 2em; font-weight: bold; letter-spacing: -0.05em; line-height: 0.75em;"><div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; font-size: 2em; letter-spacing: -0.05em; line-height: 0.75em;">28</span></div>
</span><span class="month" style="color: #5c462e; display: block; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 0.9em; letter-spacing: 1px; line-height: 0.8em; margin: 0px; padding: 0px; text-align: justify; text-transform: uppercase;"><span style="background-color: #f3f3f3;">JUL</span></span><span class="year" style="color: #5c462e; display: block; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 0.9em; line-height: 0.8em; margin: 0px; padding: 0px; text-align: justify;"><span style="background-color: #f3f3f3;">2010</span></span><span class="postcomment" style="border-top-color: rgb(72, 63, 50); border-top-style: solid; border-top-width: 1px; color: #5c462e; display: block; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 0.86em; line-height: 1em; margin: 8px 0px 0px; padding: 5px 0px 0px; text-align: justify;"><a href="http://wayang.wordpress.com/2010/07/28/bharatayudha-4-ranjapan-abimanyu-gugur/#comments" style="background-color: #f3f3f3; color: #6e5539; font-weight: bold; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;" title="Comment on Bharatayudha (4) Ranjapan – Abimanyu gugur">3 Comments</a></span><br />
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/abimanyu2.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-3814" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/07/abimanyu2.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="abimanyu" /></a></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><br /></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><a name='more'></a>Abimanyu (Sansekerta: abhiman’yu) adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah putera Arjuna dari salah satu istrinya yang bernama Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira. Dalam wiracarita Mahabharata, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai ksatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utari, puteri Raja Wirata dan memiliki seorang putera bernama Parikesit, yang lahir setelah ia gugur.</span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3;"><span id="more-3813" style="margin: 0px; padding: 0px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
</span><span style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
<b>Arti nama</b></div>
</span></span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Abimanyu terdiri dari dua kata Sansekerta, yaitu abhi (berani) dan man’yu (tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, kata Abhiman’yu secara harfiah berarti “ia yang memiliki sifat tak kenal takut” atau “yang bersifat kepahlawanan”.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><b>Kelahiran, pendidikan, dan pertempuran</b></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Kresna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, puteri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Sebagai cucu Dewa Indra, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatria-ksatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><b>Kematian Abimanyu</b></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Pada hari ketiga belas Bharatayuddha, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai Chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Namun, pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karena Pandawa sudah menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan namun mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha namun tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Pada hari penting itu, Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar mampu menahan para Pandawa kecuali Arjuna, hanya untuk satu hari. Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Abimanyu membunuh dengan bengis beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk putera Duryodana, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan baju zirah Abimanyu, atas nasihat Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putera Dursasana mencoba untuk bertarung dengan tangan kosong dengan Abimanyu. Namun tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putera Dursasana dengan cara menghancurkan kepalanya dengan gada.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><b>Arjuna membalas dendam</b></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata tidak menghalangai para Pandawa memasuki formasi Chakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam. Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak melanjutkan pertarungan dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari muncul lagi dan Kresna menyuruh Arjuna agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata. Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, hari sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata.</span></div>
<div style="margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><b>Penjelasan mengenai kematiannya</b></span></div>
<a href="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/abimanyu_cirebon.jpg" style="background-color: #f3f3f3; color: black; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><img alt="" class="aligncenter size-full wp-image-1425" src="http://wayang.files.wordpress.com/2010/03/abimanyu_cirebon.jpg?w=535" style="border-bottom-color: rgb(209, 173, 128); border-bottom-style: solid; border-width: 0px 0px 2px; display: block; margin: 0px auto; padding: 5px; text-align: justify;" title="abimanyu_cirebon" /></a><div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><br /></span></div>
<span style="background-color: #f3f3f3; color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px;"><div style="text-align: justify;">
Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Dewa bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh Dewa yang lain mengenai kepergian puteranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran.</div>
</span><br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Putera Abimanyu, yaitu Parikesit, lahir setelah kematiannya, dan menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang selamat setelah Bharatayuddha, dan melanjutkan garis keturunan Pandawa. Abimanyu seringkali dianggap sebagai ksatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan dalam usia yang masih sangat muda.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><b>Abimanyu dalam pewayangan Jawa</b></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokoh penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><b>Riwayat</b></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pangalasan, Partasuta, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima ksatria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, Raja Mandura dengan Dewi Dewaki.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mampu membuatnya mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Abimanyu mempunyai sifat dan watak yang halus, baik tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang isteri, yaitu:</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna, Raja Negara Dwarawati dengan Dewi Pratiwi,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Dewi Uttari, putri Prabu Matswapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputra Parikesit.</span></div>
<br />
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;"><b>Bharatayuddha</b></span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha setelah sebelumnya seluruh saudaranya mendahului gugur, pada saat itu ksatria dari Pihak Pandawa yang berada dimedan laga dan menguasai gelar strategi perang hanya tiga orang yakni Werkodara, Arjuna dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kuntawijayandanu. Werkodara dan Arjuna dipancing oleh ksatria dari pihak Korawa untuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur gelar perang, dia maju sendiri ketengah barisan Kurawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan Korawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Korawa menghujani senjata ketubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya “arang kranjang” (banyak sekali) dan Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata ditubuhnya) sebagai risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Uttari bahwa dia masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Bharatayuddha, padahal ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari.</span></div>
<div style="color: #453320; font-family: Georgia, 'Times New Roman', Times, serif; font-size: 15px; line-height: 22.316667556762695px; margin-bottom: 1.2em; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: #f3f3f3;">Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putra mahkota Hastina (Lesmana Mandrakumara) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya, pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh Abimanyu harus memutus langsang yang ada didadanya, kemudian Abimanyupun gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, ksatria Banakelin</span><span style="background-color: white;">g.</span></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.com0